Masihkah aku harus percaya penyair
Kalau di tiap lorong malam masih tersisa sosok jeritan
Dengan kejam mencabik-cabik sepotong kenangan
Telanjang di muka bayang-bayang
Bukankah katamu dulu,
“Puisi adalah nurani. kutukan Ilahi,
labuhan dari beribu gelora sunyi sepi,
pula gairah rindu di atas segala lekuk tarian elegi”
Bagaimana kumampu memahami setiap patah jeritan yang tumbuh merdu itu?
Andai kerap kali waktu menjelma teka-teki baru
Sedang kunang-kunang telah pulang bersama ribuan burung melaknati malam sembilu
Dan semuanya menjadi kegaiban beku
Bagaimana aku bakal memahamimu?
Oh..., telanjang malam
Mata rabunmu merubah dingin rahasia kuburan waktu
Sebab bulan-bulan masih senantiasa berdarah legam lesam
Menyamaki angin merajut gelombang pulang
Tak bolehkah aku sangsi
Kalau penyair tak lagi jujur berpuisi
Merdu hanya di atas segala bunyi
Ngawi, 05 Mei 2013
Tidak ada komentar :
Posting Komentar