Dik Sri,
Malam telah larut, rebahkan tubuhmu sebentar
Jangan engkau paksakan lagi lelah bibir matamu itu
Aku tak rela, Dik
Andai sebelum fajar kita ketinggalan kereta
Mengecup bening embun percintaan dengan sang kekasih
Sebab lelah memenjarakan ragamu, pula ragaku!
Dik Sri,
Aku tahu, hari ini aku pulang memulung dengan gerobak penuh sampah
Dan sampah-sampah itu menunggu sapa lembut jemarimu
Aku pula mengerti, kerelaanmu mencintaiku dalam putih kasih
Tiada resah pun gelisah
Dan aku sangat-sangat mengerti Dik,
Esok hari menanak nasi
Namun,
Bukankah kita lebih mengerti lagi
Bahwa percintaanlah yang lebih abadi
Dik Sri,
Mari, lekas rebahkan lesu raga ini
Biar sebelum fajar tiba,
Kereta kan tepat membawa kita dari stasiun yang sama
Dalam percintaan yang lebih hangat dan lebih mesra lagi
Dari sebelum-sebelumnya
Malam telah larut, rebahkan tubuhmu sebentar
Jangan engkau paksakan lagi lelah bibir matamu itu
Aku tak rela, Dik
Andai sebelum fajar kita ketinggalan kereta
Mengecup bening embun percintaan dengan sang kekasih
Sebab lelah memenjarakan ragamu, pula ragaku!
Dik Sri,
Aku tahu, hari ini aku pulang memulung dengan gerobak penuh sampah
Dan sampah-sampah itu menunggu sapa lembut jemarimu
Aku pula mengerti, kerelaanmu mencintaiku dalam putih kasih
Tiada resah pun gelisah
Dan aku sangat-sangat mengerti Dik,
Esok hari menanak nasi
Namun,
Bukankah kita lebih mengerti lagi
Bahwa percintaanlah yang lebih abadi
Dik Sri,
Mari, lekas rebahkan lesu raga ini
Biar sebelum fajar tiba,
Kereta kan tepat membawa kita dari stasiun yang sama
Dalam percintaan yang lebih hangat dan lebih mesra lagi
Dari sebelum-sebelumnya
Ngawi, 08 Maret 2013
Tidak ada komentar :
Posting Komentar