Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Selasa, 19 Maret 2013

YEM




yem,
aku pesan nasi pecelmu
jangan terlampau pedas atau asin
aku tak ingin lidahku marah
melumatmu dengan segala desah
dan segelas air putih saja, yem
pereda dahaga telagaku
menjumpai tengara panjang
lautmu

jangan lupa rempeyek terinya
menambah nikmat lalapan kemangi
pada amis lauk setelah usai merasa
redam dalam kalbu rasa
dan gigi-gigi mencincangmu
dengan rakus

segeralah yem
perutku sudah tersiksa
ribuan hari merindu nasi pecelmu
semenjak seberang samudra menawan beku
dalam gemuruh ombak yang sepi
meniduri bayang-bayang
menjadi pelaut haus daratan
mengecup hujan angin
yang bermesraan

Ngawi, 7 Nopember 2012

Read More..

TEGAK


Danau yang tenang
jumpai aku berenang pada kedalamanmu
menikmati ceruk-ceruk yang tajam
menanam sehelai biji ganggang begitu dalam
lantas esok hari kan tumbuh merambah
dalam erat mata meracaki cahaya
menjadi ranting mengikat taut-menaut
antara ruh dan telaga
saat riuh benar-benar redam
tertidur dipangkuanMu

bukan sekedar menjadi angin gaduh
mengecup saat temaram
seperti api meyala-nyala dalam tungku
menjadi amarah setiap belah
lantas redam jadi bara
namun tegak yang setia membelah muara

tak ingin pula menjadi musafir yang dingin
menjejak perjalanan kekasi
pada gagap tarian rumbainya
hingga kesepian merajut diri
langkah seribu bayang
seperti seorang penyair
terlampau cinta syair
meninggalkan madunya di pengkol jalan
saat malam meraung minta pelukan

"aku ingin berjalan sama rata"

Ngawi, 7 nopember 2012

Read More..

BEKU



pagi mengubur kembaraku dalam sayatan debu
menjadi abu sisa-sisa pembakaran yang tak usai-usai berdendang
menarikan danau bara
dan semesta hujan tiada reda
semenjak senja membungkusnya perlahan-lahan
di balik persidangan malam

gelap mengejar seribu bayang
mengulitiku dalam siluetnya
seperti yang telah terlukis pada arca melumut
menjelaskan cerita akan indahnya bunga tumbuh di taman
sebelum keharumannya usang
di telan sang bayu
bertualang di lebat rimba

lautan telah lama menggenggam kebekuan
pada perahu yang karam saat kembali berlayar
seperti atlantik yang kejam merajam
tempat bercintanya malam dan dingin
dalam keasingan

"pagi, jangan kau bakar diriku dalam tandukmu
sementara senja semusim lagi kan berlalu
sembunyi pada ruang tiada pintu"



Oh...
di mana lagi tempatnya pagi berada
membawa embun menitih dedaunan
sebelum akhirnya sirna pula pada ketajaman


Ngawi, 12 September 2012
Read More..

HUJAN KEMBALI BERCINTA


tak ada yang mengajakku berlarian ditamanmu
mencium keharuman bunga yang baru mekar kuntumnya
terpakan cahaya kemerah-merah mudaan penjarakan setiap sapa
seperti embun yang tumbuh di pagi hari hinggapi lembar dedaunan
sejuk menyayat-nyayat teduh telaga dada saat meretasnya dalam-dalam
seperti pula tangisan bayi yang pecah saat terlahir dari rahim sang ibu
dan sang bapak lantas membisikkan sebait pesan ditelinga
"nak, bercintalah sepertiku kelak engkau masanya tiba"

tak ada kata yang terakit menjadi puisi
karena dalam puisiku tumbuh kedustaan
bahwa kuntum bunga kembali meruncingkan duri-durinya
menusuk tajam hingga urat nadi mengelupas dalam kelu
pada tangkai yang setia menenun kelopak
jadilah badai yang berangsut-angsut tak redam
seperti kebrangusan sang rahwana membakar angkara
menjadi lautan api
saat gagal menculik dewi sinta dari lingkaran magis

