Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Sabtu, 08 Desember 2012

TUMPAH RUAH

oleh Helin Supentoel pada 6 Desember 2012 pukul 3:25 ·

JAGAT BANGSAT

malam bangsat
rajam aku menjadi sebutir debu pada kantong plastik
yang diujungnya tersimpul mati
tak ada udara merayap, jadilah beku
menyusuri dindingnya terawang
nampak jelas segala hulur hujan mengembun
dan terik mencaci bumi

malam kian bangsat
rembulan tersenyum di beranda langit
gigi-giginya runcing, setajam nada seruling
sedang aku telah basah
berenang di setangkup cawan yang bocor
terbelah tajam arang

malam kian bangsat membabi
ketika tak ada lagi cahaya
sedang aku ingin kembali merangkak
dari dasar samudra menelanku
pada lumpur yang tak surut oleh air hujan
melumur sekental cempedak merah
dan anggur kehilangan ranumnya

malam membangsat-bangsat
pada cumbu rembulan pucat
kian mengitari beranda kota sangit
tak usai-usai menemani jagat bisu
sedang aku lelah menari
mencuri cahaya rembulan dini hari

Ngawi, 6-12-2012


CATATAN KUMBANG

"jangan tanya diriku, pada laut mana kan berenang"

hujan yang melapuk menuntaskan segala dekaban
saat perjalanan yang asing mengajakku mengembara
terseret angin menjatuhkan daun-daun lapuk di atap rumah remuk
mengeja nama-nama jabang bayi kehilangan bunyi
seperti menjilat serpihan bubuk diantara ruas gigi taring
yang tak lepas-lepas meski telah mencoba berkali-kali

suara yang dingin kian merajah dinding beku
menarikan jagat pada sepenggal kisah
mencumbunya aku tak sabarkan diri
sebab sapa jendela mengatuk-atuk asmara
seperti mencincang daging yang masih segar
dengan mata memerah tajam

bukan ingin menjadi memar luka
atau memang perjalananku menuai kebutaan
jika saja malam tak melipatku dalam sumsumnya
pastilah cukup setangkai bunga yang kurampas
sebagai kuda putih dipelataran merah
dan jangan pula kalian bertanya
di rimba mana aku kan sembunyi
sebab hutan telah gundul
di cumbu teluk kelabu
dan punggung-punggung malam yang meledak

Ngawi, 5-12-2012


PEREMPUAN YANG KUSEBUT-SEBUT IBU
buat: Bunda Kurnia Iinka

Perempuan yang kusebut-sebut Ibu
cadas matanya membiru
nampak curam-curam hutan telah lembut terrengkuh
dengan panji-panji kukuh, meski terjangan badai tak henti-hentinya mengundang cuaca
meliuk-liuk serasa hendak pulang ketanah rantau
mengecup kembali kekasih yang merengek dalam pelukan malam
seperti langit bulan desember
menunggui leret bintang tak kunjung sampai

Perempuan yang kusebut-sebut Ibu
mengendap-endap dalam ceruk-ceruk kalbu
menyimpuh haus telaga dengan embun yang bening
seakan tiada gentar memijakkan lembut kakinya di atas bara
pada lapak kota yang tinggal bau sangit
menjadi bidadari berlarian disebuah dedanau merah
sesaat menuruni tangga pelangi
dalam cahaya putih

Perempuan yang kusebut-sebut Ibu
dalam teduh lautmu, anakmu ini ingin mengembara
menekuri kedalaman luas samudra cinta
menjadi pelaut tak gentar mengangkat sauh
berharap lekas jumpai dermaga
sebelum senja pulang menghitung nama

