Selepas fajar
Semua mata terpana pada istana raya
Di beranda, lambai daun kelapa muda menyambut dalam segar
Kaki-kaki tegas berdiri lugas berkenakan piama dan jas
berselendang panah mesiu
Matanya tak henti diam dalam gerak lambaian tangan
bila ada bau sampah berani hembuskan batangnya
Kala empat kaki tak bernyawa mulai berdatangan
Penuhi perjamuan tepinang
Pada pertapaan tuan semua nyawa
Rintih hujan turut serta membungkus kado sejuk pagi
untuknya
bersama hangat mentari cerahkan kesenyapan
dan
Tarian-tarian penantian pun mengisi kegaduhan
berirama dendang loh jinawi
begitu pula rinai burung-burung berkicau unjuk gigi
pada ranting pepohonan
semua melebur dalam derai air mata keharuan
bukan sebuah perpisahan
namun muara senyuman
ya,
memang ini awal cerita
Sang Tuan muda menenun hikayat pertalian
melabuhkan cinta bersama cempaka kasihnya
semenjak berjumpa lima tahun yang lalu
meniti ayah dan bunda
dalam perjamuan kedaulatan Cipanas tertawa
ya,
Semua mata tertuju pada kandang megah ujung kota
mengukir sadjak cerita
Antara Ibas dan Aliya
dalam mata dan kata
Cipanas terhias cempaka
Ngawi, 24 November 2011
( sadjak buat Ibas dan Aliya )
Tidak ada komentar :
Posting Komentar