tak ada lagi yang bisa terbagi pada hujan dimulut mata
dalam lautan yang menggelorakan gemuruh gelombang merajut
mengawali perjalanan angin mengganti musim
tinggallah bayangan yang sembunyi diselaput cahaya
mengkufuri lukanya sendiri
seperti layang-layang mabuk kehilangan keseimbangan
saat terbang terbengkalai dari benang pemancang
menahannya sudah tak mampukan diri

tak ada lagi cahaya mengkerlip di hamparan langit malam yang kosong
tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali mentakzimi sunyi dalam syahwat yang tak tuntas-tuntas
sebab dunia sudah tanpa alamat.

Ngawi, 09 Oktober 2012
Read More..

SOLMISASI



La,
aku menjadikanmu syair butiran rasa
sejak pertama kukenal parasmu setelah sol
di bawah hujan yang menggila kita menikmati dekaban angin
membunuh sepi dengan tarian basah
menjadi sepasang jemari mungil yang erat
yang di ujungnya tersimpul sebuah kata cinta
seperti langit dan awan bermesraan tiada henti
mengusung musim silih berganti

La,
jadikan si sangatlah berarti dalam ruang tapakmu
menikmati setiap langkah-langkah bisu mengeja
merajam jejak-jejak yang menista di balik lipat dada
pula saat engkau memainkan cermin kamarmu
pajanglah selalu bayang-bayang disudutnya
biar rasa akan semestinya saling menjaga waktu
dalam jeda-jeda mendebu

La,
bila nanti do tiba
jangan engkau sembunyi lagi dibaris nada
atau berlari dari oktaf yang telah merindumu
memainkan canda seindah ritme melodi tua
sebab nada akan terhenti tanpamu mengayuh dekaban
mengiring syair lagu cinta muda
seperti kenari dalam sangkar berkicau di pagi hari
memanggil-manggil nama kekasihnya

La,
mari kita saling sempurnakan lagu indah ini
dengan musik mengusung tema cinta
dalam melodi yang mesra dan lembut
aku menjadi syair dan engkau nada
hingga panggung sandiwara usai masa
pulang meninggalkan nama


Ngawi, 11 Oktober 2012
Read More..

Mencari Jalan Mengubur Kegelapan


pagi mengejar mentari
embun merancak di ubun-ubun dedaunan
kuncup-kuncup kerutkan dagunya yang manis
menguliti lembar telagaku dalam setiap sapa
bersama angin menerbangkan sayap patahnya melelah
angslup ke dasar jantungku
menjadi kepingan yang tak usai menjumput bayang-bayang
kelak dimana dunia tempat mengeja jejak-jejak bisu
menyematkan nama bapak Ibu di atas roda

"putarkan rodaku kembali bapak, aku ingin sampai di ujung jalan
menjumpai kekasihku tersayang"


lama kusandarkan pada langit, pada bumi yang asing bulat
tak jua mendapati telaga teduh tempatku membasuh diri
meminum airnya yang keruh dari lumpur merebah
lantas kembali menyisir tiap bulir rambutnya yang mulai tumbuh
dan memberi cahaya pada kutu-kutu berlarian di dedanau merah
saat berenang pada kedalaman yang dangkal
yang dulu sempat menyematkan segelincir debu di sudut mata
indah bah pelangi jiwa

apa semestinya kubungkus saja langit
kutenun malam pada galaksi bintang
sebagai benih-benih kosong yang redup
saat mereka kian melantangkan kakinya yang kuat
seperti bunyi surau memanggil dalam hitungan detik
dan detak jam yang menggantung di atas jendela
melihatku tiada jengah diri merintih
meniduri awan gelap membungkus

kemana lagi kan kucari pintu teduh berada
sementara alir air sungai kian memanjang
dimana samudra kan menyandingkan ceruk-ceruknya
sebagai gugusan-gugusan cerita
dan memilinnya menjadi sepasang kekasih

"tak usar kau keder
cukuplah kan kuretas dalam-dalam
setiap parasmu yang menawan"

Ngawi, 11 Oktober 2012
(puisi buat Imamura Cah Kene)
Read More..

