"malam menyanding cahaya keemasan"
melukis kuncup daun ditepian jalan
seperti membaca kembali cerita komik
terbeli dari pengepul buku bekas seharga lima ribu perak
di mana sampulnya masih bening
hanya bercak noda melumuri lipatan-lipatan halaman
akan coretan pena pembaca sebelumnya
yang merasakan keindahan
gerimis yang meruncing kian membekab
memasungnya dalam sejumput epitaf
menunggui musim berbiak perpanjang malam
lantas menariknya dalam leret cahaya bintang
di balik ruas jendela yang terbakar
menghitung kembali tiap helai rambut Ibunya
yang telah terbaring dipangkuan malam
melihatnya seperti membaca lukisan arca-arca
membangun sebuah candi yang kokoh dan melumut
menelanjangi mataku tiada habis-habisnya berbisik
"sehebat apa engkau menari"
dan tiada lagi yang mampu terbaca
selain mengurai kuncup daun ditepian jalan
menawarkan cincinnya di malam rembulan
dalam cahaya malam keemasan
Ngawi, 31 Oktober 2012
melukis kuncup daun ditepian jalan
seperti membaca kembali cerita komik
terbeli dari pengepul buku bekas seharga lima ribu perak
di mana sampulnya masih bening
hanya bercak noda melumuri lipatan-lipatan halaman
akan coretan pena pembaca sebelumnya
yang merasakan keindahan
gerimis yang meruncing kian membekab
memasungnya dalam sejumput epitaf
menunggui musim berbiak perpanjang malam
lantas menariknya dalam leret cahaya bintang
di balik ruas jendela yang terbakar
menghitung kembali tiap helai rambut Ibunya
yang telah terbaring dipangkuan malam
melihatnya seperti membaca lukisan arca-arca
membangun sebuah candi yang kokoh dan melumut
menelanjangi mataku tiada habis-habisnya berbisik
"sehebat apa engkau menari"
dan tiada lagi yang mampu terbaca
selain mengurai kuncup daun ditepian jalan
menawarkan cincinnya di malam rembulan
dalam cahaya malam keemasan
Ngawi, 31 Oktober 2012
Tidak ada komentar :
Posting Komentar