Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Senin, 11 Maret 2013

KANDANG SADJAK

SADJAK CINTA


Datanglah kekasih,
Kupanggil engkau sedalam rindu
Selamat tilasmu sekalipun
Sesampaimu di sini,
Kan kuajak engkau menari di lembah jingga
Menembus ruang telaga
Lantas engkau kan selalu terbaring,
Dalam tiap nafas puisiku yang tak pernah kering

Ngawi, 01 Maret 2013


KERINDUAN


Memandangi kuntum bunga yang mekar diberanda rumah
Sembari meneguk kopi terseduh hangat
Pula menyematkan lembut tinta dipucuk pena pada selembar kertas
Seakan dunia ini tak bosan-bosannya berbicara padaku
Bercanda dengan hening kalbu
Bahwa warna pelangi menuntaskan setiap patah mata
Melayang di dinding mega

Duh kuntum bunga
Mengapa kau seret diriku dalam kabutmu
Sedang aku tak pandai menari
Seperti ranting kehilangan akar
Terkapar dalam belukar

Ngawi, 01 Maret 2013


LERET LANGIT SENJA


Senja mempesona melipatkan lapak pigura
Di Tepian pantai putih, memandang hamparan laut luas,
Helaian rambut menyibak keningmu nampak begitu mesra
Tak berbeda dengan hembus udara pasang
Telah mencurimu sebelum kujadikn tulang sulbi
Jadilah buah kasih

Ada gerak yg terjadi di hampir bayang-bayang
Seperti lekuk kerudungmu adalah janji jung-jung perkasa
Yang telah setia berkasih cinta dari beribu gelora
Dan selaksa keindahan berada,
Tak berdaya memapahmu

Di pantai itu, lembut jemari kerincimu semakin memesrakan
Sama-sama memandang leret warna menjalar dinding mega
Menjadi cahaya merona
Engkau lipat segala kebutaan dan pasir-pasir bertaburan menjadi redup
Bahwa disetiap tapak-tapak kaki kita telah tumbuh benih-benih mutiara
Dan pantai yg teduh merubah diri menjadi cangkang keemasan

Tak ada lagi cahaya yg hendak membawaku menempatkan sepenggal nama
Selain senja bersamamu dalam seribu aksara

Ngawi, 13 Februari 2013


OPERA LILIN DI RUANG JENAKA


Susun kardus yg runtuh menjadi suara pecah di tengah keramaian
Lilin-lilin kecil kejar-kejaran meniup seruling
Dengan sederet noda lantas lenyap di telan deru nada
Sedang taring-taring rayap menikmati sajian opera di geladak menara

Nampak tatapan lensa tua buram membayangi siluet lilin-lilin itu
Menjadi lalat api dalam tungku tak berpintu
Mengejakan sandi-sandi yang mencuat dari basah almanak
Seperti perjalanan debu pada kaleng
Terombang-ambing oleh tiupan angin
Lantas terseduh oleh masak air
Jadilah segumpal liat lumpur melekat di dasaran
Dan retak tak berpigura

Benar ini lukisan tajam pedang
Atau memang ladang sadjak belum teramat panjang
Mengokang lancip gerimis
Menjadi catatan sejarah panjang zaman
Dalam tarian ruang jenaka

Ngawi, 07 Februari 2013


SYAIR PAGI


Wahai pagi, mengapa kau bakar diriku dalam api cemburu
Sedangkan aku tak pandai memainkan wajah jagat
Menjadi kepingan-kepingan abjad
Pagi,
Engkau embun yang menuntaskan gempita
Izinkanlah diriku menelanjangimu dalam kalbuku
Biar jalan tak lagi sedangkal musim lalu
Sebab rinduku melebihi panas api
Dan gairahku tiada terurai lagi

Pagi,
Bawalah rinduku dalam sejukmu
Dan biarkan hujan turun basah
Sebab di teluk telah berada sampan
Menantimu merajam

Ngawi, 02 Maret 2013


JARI-JARI TALANJANG


Di persimpangan kota sempat sejenak kita bermesraan
Memunguti sendi perjalanan masa bocah
Sampai suatu hari kita saling mengerti
Sederet makna yang hendak berkibar diantara derai hujan, terik mengambang
Bahwa jari-jari telanjang tak bosan-bosannya berbicara
Tentang angin mengusung nama bapanya
Hilang dihempas kikis masa

Ngawi, 01 maret 2013


BUKAN PAHLAWAN


Jika kali ini memang bidadari menuruti tangga pelangi
Biarlah aku menjadi Jaka Tarup mencuri selandang
Jika kali ini adalah harum melati
Biarkan ranumnya hiasi beranda senjaku
Jika benar diriku terpesona asmara, biarlah
Sebab rupa dupa telah tiada, namun jejak masih lamat terbaca
Jadi, biarlah kali ini aku bukan lagi menjadi Bisma
Yang sirna sebelum purnama
Memilih pengantinnya sendiri
Aku ingin jadi raja pringgodani
Meski kau pilih diriku sengkuni