Ngawi, 3-12-2012


REMBULAN BERKERUDUNG JINGGA

wahai rembulan berkerudung jingga
nampak cahayamu meredup
tarian apakah yang kau mainkan malam ini
sedang aku tak pandai menjadi darwis menunggangi sepi
dalam rumbai-rumbai gagah meneriakkan aksara pecah
mengajakmu mengembara menekuri kedalaman lautan

wahai rembulan berkerudung jingga
sepertinya gerimis meruncing dari mulut matamu
menjadi muara dengan api membadai
melipat-lipatmu seperti benang kusut
gagal menyulam sobekan mukena

wahai rembulan berkerudung jingga
andaikata diriku yang telah membuat gaduh telaga
membawamu terbata-bata membaca aksara
bolehlah kembali kusandingkan puisi buta ini
pada kembara langit mimpimu
biar malam tak seharusnya dingin sepi
dan baris senyuman terbias kembali mencahaya
setajam kemarin lusa dan lusanya lagi

wahai rembulan berkerudung jingga
janganlah risau menghantuimu menjadi bayang
menyanding awan dipelataran kota
karena di sini langit menunggumu datang
dengan sederet panji terpasung lipat dada

wahai rembulan berkerudung jingga
tersenyumlah seindah mutiara embun pagi
kerena dibaris senyummu aku ingin kembali menari
hingga ujung pengembaraan senja nanti
seputih selendang bidadari

Ngawi 5 Desember 2012


NDOK

Ndok,
lihatlah bumi, jangan kau melihat langit
tingginya begitu menjulang, cadas
bila kau tak sampai
nanti kau kan sakit saat terjatuh
maka Ndok, kamu jangan melayang terlalu tinggi
raihlah semampu kakimu meloncat
biar kau tau dimana sesungguhnya ketinggianmu
bukan sekedar bayang-bayang
"pesan Simbok yang halus, sehalus kasihnya melubuk jantungku"

Ngawi, 5-12 2012


PINTA ANAK

Ibu,
aku ingin kembali memelukmu
seperti masa bocah dahulu yang gemar menyulut amarah
kerena dalam diriku sekarang lautan api dengan tajam memunguti ceruk dasaran
kian tak berdaya menggenggam setangkai kembang merah
berharap esok pagi meminum nanar lukaku

Ibu,
aku ingin menetek lagi
haus membawaku tak berdaya menyusuri lorong gelap
seperti berlarian di padang gurun
yang tak hentinya matahari menerjang
mencincang teduh dahagaku, Ibu

Ibu,
peluklah kembali anakmu ini beribu kali lagi
seperti seribu kasihmu yang tak kunjung henti

Ngawi, 4-12-2012


MANTRAM

datanglah kekasihku
kupanggil engkau sedalam-dalamnya rindu
setinggi pucuk langit
sesampaimu di sini, kan kuajak engkau menari-nari
melewati lembah jingga
menembus ruang telaga
lantas engkau terbaring
dalam telanjang puisiku yang tak pernah kering

Ngawi, 4-12-2012


PERTEMPURAN YANG GAGAL

tajam pedang yang menembus dadaku, tak seberapa tajam bahasamu
begitu kental melipat sukma menjadi secarik puisi
dan ketika pengkabaran itu tiba
semakin tajam lagi bahasa burung mengongkang senapan
melihat dengan sebelah mulut mata
hingga jadilah gerimis, namun suaranya tak terdengar nyaring

Duh,
aku telah tak berdaya lagi
mendapati segudang kebencian meronta-ronta
saat pulang sebelum usai berjuang

Ngawi, 3-12-2012


PESONA

Duh gadis
tatap ayumu telah meruntuhkan dinding yang berabad-abad lamanya menunggui sepi
yang sempat berbicara pada langit bahwa penjajah telah masuk Ibukota
Saat merdu suaramu mengambang di udara
sungguh ribuan kilo kan terdengar begitu mempesona nada bunga merah muda
apalagi saat perjumpaan rindu,
lembut kulitmu dengan kejam menergapku hingga tak berdaya

menjadi katak yang sampai mengecup wajah rembulan
namun, saat jam-jam mengangkat musim
kau baringkan aku diladang yang penuh duri dan batu
mencakar-cakarku hingga laut pecah menjadi hutan rimba
dan legam ceruk-ceruknya memasung rintih sunyi
jadilah kembali dinding dengan lumut kian menebal
meniduri malam tak usai-usai dalam ruang tak berbingkai
sementara cintaku tinggal angan

