Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Rabu, 13 Maret 2013

EPITAF

Semenjak malam asing menjadi hening,
Diam itu nampak memainkan wajah rembulan
Suara-suara yang pecah mengambang diantara harum pupurnya
Memunguti riuh kabut dalam genggaman samudra
Dan pada langit-langitnya, bulir-bulir embun bermesraan
Seperti menyambut pagi mencahaya
Usai menenggal kelu mimpi
Tapi tak,
Samudra itu belumlah menggulung
Hingga takhlukkan tekluk-teluknya tercuram
Sedang waktu masih jelas terbaca
Melambai-lambai pesona

Dalam sunsang, angin pun menjerit
Meminta kembali tuannya
Berguru pada beku malam
Semenjak jari-jari hujan rontok membasahi nampan
Dan gericik airnya menjadi sungai dangkal
Lantas terurai oleh lebat hutan yang tiba-tiba saja miskram
Dari lengket lumpur yang melilitnya

Pernah seorang bapak berkali-kali menuliskan sepenggal kisah
Dalam kertas lotere habis masa
Tentang jejak perjalanan perompak menakluk luas lautan
Berharap menjadi nahkoda yang haus mengangkat sauh
Menerjang ceruk-ceruk karang
Seperti penangsang mengasah tajam lancip kerisnya
Dan maju ke mendan perang
Berselendang panji-panji kemenangan
Tapi tetap,
Sejarah belum menempatkannya sebagai catatan keabadian
Sebab puncak peradaban belumlah sampai

Menikmati beku malam di atas geladak perahu basah
Dalam hitam dan merah
Tak ada lagi yang dapat dilakukannya
Selain berharap musafir kan datang
Lantas membawanya pada perjalanan yang lebih asing lagi
Singgah di pulau baru
Dengan wajah baru
Hingga musim tak lagi cemburu


Ngawi, 13 Maret 2013
Read More..

Bulan Kuning Sebentar Lagi Kering

Siang panjang itu berakhir dengan bulan kuning
Yang perlahan bangkit diantara pepohonan
Sementara di udara menyerbak dan berkembang:
Bau air bertiduan di langit-langit meleret

Insyafkah kita, bila tertawa di bawah surya Memanggang
Kita siksa tanah merah dan jerami yang memberkah
Tahukah kita, bila kaki menginjak pasir gersang
Ia tinggalkan bekas langkah bagai langkahnya darah
Tahukah kita, bila kasih menyulangkan nyalanya
Di hati kita yang resah dengan siksa putus asa
Tahukah kita, bila padam api yang membakar
Bahwa nanti baranya mesra berasa lidah
Tahukah kita, bila haus kan menelanjang
Pada seka-seka hujan yang ambyar berakhir basah

Dan bahwa hari getir dekat silamnya, di serbak rangsang
Bau air yang kecut termenung diantara pimping basah
Nanti perlahan bulan kuning berakhir dalam kering
Diantara pepohonan meningkat jadi purnama
Dalam aroma bunga dan abjad-abjad tua
Menghunus sepimu

Ngawi, 13 Maret 2013
Read More..