Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Jumat, 25 November 2011

Dik Sri 18


Dik Sri,
Jangan marah ya,
Hari ini aku pulang memulung  lebih cepat dari hari biasanya
Hasilnya pun alhamdulillah, agak memenuhi keranjang sampah ini
Ada kardus, kaleng, botol plastik, juga bungkus makanan
Nanti kau bilah-bilah ya, dik
Biar nanti kalau tak jual ke pengepul bisa di hargai agak mahal
Uangnya untuk beli beras dan kontrakan rumah kardus ini

Dik,
Aku haus, tolong ambilkan air putih di kendi tanah itu
Agar tenggorokanku sedikit merasakan sejuk
Juga lenyapkan lelah kakiku ini
Menyusuri jalan-jalan perumahan indah

Dik,
Ku lihat badanmu lemah, wajahmu kusut, dan kau tak sesegar biasanya
Apakah engkau sakit, lekas utarakan saja padaku, jangan kau menutupinya
Kita kan sudah terlalu lama saling memahami, begitu juga dengan keadaan kita ini
O.. iya dik, Ini ada sekotak makanan, halal
Ku dapat dari pemberian seseorang di rumah megah disana
Ramai sekali keadaannya, mungkin sedang menikmati kemenangan
Banyak mobil-mobil bagus yang tiba, mengenakan pakaian bagus pula
Tak seperti kita
Aku tak tau itu acara apa, dik
Soalnya aku hanya mampu melihat dari sela pagar rumahnya yang megah saja
Yang ku dengar, di situ sedang terjadi pernikahan orang penting
Itu kata seseorang yang memberi kotak makanan ini, sewaktu aku mengambili bekas kaleng minuman di tong sampah keramaian rumah itu
Aku takut dik, bertanya lebih banyak lagi
Kita ini kan orang kecil, dapat sampah banyak dan sekotak makanan sudah cukup membahagiakan

Mari berdoa terlebih dahulu, dik
Lantas segera kita lahap sekotak makanan ini, sebelum terlalu basi
Jarang sekali kita makan makanan seperti ini
Meski hanya sekotak, namun terasa cukup untuk penuhi perut kita berdua

Dik,
Nanti bila kita sudah cukup punya uang, dan hutang kita lunas
Kita bisa setiap hari makan makanan enak seperti ini
Sabar ya, dik
Aku akan selalu berjuang untuk keluarga kita, biar semakin bahagia
Dan terima kasih atas semua cintamu

Dik,
Dari seraut wajahmu
Apa engkau ingin melihat keramaian rumah megah itu
Bila iya, mari ku antar dengan gerobak sampah ini
Biar kau tak lagi penasaran
Engkau bisa melihatnya dari celah pagar betonnya

Bagaimana, dik?
.............



Ngawi, 25 November 2011
Read More..

Daftar Isi

Read More..

Cipanas Terhias

 

Selepas fajar
Semua mata terpana pada istana raya

Di beranda, lambai daun kelapa muda menyambut dalam segar
Kaki-kaki tegas berdiri lugas berkenakan piama dan jas
berselendang panah mesiu
Matanya tak henti diam dalam gerak lambaian tangan
bila ada bau sampah berani hembuskan batangnya
Kala empat kaki tak bernyawa mulai berdatangan
Penuhi perjamuan tepinang
Pada pertapaan tuan semua nyawa

Rintih hujan turut serta membungkus kado sejuk pagi
untuknya
bersama hangat mentari cerahkan kesenyapan
dan
Tarian-tarian penantian pun mengisi kegaduhan
berirama dendang loh jinawi
begitu pula rinai burung-burung berkicau unjuk gigi
pada ranting pepohonan
semua melebur dalam derai air mata keharuan
bukan sebuah perpisahan
namun muara senyuman

ya,
memang ini awal cerita
Sang Tuan muda menenun hikayat pertalian
melabuhkan cinta bersama cempaka kasihnya
semenjak berjumpa lima tahun yang lalu
meniti ayah dan bunda
dalam perjamuan kedaulatan Cipanas tertawa

ya,
Semua mata tertuju pada kandang megah ujung kota
mengukir sadjak cerita
Antara Ibas dan Aliya
dalam mata dan kata
Cipanas terhias cempaka




Ngawi, 24 November 2011
( sadjak buat Ibas dan Aliya )
Read More..