Ngawi, 2-12-2012


KANDAS

Mengapa kau seret aku seperti musafir kehilangan arah
dalam rumbai-rumbai gagah mencakar aksara lantang di bukit kota
sedang aku tak pandai menari
memainkan ranah jumpa musim semi
mentakzim sunyi dalam syahwat tak tuntas-tuntas
parasmu kupecahkan di antara secangkir kopi berlarian di lidah
menyerupai lumpur dedanau saat kemarau
tak henti-hentinya menunggui musim berbiak meraup cuaca

seenggan fajar meniduri malam
kujilat engkau dalam tilasmu paling lamat skalipun
mengiring sadjakku mengembara kebekuan lautmu

ngawi, 1-12-2012


ANDAI

andai engkau memintaku berlari
aku akan sekencangnya berlari
andai engkau memintaku sembunyi
tak kusingkapkan seurat wajahku pun dalam bayangmu
andai engkau seorang dewi
datanglah kan kukecup keningmu
tapi andai engkau merajamku seperti pasir kehilangan basah
sungguh samudra hujan tak hentinya kan mengundang cuaca

Ngawi, 29-11-2012


CAHAYA MATAKU, KASIH

tataplah mataku kasih
didalamnya kan kau temukan jejak-jejak mempurba
seperti memandangi lukisan yang mengisahkan epilok rakyat
dari masa kapujanggan hingga kapitalisme

tataplah mataku kasih
bahwa hujan telah meruncingkan jari-jari
menikam dengan tajam, lebam
menembus sukma
hingga ceruk-ceruknya paling dalam
sembari melarikan tarian patah
lelah kejar-kejaran

tataplah mataku kasih
andai telagamu kesejukan rindang terjaga
sedia kumainkan airnya dalam keruh dan bening
senjaku pasti kan seindah Ibu memainkan kecapi

Ngawi, 29-11-2012


MEMBACA JEJAK

setiap belain angin menjamahku
tumbuh bening-bening kristal membara
akan sebutir mutiara yang pernah meniduri musim
dengan panji-panji kukuh
dengan sutra-sutra lembut
terpancang diantara mega
sementara hari teramat panjang
di sisinya terdapat pula debu merancah
menjadi kabut melipat-lipat cahaya

dalam lebam dan kelam
begitu pula musim selayaknya berubah
lumpur tersapu oleh banjir yang menguak-nguak
menjadi tarian sengit melilit
seperti pepatah yang singgah mentakzimi sunyi
"biarlah gugur, karena disela-selanya kan tumbuh kuncup bersendawa"

Ngawi, 29-11-2012


SURAT TERAKHIR, TARIAN TERAKHIR

Teras rumah menunduk kusut
bunyi-bunyi berdentungan melahap sepi
berdera putih terkibar lambang kemerdekaan tiba
pada wajah yang sempat tersebut Bapak
terbujur layu dengan kumis kaku
seorang musyafir telah lelah menapakkan jejak-jejak kaki di pasir dalam rumbai-rumbai gagah

suara-suara kian menerkam ujung-ujung kuntum

meraung-raung hingga hujan reda menyiksa
sedang kedalaman telaga gerimisnya tak usai
gelombangnya riuh, tak lekas surut menjadi tsunami
mencakar cadas karang dengan ujungnya yang runcing
seperti pisau menggores batu
pada jam-jam bermain yang kandas saat langit gelap

arak-arakan pun datang tiba waktunya
nampak seperti temanten lurung
dan kasih-kasihnya kian lalap
seperti laron-laron merubung tetua
menariknya seperti darwis dilanda mabuk
menjadi detik-detik menyiksa lamatkan pengkabaran
bahwa taringnya telah tanggal
"kembalilah kerahim Ibumu,
sementara engkau lelah kejar-kejaran"

sesampainya di pintu beranda malam
teriakan-teriakan kian membuncah
tak ada malu, karena malu terpasung di ruang beku
dan sepoi angin memberinya salam terakhir
dalam wajah terakhir
menatapi kusut warna

mengarungi jagat, semestinya mendapati pungkasan
seperti air kali mengalir pastilah sampai lautan

Ngawi 28 november 2012


NTRATAP

mengawali perjumpaan di laut sepi
tak ada bedanya menunggu datangnya purnama di musim penghujan
menahan awan berkeranda ketinggian langit
lantas wajah rembulan terkatup-katup di balik jendela
menjadi rangkaian siluet yang tak asing
"jangan kau tenggal ngilu dijakunmu"

