Katupkan bibirmu keduanya, diam dan tegas
Serapat hatimu tercengkerama bidikan
Nyaris kikis pada leburan bayang
Yang dipisah oleh impian lembut bercampur manis
Tiap kata mesti berakhir dalam madu membius
Di zaman kabur ini, penuh bimbang dan ragu
Dengan kata-kata hidup kau ditebus
Seindah sadjak kapujanggan
Hilanglah rusuk jauh dipandang
Jika mungkin bergemuruh pada angin tak sedap
Menelanmu laksana api membakar tulang
Dan seluruh bangsamu malang berkhubur di bawahnya
Sehangus arang
Ngawi, 11 Maret 2013
Aku mau bawakan dikau kembang mawar itu pagi
Tapi berlebihan kau taruh di pigura kamar terkunci
Hingga lantaran sendat,
Kancing tak tahan mengikat
Putuslah itu kancing
Mawarpun berberai diterbangkan angin
Ke laut semua perginya
Mereka ikut bersama air untuk tak berdermaga
Dan gelombang kelihatan merah
Seakan api menyala
Jadilah malam itu bajuku basah
Wahai,
Hirupkan padaku kenangan yang wangi
Seperti pertama tumbuhnya musim semi
Ngawi, 10 Maret 2013
Malam perak bangun di tengah dingin yang sedap
Suara gadis-gadis dilemparkannya kepada angin
Sabit dari bulan membungkuk untuk mengusap
Rambut yang ditaburi gelap dengan sedikit embun
Ombak yang kecimpung,
Suara-suara dalam gelita,
Suatu bayang terjatuh dibalik tabir cahaya,
Suatu cermin,
Pada mukanya musim gugur seakan menafaskan abu-abu
Perak dari mimpi-mimpiku
....................
Kian fajar rinduku menajam arang
Seperti mentari pagi yang hendak memberi cahaya
Sementara embun lelah kejar-kejaran
Jadilah lembab telanjang
Telah kupenjarakan wajahku pada dinding kesunyian
Begitu padat, seperti padatnya kalbumu mengendap dalam ruhku
Telah pula tiada lelah kukejar hujan
Dan menjadikannya sederat jejak bisu
Yang kelak kan tertulis serbagai sebuah almanak merah
Saat masanya tiba
Ngawi, 10 Maret 2013
Dalam tegunmu,
Telah kubariskan sekuntum bunga
Seperti kuncup mekar, saat pagi mengurai teduh embun
Sedang aku terlampau bosan dalam pengembaraan bumi
Bersama langit-langit menggulung
Sebab, lamat jejakku menjadi asing dalam gairahmu
Ingin kuteguk airmu
Lelapkan segala haus setia
Seperti Darwis dalam geramang tahlil tak usai-usai
Berharap lekas sampai di sebuah pulau
Menidurkan rontok almanaknya
Dan malam yang asing
Jangan kau tawan diriku lagi di lembahmu
Atau kau copot biji mataku
Sebab aku semakin tak berdaya
Saat kau bawa bidadari itu dalam kelambuku
Biarkanlah diriku telanjang malam ini
Memunguti dingin dan sepi
Sebab, puisi telah membuatku tak berdaya
Merebutku dari wajah kekasih tercinta
Ngawi, 11 Maret 2013
Tidak ada komentar :
Posting Komentar