Dik Sri 21

Dik Sri,
andai esok hari mentari telah bermula membawa cerita
menanam embun-embun yang laun redam oleh cuaca
janganlah gelisah mengurai segala desah
mencakarmu seperti rajam

Dik, sebelum esok pagi bermula
marilah kita bawa malam ini dengan segenggam cerita
dalam hujan yang membasahi kelopak mata
mabuk diri tiada tuntas-tuntas
berjatuhan lungsruk kedasar ceruk-ceruk jantungdan memilinnya menjadi sepasang kekasih

andai rerumput yang pernah tumbuh sepanjang perjalanan melayu
biarkan semuanya menjadi batu menghitam di pusara
mengendap dalam sukma mengeja
karena debu pasti tersarang angin berabumenjadi tikaman tiada pintu

Dik Sri,
dekablah renta malam ini
menjadi lautan berapi-api menyalat rupa
akupun merasakan kesamaan warnapada sejumput ruas pertapa

Ngawi, 27 Oktober 2012
Read More..

CAHAYA MALAM



"malam menyanding cahaya keemasan"

melukis kuncup daun ditepian jalan
seperti membaca kembali cerita komik
terbeli dari pengepul buku bekas seharga lima ribu perak
di mana sampulnya masih bening
hanya bercak noda melumuri lipatan-lipatan halaman
akan coretan pena pembaca sebelumnya
yang merasakan keindahan

gerimis yang meruncing kian membekab
memasungnya dalam sejumput epitaf
menunggui musim berbiak perpanjang malam
lantas menariknya dalam leret cahaya bintang
di balik ruas jendela yang terbakar
menghitung kembali tiap helai rambut Ibunya
yang telah terbaring dipangkuan malam

melihatnya seperti membaca lukisan arca-arca
membangun sebuah candi yang kokoh dan melumut
menelanjangi mataku tiada habis-habisnya berbisik
"sehebat apa engkau menari"

dan tiada lagi yang mampu terbaca
selain mengurai kuncup daun ditepian jalan
menawarkan cincinnya di malam rembulan
dalam cahaya malam keemasan

Ngawi, 31 Oktober 2012
Read More..

TARIAN LANGIT


"tak ada garis yang sudi terbaca"
bila kau melihat basahnya hujan
jangan engkau pertanyakan seberapa deras jam-jam memilinnya
pada bumi yang sedang menarikan tarian langit
akan rembulan keasikan memainkan cahaya
seperti aktor dalam panggung yang gagal
memimpikan pengunjung memberi sorai tepuk tangan

bila malam larut panjang
menjadi hujan yang menjarum
dalam syahwat tak tuntas-tuntas
sepantasnya perjalanan asing membekab diri
seperti nahkoda kapal yang berdendang
nabuk menjumpai kedangkalan lautan

dan bila fajar tiba
berharap bening embun mendapati dedaunan
menjadi bidadari menuruni tangga pelangi
dalam kesejukan mentari datang pulang
akan surat cinta yang pernah kehilangan sampulnya
beserta bunga mawar kering di saku kemeja
sebelum senja melilit jagat raya

Ngawi, 04 Nopember 2012
Read More..