Ngawi, 27-11-2012


MENCULIK BIDADARI

wahai perempuanku
diamlah, simpan segala ronta bibirmu sesaat aku kecup
jangan engkau berbicara dengan gerimis mengambang
sedang malam sebentar lagi kembali
mencumbui sepi

wahai perempuanku
gemulailah dengan sapa-sapa telaga
lantas kubaringkan lidahku pada kilat yang pecah
seperti malam kemarin

diantara teriakan langit malam
saat anak-anak Gaza bercinta dengan rentetan peluru
lupa nama, dan pulang tiada alamat tersisa

wahai perempuanku
marilah tawan langit kehangatan ini
sebening embun berdesakan di dedaunan
seperti air matamu itu
yang kurampas dari kekasihmu

Ngawi, 27 November 2012


Nur,

seperti pagi
saat gerimis embun menembus gelap melamur terang
nampak warnanya menjadi bitiran kasih

dan sejuk mengatap langit kusut
menanak kembali biji-biji bunga yang sempat membeku
di dasaran sela musim kemarau
sementara hujan tak henti-hentinya mengecup
dalam runcing dan tajam

sayap-sayap angin perlahan mengembang
merengkuh setiap bayang yang berlarian menapaki jam-jam bermain
hingga akhirnya tiba, dtik membuncah
seperti pelaut yang haus mengangkat sauh
menakluk cadas karang, dan terjal gelombang
lantas aku panggil namamu, Nur
cahaya yang mengantarku berjalan
menikmati senja hingga remang mengambang
di tepian pantai malam
"bersediakah engkau, Nur"

Madiun 26-11-2012


MASAM

ada yang sedang berenang dalam lautmu
tentang rembulan melumut batu-batu karang
membuncah, menyeruak malam tajam
inginnya meminjam cahayanya
sedang engkau tak pandai memainkan aksara
memilinnya menjadi tembang
sebelum pulang ketanah lapang

Ngawi, 25-11-2012


CELOTEH

seenggan rembulan menampakkan parasnya
sapuan bayang mengawali percintaan malam
menjadi serambi-serambi semu
dan untaian desah debu mengambang leret langit
sementara sunyi kian telanjang
angslup kedasar jantung
tak sekiranya malam melempuh
sedang aku tak pandai menari
dalam seribu syair puisi

24-11-2012


NGERANG

mencium bau kecutku sendiri
serasa meneguk toak yang baru saja tersuling
aromanya, ah...
semerbak menembus sukma
apalagi saat hendak membuimu
aku sungguh merelakan kesejukan harum bunga
karena engkau benar-benar merenggutku
dari cahaya rembulan tanggal pertama
musim yang begitu berbeda
dalam rindu merana

23-11-2012


MENAWAR TUHAN

Tuhan,
jika boleh aku menawar
tak usah Engkau beri aku kekasih yang cantik
karena aku tak suka cantik
tak usah beri aku jalan terbaik
karena aku bukan yang baik
tak usah jadikan aku menarik
karena sedikit pun tak ada yang menarik

Tuhan.
beri saja diriku rajammu
seperti nafsu yang membunuhku
dan jadikan aku pelaut yang haus mengangkat sauh
dalam pengarungan samudra biru
berharap seputih cahaya
seindah mata menelanjangi rupa
sebelum akhirnya bercinta dengan kekasihku
yang Engkau pinta

Ngawi, 23 November 2012


TIBA-TIBA

engkau yang datang menelanjangi mata
menjadi bunga segar
melangsatkan harum perak
dan engkau yang tak punya cinta
karena tergadaikan legam ibu kota
sepertinya jam-jam bermain telah tanggal
menjadi angka yang tetap tinggal
di makan rayap-rayap kekasihmu
sebelum sirna meninggalkan debu