Ngawi, 01 Maret 2013


JEJAK-JEJAK


Tak ada sadjak bisa di tulis
Sebab tajam gerimis menggores pasir
Menumbuhkan luka
Jadilah sejumput bayang
Tak ada yang dapat dicatat dalam sejarah nampan
Kita telah membikinnya semeriah malam
Jadilah sangit aroma dupa
Yang mencuat diantara mega-mega

Ngawi, 01 Maret 2013


REMBULAN RESAH


Rembulan merah melesat daun jendela
Ada gerak hendak terbaca
Dalam tarian muram durja
Menanti bintang tiada kunjung datang
Seperti bayang dinding basah
Membawanya pada dekapan langit
Yang hangat
Sembari bercanda ria
Sebelum pagi menjemput nirwana

Ngawi, 27 februari 2013


KERELAAN


Wahai mawar,
Andai engkau memintaku baringkan dada
Dengan rela kan kutegahkan kukuh rasa
Andai engkau memintaku menjadi cawan tiap gelombangmu
Aku kan dengan sabar menaunginya
Tapi, jangan engkau meminta
Bawakan senja gelisahku
Yang legam di atas laut biru

Wahai mawar,
Daku nanti engkau seperti fajar
Berharap kan membawa terang
Menyingsingkan redam malam
Seperti sadjakku

Ngawi, 13 Februari 2013


WAJAH HENING


Malam yang rabun
Bawalah rinduku melebat hening
Sementara bayang yang tak kunjung redam itu
Menjadi warna pada kalerder tua
Tak pernah pudar lamat surya fajar
Seperti memandang laman pada arca purba
Pasti terasa ngilu di jakunmu
Meski aksara jelas terbaca
Tetap malam semakin terpesona
Sebab gairah cintaku menyala melebihi lalat api

Ngawi, 23 Februari 2013


DESAH KENARI


Ini cerita seekor burung kenari
Menari-nari dalam sebuah sangkar
Dengan warna bulu ia menawan setiap patah mata
Apalagi kala merdu suaranya mengalun diantara terik kemarau
Membawa kalbu tertatih-tatih mengendap di sebuah dasaran yang di namakan syahdu
Hingga lalu-lalang sepoi udara sejenak diam
Memberi ruang pada rindunya
Jika saja aku dapat membaca teriak kenari itu
Pasti bukan sebuah sapa manja dan kehangatan
Namun sebuah desah ngelu bibirnya teramat kaku
Berharap menakluk curam hutan
Dalam pelukan kekasih diam-diam

Ngawi, 18 Februari 2013


HARAPAN


Sekembalinya pintu mata kembali terbuka
Menatap wajah pagi dengan bening embun mengecup sendu kalbu
Sebutir debu yang larut oleh deburan air itu pun kembali bersolek di muka cermin
Nampak begitu lekat, seperti Arca yang telah mempurba memunguti liar ketajaman
Dan menitipkan sederet pesan
"jangan kau putus layang-layang dari genggaman benang"

Ngawi, 18 Februari 2013


SEMALAM DI NEGERI MESIU


Hujan yang tumbuh di mulut mata,
Menjadi tarian pecah pada keheningan
Saat usai percintaan langit dan matahari ambyar
Melekatlah seurat wajah baru menghiasi pigura
Aroma dupa kembali terkuak
Memunguti liar beku malam
Dan sepi yang tiba-tiba membungkus kalbu
Jadilah selapak cermin ditengah lautan
Dalam bara bayang-bayang

Ngawi, 18 Februari 2013


TEMPAT SEMESTINYA


Di sini,
Tempat di mana tumbuhnya ranting
Kian menjalar menjadi dahan
Yang akhirnya warna itu mencahaya
Di sini,
Ada yang kembali meraba kalender tua
Yang telah usang dan termakan taring rayap
Meski angkanya tetap tinggal
Dan disinilah,
Tawa-tawa kecil itu terdengar begitu kaku
Larut bersama dekapan malam
Menawar lagi bisu yang telah menjadi abu
Terbang tinggi dengan sayapnya yang basah
Menjadi hujan menunggu pagi
Dalam keringnya dahaga
Sedang di samudra telah menempatkan jajaran nama
Yang takkan terkelakkan
Sebab kita kakitangan-kakitangan menanti hangusnya cuaca

Ngawi, 01 februari 2013


AROMA ABADI


Andai engkau bertanya tentang jejak
Jejak itu telah kubungkus dalam ruang beku
Dengan pagar tenang
Dan disampingnya telah kutanam hutan lebat
Sebagai penghias ketajaman
Cukuplah harum itu berada pada bunga merah
Yang meranjah taman malam

Ngawi, 28 Januari 2013


SILUET LANGIT SENJA


Senja yang sama kembali menjadi butiran kaca
Lantas kupanggil namamu Nur
Wajah itu yang mengkedip selayaknya siluet
Menjadi cahaya lilin di tengah gempita ruang
Saat mata mulai terjaga dalam keasingan

Angin pun kembali mengajakku melaut
Mencakar luas samudra menelanmu
Seribu camar mengiring badai dengan sayapnya
Melambai-lambai seperti hendak membelai
Merangkai seikat ganggang merah
Lantas membungkus wajah senja
Yang menari dalam derai hujan tua
Dan tak henti-hentinya bersendawa: tepiskan dukamu sebelum laut menjemputmu

Meski jemari tak kuasa membelai
Namun seribu candaku menghantarkan malam
Dalam purnama mengitari langit senja
Nur..