DUA BOLA



JEJAK YANG LAMAT

Duh kekasihku,
bayangmu mengendap-endap sukma
marajam-rajamku menekuri perjalanan
seperti leret matahari di malam purnama
merasuk kedasar samudra
hingga ceruk-ceruknya yang paling dalam
seperti air kali mendapati lautan
dalam keruh dan beningnya
menyatu dalam kilatan melalap
semenjak jagat menarikmu kembali
terbang dengan sayap biadari
lalu redam dibaris warna
pada suara terakhir
pula sayatan yang terakhir

Duh kekasihku,
jadilah hujan meruncingkan diri
membungkus dua mata merasa
bersama bau ampo tanah
yang merangkulmu begitu dalam
begitu erat mesra
dan senyap kamboja mengenang
menahan kisahmu sejenak dalam tawa
dibaringkan jagat

Kekasihku,
memang engkau mentari membawa embun di dedaunan
laun sirna dalam jejak yang masih lamat terbaca

Ngawi, 08 Nopember 2012



Kuthir Kenthir


hahahahaha
hahahahaha

thir, kuthar kuthirrr
kuthar kuthirrr
kuthar kenthirrr
kuthar kenthirrr
kenthar kenthirrr
kenthar kenthirrr
kenthir nyengirrr
nyengir nyengirrr
nyengir nyengirrr
nyengirrr
ngirrr

ngirrr

irrr

irrr

irr

ir

ir

.

.


hah..

khruukk

hah..

khruukk



Ngawi, 8 Nopember 2012
Read More..

BAYANG_BAYANG


saat nanti datang perjumpaan
ada yang menari-nari diantara barisan gigimu
menjadi jam-jam bermain yang panjang
berjalan dilembah mandalawangi
langitpun penuh cahaya
dengan sayap surga

keesokan hari,
saat jam-jam mengudara
aku mulai membaca cahaya matamu
ada barisan warna yang berontak
hendak keluar, tapi tak berdaya
seperti napi dalam lapas
berharap bebas tapi hukuman baru setengah hari
merindu kekasihnya sendiri
seperti pula laut menahan gelombang
menyimpannya pada ceruk-ceruk karang

lalu gerimis pecah di bibir matamu
terjatuh dengan runcingnya menembus ruang
menjadi hujan pertama di musim kemarau mengecup tanah
lumer memeluk ranting
saat bayangku mulai redam ditelan angin
kembali kekeasingan malam

dan di kelu bibirmu
tak ada lagi yang dapat terbaca
selain kalender yang angkanya tetap tanggal
termakan hari-hari mempurba
sebab bukan perpisahan menusuk sukma
namun jejaklah yang lamat terbaca

Ngawi, 11 November 2012
Read More..

KOTAKU TELANJANG




Kotaku masih tetap sama
semenawan pertama berjumpa memainkan angin
melukis bisu langit dengan jemari-jemari halus
dan menyimpuh harum disetiap helaian kabut
dalam corak warna dinding yang sama pula
membekabku mencakar-cakar diri
menjadi cahaya senja diseberang kotamu

Kotaku masih saja sama
menjadikanmu lilin kecil
pada gempita malam telanjang
saat mataku mulai rabun
rambutku kian tak tersusun
dan kakiku merasakan ngelu
terpenjara kebisuan hari
terbrangus derai sepi
yang menyebutku maut
meraut kebengisan

Kotaku masih menjadi nama lagumu
pada sorai kecapimu yang anggun
dan dendang sendumu, meranah lembut sutra
mengurai perjalanan suara
yang terbata-bata membaca cinta
di bulan purnama esok lusa
musim pertama

Kotakupun hanya kisahmu
menakhluk curam-curam hutan
desah tebing-tebing karang
karena di balik kukuhmu aku ingin manari
dalam panggung sandiwara
sembari meliuri sunyi dengan syahwat tak usai-usai
seperti penyair yang mabuk menyair
menunggui tulisannya berdiri di media kabar
bermimpi sorakan pembaca memberi tepuk tangan
kemana-mana menyanggul pena
sebelum akhirnya terbakar

menunggui musim berbiak,
tak ada lagi yang mampu kutuliskan
selain kotaku telanjang


Ngawi, 11 November 2012



Read More..

