Kotaku masih tetap sama
semenawan pertama berjumpa memainkan angin
melukis bisu langit dengan jemari-jemari halus
dan menyimpuh harum disetiap helaian kabut
dalam corak warna dinding yang sama pula
membekabku mencakar-cakar diri
menjadi cahaya senja diseberang kotamu
Kotaku masih saja sama
menjadikanmu lilin kecil
pada gempita malam telanjang
saat mataku mulai rabun
rambutku kian tak tersusun
dan kakiku merasakan ngelu
terpenjara kebisuan hari
terbrangus derai sepi
yang menyebutku maut
meraut kebengisan
Kotaku masih menjadi nama lagumu
pada sorai kecapimu yang anggun
dan dendang sendumu, meranah lembut sutra
mengurai perjalanan suara
yang terbata-bata membaca cinta
di bulan purnama esok lusa
musim pertama
Kotakupun hanya kisahmu
menakhluk curam-curam hutan
desah tebing-tebing karang
karena di balik kukuhmu aku ingin manari
dalam panggung sandiwara
sembari meliuri sunyi dengan syahwat tak usai-usai
seperti penyair yang mabuk menyair
menunggui tulisannya berdiri di media kabar
bermimpi sorakan pembaca memberi tepuk tangan
kemana-mana menyanggul pena
sebelum akhirnya terbakar
menunggui musim berbiak,
tak ada lagi yang mampu kutuliskan
selain kotaku telanjang
Ngawi, 11 November 2012
Tidak ada komentar :
Posting Komentar