21-11-2012


Dik Sri 22

Dik Sri,
aku pulang
lihatlah, keranjangku tak sepenuh kemarin
hanya ada seikat kardus, botol-botol minuman, dan beberapa kaleng oli
meski telah sehari penuh kususuri jalan hingga tepian sungai
segalanya raib Dik, sebelum aku datang
sekarang jumlah pemulung berlipat ganda dari tahun kemarin
kian meningkat pula tunggangannya, berkuda besi
yang kaki-kakinya kian bersilau, berpiama
jadi lebih cepat memulungnya
tak sepertiku

iya Dik,
tadi aku juga menemukan kemeja yang masih pantas kupakai
pertama melihatnya aku kaget sekali dik, soalnya terbungkus plastik merah
setelah kubuka dengan hati-hati, hatiku baru lega
bahwa di dalamnya hanya lipatan kemeja panjang bercorak daun coklat tua
kubolak-balik dan kuamati hanya hilang kancing no dua dari atas saja kok
nanti kau sulam saja dari kancing baju lamaku yang telah kau pakai lap piring di dapur
beda warnanya pun tak apa
lantas kau cuci bersih, dan kau kasih pengharum lagi biar wangi
biar seperti baru
kau tak malu kan Dik, bila kupakai kemeja itu kekondangan bersamamu?
seperti engkau tak malu setia padaku

Ngawi, 21 November 2012


TAK BERJUDUL 1

mengenang cahaya wajahmu seperti garis-garis patah
pada aspal-aspal di lensa mempurba
mengerak, hingga rontoknya menaungi pijakan

badai hitam sembunyi di pucuk daun
membelai ranting dalam gemuruh
seperti suara-suara yang menggema
pada dinding mega
menancapkan kilatnya
lantas awan meneduhkan bumi dengan hujan

garis-garis patah kian mematah
menajam warnanya dalam legam
saat matahari kian berangsut
pergi menemui malam

Ngawi, 16 november 2012


TAK BERJUDUL 2

cahaya yang berkilau pada bola matamu
menyimpan butiran-bitiran debu
semenjak hujan menarikmu dengan kejam
pada musim yang datang

dan leret warna yang melegam ngelu bibirmu pun kian merona
akan beratnya samudra tempat berenang
memenjarai riuh perjalanan
sedang dibarisan langitmu kerutan meruncing
menyimpan segala kedangkalan ceruk-ceruk karang
dalam menakhluk curam hutan

sepantasnya engkau merintih pada malam
menemui kelambu bayang yang tak redam
mengecupmu
seperti matahari telah terbit dari barat
dan sirine jung-jung perkasa terlahir
dalam nada yang miskram