Ngawi, 28 Januari 2013


PERJALANAN MUSIM


Sepanjang musim membelai telapak mata
Tumbuh bunga-bunga mekar merundung kekar
Memberi tajam lembah taman dengan segumpal warna
Dan lebat hutan seperti hendak mengangkat kemiskraman
Setajam mata menerjang badai
Memenjarakan baris pelangi dalam dekaban malam

Seandainya engkau mawar yang hendak mempesona malam
Pastilah kan kuculik engkau dibalik kelambu dingin
Biar malam tak henti-hentinya riuh
Bersamamu yang sedia menabur keruh
Meski kita sebenarnya tahu
Danau apa yang kan menjemput kita

Inilah perjalanan riak meniduri musim
Sebelum benar-benar bunga tumbuh di ladang sayang

Duh mawar,
Dendang senduku teriring bersamamu
Meriuhkan senja kelabu

Ngawi, 16 Januari 2013
Read More..

Gersang Selegam Arang


ARANG


Katupkan bibirmu keduanya, diam dan tegas
Serapat hatimu tercengkerama bidikan
Nyaris kikis pada leburan bayang
Yang dipisah oleh impian lembut bercampur manis
Tiap kata mesti berakhir dalam madu membius
Di zaman kabur ini, penuh bimbang dan ragu

Dengan kata-kata hidup kau ditebus
Seindah sadjak kapujanggan
Hilanglah rusuk jauh dipandang
Jika mungkin bergemuruh pada angin tak sedap
Menelanmu laksana api membakar tulang
Dan seluruh bangsamu malang berkhubur di bawahnya
Sehangus arang

Ngawi, 11 Maret 2013


KEMBANG MAWAR


Aku mau bawakan dikau kembang mawar itu pagi
Tapi berlebihan kau taruh di pigura kamar terkunci
Hingga lantaran sendat,
Kancing tak tahan mengikat
Putuslah itu kancing
Mawarpun berberai diterbangkan angin
Ke laut semua perginya
Mereka ikut bersama air untuk tak berdermaga
Dan gelombang kelihatan merah
Seakan api menyala
Jadilah malam itu bajuku basah
Wahai,
Hirupkan padaku kenangan yang wangi
Seperti pertama tumbuhnya musim semi

Ngawi, 10 Maret 2013


MUSIM GUGUR


Malam perak bangun di tengah dingin yang sedap
Suara gadis-gadis dilemparkannya kepada angin
Sabit dari bulan membungkuk untuk mengusap
Rambut yang ditaburi gelap dengan sedikit embun

Ombak yang kecimpung,
Suara-suara dalam gelita,
Suatu bayang terjatuh dibalik tabir cahaya,

Suatu cermin,
Pada mukanya musim gugur seakan menafaskan abu-abu
Perak dari mimpi-mimpiku

....................


LEMBAB


Kian fajar rinduku menajam arang
Seperti mentari pagi yang hendak memberi cahaya
Sementara embun lelah kejar-kejaran
Jadilah lembab telanjang

Telah kupenjarakan wajahku pada dinding kesunyian
Begitu padat, seperti padatnya kalbumu mengendap dalam ruhku
Telah pula tiada lelah kukejar hujan
Dan menjadikannya sederat jejak bisu
Yang kelak kan tertulis serbagai sebuah almanak merah
Saat masanya tiba

Ngawi, 10 Maret 2013


GERSANG


Dalam tegunmu,
Telah kubariskan sekuntum bunga
Seperti kuncup mekar, saat pagi mengurai teduh embun
Sedang aku terlampau bosan dalam pengembaraan bumi
Bersama langit-langit menggulung
Sebab, lamat jejakku menjadi asing dalam gairahmu

Ingin kuteguk airmu
Lelapkan segala haus setia
Seperti Darwis dalam geramang tahlil tak usai-usai
Berharap lekas sampai di sebuah pulau
Menidurkan rontok almanaknya

Dan malam yang asing
Jangan kau tawan diriku lagi di lembahmu
Atau kau copot biji mataku
Sebab aku semakin tak berdaya
Saat kau bawa bidadari itu dalam kelambuku

Biarkanlah diriku telanjang malam ini
Memunguti dingin dan sepi
Sebab, puisi telah membuatku tak berdaya
Merebutku dari wajah kekasih tercinta

Ngawi, 11 Maret 2013
Read More..