Dik Sri 22


Dik Sri,
aku pulang
lihatlah, keranjangku tak sepenuh kemarin
hanya ada seikat kardus, botol-botol minuman, dan beberapa kaleng oli
meski telah sehari penuh kususuri jalan hingga tepian sungai
segalanya raib Dik, sebelum aku datang
sekarang jumlah pemulung berlipat ganda dari tahun kemarin
kian meningkat pula tunggangannya, berkuda besi
yang kaki-kakinya kian bersilau, berpiama
jadi lebih cepat memulungnya
tak sepertiku

iya Dik,
tadi aku juga menemukan kemeja yang masih pantas kupakai
pertama melihatnya aku kaget sekali dik, soalnya terbungkus plastik merah
setelah kubuka dengan hati-hati, hatiku baru lega
bahwa di dalamnya hanya lipatan kemeja panjang bercorak daun coklat tua
kubolak-balik dan kuamati hanya hilang kancing no dua dari atas saja kok
nanti kau sulam saja dari kancing baju lamaku yang telah kau pakai lap piring di dapur
beda warnanya pun tak apa
lantas kau cuci bersih, dan kau kasih pengharum lagi biar wangi
biar seperti baru
kau tak malu kan Dik, bila kupakai kemeja itu kekondangan bersamamu?
seperti engkau tak malu setia padaku



Ngawi, 21 November 2012

Read More..

TUHAN




Tuhan,
jadikan saja diriku syahduMu
yang tumbuh dalam tiap resah dan desah kalbuku
atau kembalikan saja diriku
pada nutfah dan tulang belulangMu

Tuhan,
aku ingin menari di punggungMu
kian lembut, dan geramang syahwat menggebu-gebu
seperti darwis dalam rumbai-rumbai gagahnya
bugil di atas kota senja

Tuhan,
aku ingin rajamMu
biar diriku mengerti
seberapa besar cinta-cinta
seberapa tegar rasa-rasa

Tuhan,
sebab aku malu ...

Ngawi, 14 Maret 2013
Read More..

SATU KATA WAKTU




Malam hening menyepuh sepi
rapuh raga seakan tiada mampu menaunginya
dalam gairah rindu,
sukmaku angslup diantara  dataran kalbu
menyulur lidah pada sang kekasih di atas jung-jung perkasa
yang setia memberi gelisah tiada tuntas-tuntas
lantas langit-langit pun runtuh
menjadi butir-butir hujan yang tumbuh 
dan terjatuh membasahi kusut dada
dalam ronta-ronta

pagi sendiri entah kongsikan wajah dimana
saat embun-embun menafaskan aroma bunga merah
saat deru-deru suara beterbangan diantara ujung menara
menjadi tanda, mulanya jejakmu dan jejakku terlahir kembali
seperti tangis bayi yang pecah di pelukan Ibu
meminta susu dari haus jakunnya
dan lapar melubung sukma sebelum cahaya merebut cinta
memancang bendera pada tiang kapal
lekas berjalan melukis jejak lagi

siang laun bertaburan, menjadi bara mengepul di sudut-sudut pintu
menanak liar kembara dari surya membakar cadas tanah
saat sulur-sulur pohon menawarkan aneka jajanan pasar
gethuk lindri yang empuk lezat disantap pelan-pelan
tertata rapi pada nampan sembari memutar bola mata
beserta sari-sari teresan buah ketela menguak dahsyat dinding langit-langit
jadilah awan membubung, lantas terebah pada gulung samodra
dan seribu bintang beterbangan menghantarmu menemu mimpi 

menuju pada senja, tak ada lagi yang dapat dilakukan
selain geramang kian menggeramang,
hujan kian menghujan,
dan rindu semakin menusuk kalbu
seakan tiada jengah menyusun kembali almanak yang rontok ditelan beku awan
pada cermin yang berkali-kali retak tak berpigura,
yang pernah terbuskus oleh kafan hitam di tengah-tengah gurun beku
jauh dari hangat dan syahdu
sebab,
hanya kecintaan tempat sesungguhnya tiap butiran debu

dalam takzim dan gairah resah, disitulah segalanya berakhir
hingga malam kembali menjemputnya pulang
menuju era baru
yang tertinggal hanya sadjak menekuri tajam semesta

Ngawi, 18 Maret 2013


Read More..