Ngawi, 16 November 2012


TAK BERJUDUL 3

1
sungai-sungai yang panjang mengalir
terdapatnya pula tanya angin
semenjak pulang kemarin lusa
sedang jam-jam bermain belumlah usai
tapi air tetap menemui lautan
sungguh, betapa legam cahaya mata yang tersisa
mengantarnya dalam diam
2
tiada mampu kukejar bayangmu
meski telah kususuri belai angin
kulipat langit dan kubungkus bumi
tetap bayangmu lamat terbaca
pada jejak-jejak dipasir
meski gelombang laut pasang
dan malam menjadikannya mainan
3
Terduduk di sebuah malam
seperti menabur diri dengan air telaga
dan perlahan meminumnya
sebentar pasung dahaga
"kabut yang larut, jangan kau mainkan diriku lagi
aku esok ingin berlarian ditaman bunga
bersama kekasih yang kucinta"
4
Ada yang berkaca-kaca membaca dinginnya musim
saat hujan telah benar-benar kering
mulutnya yang pecah
membakar kedalaman riuah perjalanan
menikmati wajah yang perlahan menghilang
ditelan pertapaan senja
tak ada lagi puisi menjadi-jadi
tak ada lagi bunyi menghakimi
tinggal lukisan bayang terpajang di setiap langit
sebelum akhirnya lenyap pula dalam nama
mendapati usia
5
Ada yang berkaca-kaca membaca dinginnya musim
saat hujan telah benar-benar kering
mulutnya yang pecah
membakar kedalaman riuah perjalanan
menikmati wajah yang perlahan menghilang
ditelan pertapaan senja
tak ada lagi puisi menjadi-jadi
tak ada lagi bunyi menghakimi
tinggal lukisan bayang terpajang disetiap langit
sebelum akhirnya lenyap pula dalam nama
mendapati usia
6
Malam yang kejam,
rebahkan aku kedasar palungmu
malam yang merajam,
sandingkan rinduku pada kekasihku
seperti musim semi tanggal pertama dilaut merah
membelai angin menyimpuh bening
dan gairah cintaku berdiri dipucuk gelombang
7
Engkau yang duduk menyendiri menunggui malam
melautkan lukisan bisu pada langitmu
tak ada aksara mengambang pecah
tak ada suara merambat resah
yang tersimpan kerinduan menusuk tajam palungmu
akan jejak-jejak membeku diceruk-ceruk karang melumut
sementara leret bintang mencuri jam-jam bermain
hanya sadjakku yang sempat kucumbu mesra
mendangkalkan bayang-bayang
8
hujan yang datang seperti haus
menekuri rongga-rongga bebatuan
terendus oleh angin yang berabu
hingga memenjarakan kering dalam basahnya
tak ada yang terbagi mencumbui hari
selain bunyi-bunyi bayi dipangkuan ibu
menghujat legam perjalanan
merindu bapaknya yang telah pulang
di telan malam
seperti musafir yang mabuk dalam syahwat tak tuntas-tuntas
menikmati detik jam-jam yang tersembunyi sebuah kisah
pada arca-arca membatu mempurba
di mana seorang yang terlahir di jung-jung perkasa menakhluk curam-curam hutan
menantang ceruk-ceruk karang
meminum nanar lukaku
dan tibalah hingga mata ini menjumpainya dalam bayang
yang tak usai mendendang
9
senja yang bermesraan
menanam sekelebat bayang dalam leret cahaya
dalam sukma mencengkerama hadir
di barisan remang
hujan yang tumbuh seruncing gigi taringmu
mengoyak lipat tatapan terjaga
menjadikanku terbata-bata membaca sepenggal kisah
dalam almanak rontok
10
Malam merajamku pada warna langitmu
menjadi butiran cahaya lilin
sepertinya lautan api membakarku dalam haus
sebagai ranting kering
saat angin datang
ingin segera kujemput engkau di kedalaman malam
lantas menjadikanmu rembulan sungsang ditepian dermaga
hingga samudra memisahkan
11
tahukah engkau, kekasihku
gelora rindu semakin tiada tepi
seperti api yang membakar hutan
pada ilalang kering
dan bila rindu itu tak jua mendapati bayang
waktu terasa berhenti
tak ada udara yang mampu terhirup
tak ada pula kata yang kerap tersambut
12
engkau yang menjadi sukmaku
cahaya mataku mengabun
lautan teduhku menelan
dan api yang kejam
sekian lama membuatku terbata-bata
dalam hujan membaca cinta
13
aku kecup engkau melewati malam
duh, kekasihku
mari kita mainkan kisah boneka merenungi sepi
sebelum matahari mangajakmu berbenah
sembunyi lagi dari lampu kota
yang sekian kali meredup
menawanmu berkali-kali
14
wahai angin yang berangsut,
sampaikan desah rinduku pada sang kekasih
sepanjang lautan berombak
aku merasa sepertri perahu yang terkapar disungging dayung
sementara dermaga tak jua terlihat
basih tertahan dibalik siluetnya
sampaikanlah,
jangan engkau membuatku kian menjadi langit tanpa baris warna
mencintainya seenggan purnama
dan jangan kau tawar aku lagi.
 
16-11-2012
Read More..

Jumat, 07 September 2012

JEJAK

oleh Helin Supentoel pada 2 September 2012 pukul 3:42 ·

jadilah pagi mengabut
jadilah cahaya melesut
jadilah hujan cemberut
jadilah suara-suara ribut
jadilah siang meruntut
jadilah angin berangsut-angsut
jadilah mimpi yang mengkerut
jadilah perahu karam di laut
jadilah kentut sembunyi di perut
jadilah senja yang semrawut
dan jadilah jejak melumut
saat dunia telah menjemput
dalam rupa terbalut

duh, kekasihku

Ngawi, 2 september 2012
Read More..

