Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Kamis, 15 Desember 2011

Mereka Tak Mengenalmu

 
oleh Helin Supentoel pada 15 Desember 2011 pukul 3:58

Pahamilah,
malam hampir saja tenggelam
mari sejenak kita sulam benih-benih kesematan
di beranda hitam ini
biar kau lekas pulang
memberi nasi dan susu pada enthikmu
yang semalaman menangisimu tak kunjung mendekapnya


Bila nanti sepulangmu kau mendengar sapa membekab telinga

bersabarlah
itu hanyalah celoteh usang belaka
mereka tak pernah benar mengenalmu
seberapa berat gunung kau panggul
dan tak hanya mereka saja yang mampu bicara indahnya cinta
kita pun juga mampu mengatakannya
dengan secuil kata yang mungkin kita masih coba raba
dalam sepi dan kebisuan

namun,
jikalau ada jejak tanya
jangan sesekali kau lantangkan pada mereka
akan ke iba-an ku padamu
cukup waktu saja menjadi saksi mata
tentang kita lebih bejat dari anjing penjaga
dan
terima saja kata mereka
bila selalu saja bilang

"dasar kau gimblok"



Ngawi,15 Desember 2011
Read More..

Aku Telah Menenun Kematian

 
oleh Helin Supentoel pada 15 Desember 2011 pukul 0:38

Tak ku kira,
Sejenak perhatianmu memberi halaman putih
membiarkanku leluasa menorehkan tinta pada sekujur polosnya
di antara hilir udara menjulang tinggi benih-benih keharuman
hingga lembar tumpukan kian tersusun
menggudang
ranah pencritaan syair yang aku dan kau coba rangkai

masih jelas ku ingat cerca-cerca senyummu di balik mega
taburan bunga jambu nian memberi riasan remang cahaya
merambah di ujung dedaunan
sembari kau memainkan lentik jemarimu pada tatanan bata

kau lukis gusaran rindu yang membuatmu gelisah
kepadaku
dan
dalam bulir-bulir hujan menimbun cerita


di batas kota kita pernah mengucap sesirat jumanji
pada surya yang hampir terbenam
kau raih telapak jemariku dengan lembut
lalu aku mendekapmu erat
biar kau tak kesepian menyambut malam
sembari membiarkan burung, dedaunan, juga hujam sapa cemburu pada kita
meringis di seraut senyumnya
tuk kita yang kerap menyulam makna perjumpaan
senantiasa menjaga dinding rasa
meski gelombang menghempaskannya ke tepian karang
terjengkal dalam rentang cahaya

jelas dinding senja mendengarnya dalam remang
bilahan-bilahan kata seakan mengiringi laju dawai angin sunyi
dalam tinggi bait-bait mimpi yang kau dan aku sematkan
kita dua sayap yang ingin menegur kaca dengan sebilah tinta saja

semua masih jelas terasa di antara kesematan
namun,
tarian-tarian hujan mengawali lekang sepenggal raut katamu
memberi keburaman cahaya
saat kau melangkahkan kakimu dalam letas udara
dan membuatku harus jengah pada bulir pasir
bahwa kau telah memberi cerita pada samudra
lenyap dalam kasat mata dan raga cintaku

setelah sekian lama
mengapa kau coba membuka kembali lembar kusam yang telah usang
dalam senyum rayu
sadarkah kau,
aku telah menenun kematian
semenjak dahulu kau berpesan padaku
dalam serat pengkabaran

"Mas.., Kau Bajingan"



Ngawi, 13 Desember 2011photo id="1" />
Read More..