Jumat, 24 Agustus 2012

Adinda

 
Adinda

Adinda kekasihku,
engkau benar sepucuk mawar putih di taman seribu bunga
merekah pancarkan pesona cahaya tiada kepudaran
biarlah kuukir syair bisu dari tepisan bara yang membakarku dengan lembut
seperti sutra tertenun oleh jemari-jemari kasih
lantas disetiap baitnya kuterakan makna-makna perjumpaan basah
saat diriku menjadi tangkai dan duri-durimu

Adinda kekasihku,
andai benar engkau rela kupinta menjadi sekuntum bunga abadi
pastilah disela-sela keabadian itu kan tumbuh keharuman saat pagi menyapa
saat bulir-bulir embun merayap diruas-ruas jeruji jendela
sesekali menghakimi dengan setangkup kemuliaan
yang baru saja menawan pesona malam dalam kegelapan
"jadilah sepasang angsa saja jangan sekuntum mawar dan tangkai serta duri-durinya"

mendengar bising embun menyergap berjuta bunyi keresahan
di lapak keberangusan aku menghujat diri sendiri
seperti udara pada ruang tiada sela
menghukum kenistaanku
"benar kita menjadi sepasang angsa saja menari di lautan tenang
sembari memainkan airnya untuk kita basuh diri"

Adinda kekasihku,
bila suatu hari samudra kan cemburu menjadi tempat kita berenang
dan badai menenggelamkan benang-benag kasih di kedalamannya
pastilah itu bukan segala pinta kita berdua mengubur kemanisan
namun semestalah yang sedang bersandang cerita
bahwasanya kita tercipta sama-sama menjadi bayang-bayang,
mengambang


Ngawi, 24 Agustus 2012
Read More..

Kamis, 23 Agustus 2012

Tarian Burung


burung-burung di langit tiba-tiba saja menjerit
menari-narikan tarian jiwa sederas air mata
menjumpai kotanya di penuhi  bara
padahal baru sebentar saja ia beranjak mengudara
melambaikan senyum pada betinanya, juga anak-anaknya
dan sesekali tertawa sebelah mata
namun terlampau cepat segalanya luluh lantang tiada sisa
seketika jua kehangatan berubah wujud
menjadi sekeranjang duka ribut
selepas senja tersulut

burung kian menelaga
tariannya kian gemulai dari pertama
menapaki kawanannya tiduran di segala ranjang
sepenggal sayapnya ada yang terluka
selaksa bulunya tinggal sebatang
ada pula dalam dada sudah tiada muara
kering oleh pergulatan asa
dan burung-burung betina berlarian sembari menitipkan air mata
teriakkan kata pada segala mata
memanggil-manggil anaknya yang baru sebulan lalu menetas
ataupun kekasihnya lepas lemas

sementara, hembus angin berlalu seakan tiada mahu tahu
terlampau nyeyak meminum susu dalam tungku biru
bemberi setitik saja dahagapun tak jua
kian mengeratkan pintu kedapan telaga
karena angin sudah menjelma
menjadi sesosok rahwana

kini burung-burung itu diam tiada tawa
bercumbu di kedalam sunyi
melipat segala mulut dan dagunya sendiri
di setiap keranda
dan dinding-dinding kota membara
kenangan lama


Ngawi, 03 Juli 2012
Read More..

Dengan Melodi, Kuciptakan Nada Senja



Dengan melodi,
kuciptakan nada senja
kala mencumbu hari mengejar mimpi
menjumpai mentari yang lama sembunyi dikerutan dahi
biar suatu pagi kala kubuka jendela kan ada keharuman embun menerpa telaga rasa
menjadi nafas dan terbenam dilipat dada
melebur dinding gelap dengan sebuah cakrawala
dalam nada-nada tercipta

sepasang lapak kaki ini pun kekar
menapaki kerikil yang bertaburan disepanjang jalan menuju samudra
meski sebentar lagi usai masa meraba
tetaplah kukuh menimbun pesona
berharap senja bermetamorfosa
menjadi seribu cahaya dimalam merupa

seberapa lama lagi kusita bayang-bayang
sementara hujan sudah enggan berbenih sapa
membaringkan segala desah gempita
dinding malam tiada cahaya mewarna

Dengan melodi,
dengarlah nadaku
rangkaian syair butiran debu
saat senja mengadu-adu
di atas telaga biru


Ngawi, 29 juli 2012
Read More..

)* Kau Bungkusku Dalam Bungkusmu


aku tau engkau tersenyum gembira menatapku diantara kuntum-kuntum kamboja
dalam senyap membasahi percintaanmu yang abadi
pula mencuri rasa ranting-ranting
yang kau ajak menari-nari dalam geramang aksara dan hujan tiada lg basah
sepertiku

engkau pula membuatku cemburu
sangat cemburu sekali kali ini
seperti tikaman cakar-cakar beracun merajah tubuhku dengan segala tenaga
lantas mencincangku diantara dua batu pahatan nama menjulang utara
apalagi kau tiada lagi merasakan panas dan dingin menusuk-nusuk
dalam lelapnya
sepertinya bayang-bayangmu telanjangi keteduhan telaga dalam-dalam
menjadi seribu kepingan curam

haruskah aku tersenyum sepertimu,
tuk usaikan yang membungkusku dalam bungkusmu?
lantas kita sama-sama tertawa bungkus kembali langit-langit mereka yang memerah

"terang laun berubah malam, tapi waktu kan tetap membekukan ketajaman"

Helyn Supentoel, Ngawi, 18/8/12
Read More..

Senin, 02 Juli 2012

Pesan Untuk Anakku Kelak


Nak, dengarlah
Bila kelak engkau terlahir
janganlah seperti bapakmu ini
yang memunguti bisul-bisul dalam diri, kian membabi
dalam memaknai kebusukan hari-hari terjalani
menderaslah pada ibumu saja
yang langka seperti mutiara permata
menebar pesona raya tiada cerca noda
abadi sepanjang masa

Nak, bila memang kelak engkau terlanjur menelan bisul-bisul bapakmu ini
aku tak melarangmu, takkan pula memarahimu
pastilah kan kurestui kehendakmu sebagai jalanmu
namun engkau harus berjanji
kan membuang jauh segala kebusukannya
hanya akan mengurai kelegitan madu saja
biar kau tak kelalapan

dan suatu hari jangan salahkan waktu, bila akan berbicara kesamaan terhadapmu
pula terhadapku sebagai Bapakmu
andai dalam dirimu kan tumbuh pula kelaknatan, kebejatan, kebusukan sepertiku
yang rakus mengukir siratan makna menjadi untaian kata-kata puisi
terpaan keresahan hati, tiada mati
seperti Ibumu kukawani
kucintai
dan lahirlah engkau
buah kerakusanku

dan pastilah engkau kan tau
dimana letak sebenarnya keindahan berpuisi
tercintai
sepertiku...

Ngawi, 2 Juli 2012
Read More..

Selasa, 26 Juni 2012

Mentari Usahlah Gelisah Menggebu

  


Mentari,
Bungkuslah diriku
Meski hanya dalam bayang-bayang
Saat engkau di telan kehangatan awan
di cumbu embun kesucian

Mentari,
Janganlah engkau menarikan canda lagi
Dalam sekuntum benih kegalauan
Bungkus saja diriku
Sehangat dekaban dada
Setegar bumi menyapa
antara lautan dan dermaga
menyimpuh raga

Bila nanti suatu hari kutemukan waktu yang berbeda
kan kujadikan engkau cahaya kegelapan
di dermaga kerinduanku
hingga usai peradaban
tiada benah diri


namun bila memang waktu teramat cemburu pada kita berjumpa
usahlah gelisah menggebu
pula menderu-deru
simpan saja diriku dalam abu bayang
karena kutahu
segalanya tak seperti yang kita mau


Ngawi, 25 Juni 2012

Read More..

Anggur Malam

 


Anggur Malam,
Betapa nikmat kian telanjang
Melucuti malam
Menebar pesona keranuman
Semanis madu

Terseduh dalam setangkup cloki
Membelai sepi
Mainkan ujung belati 

Dengan segala bunyi

Kehangatan kian meremang
Terjangan bibir jalang menjulang
Mencicipi
Lantas diteguknya berkali-kali
yang selama ini habis terbengkalai
dalam bayang-bayang kesunyian
Ranjang kenangan


Di bekabnya sekelambu mimpi
Esok hari kan dapati kembali
dalam cloki membabi
Hingga tumbuh lagi biji-biji
Tuangan birahi
Berapi-api


Ngawi, 26 Juni 2012
Read More..