Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Sabtu, 19 Mei 2012

Dari Luka Hingga Tumbuh Cinta

 

Dari Luka Hingga Tumbuh Cinta

oleh Helin Supentoel pada 19 Mei 2012 pukul 6:39 ·
Duhai Penimbun Surga

kutuliskan segala rasa dalam syairku pagi ini
bersama mentari menyibak dedaunan bersimbah embun suci
dan sejuk udara meretas ruang-ruang beku di dada
dengarlah,
duhai pemilik bibir ranum merekah dalam kerudung putih santun
yang tiada satu cerah dan wangi bunga menandingimu dalam mekar
apalagi bidadari-bidadari, kan meraung pada ibunya dirumah
karna cemburu melihatmu meronce kecantikan alam raya
menawarkan cahaya surga kelangkaan
dan pelabuhan akhir bagi perompak lautan
kau telah merenggutku dari pertapaan
pesona kesetiaanku pudar sederas mata air gunung turun keparit
menyuburkan tetanaman semasa kemarau melanda

duhai penimbun surga
kali ini kumaafkan kau dalam dosaku
dalam harummu
namun, bila esok hari kau memainkan canda indahmu padaku lagi,
menjadikan darahku kembali mendidih,
membakar kebekuan luh rasaku,
menumbuhkan kedua tanduk dikepalaku,
sayap di dadaku, lantas mengajakku terbang ke awan putih,
jangan salahkan aku
bila aku terlampau tega menculikmu dari kekasih yang kau cinta

Ngawi, 19 Mei 2012


Seribu Kaki Cemara

Seribu kaki bisu menghantarkan segudang canda seribu cemara melambai
seribu janji-janjipun meretas diantara dinding batu dan termakan udara seribu awan yang bercinta dengan sang kabut
tiada lupa seribu syair tercipta akan segala kemolekan tiada tara berada
dan seribu cerita terjadi disaksikan rimbun hutan dan terjal lembah dalam riang atau nestapa
tiada berbeda pula padaku,
bermimpi singgah sejenak mengucap seribu cinta bersama engkau rembulan
yang telah menawanku seindah bukit seribu kian sempurna menjejakkan mata keagungan
seperti burung-burung terbang menari dengan kekasihnya sembari membelai bulunya yang lembut

belum sempat waktu menjamu segala desah keriangan
awan gelap telah menawan cahaya menjadi padam di balik muara
sirna tiada lagi pulang memberi binar rasa
karna engkau rembulan telah menenun cinta dengan kekasihmu di malam buta
atau aku
yang dibutakan cinta

namun, bila aku ditanya keindahan berada
engkaulah rembulan terindah yang memberi seribu cahaya malam
dan pastilah
seribu janjiku kan tiada pudar meski seribu tahun lagi kita kan bertemu diujung waktu
percayalah.

rembulan, dengarlah
telah satu janjiku padamu terjalan akan satu pintamu di seribu jalan kenangan kita bermadu dengan lembut kasih
meski jari-jari hujan kerap menjamahku tatkala lautan tiada mampu tenang
tersusun dalam butir-butir legam
meretas kepergianmu yang takkan berpulang dalam sayang

engkaulah seribu kenangan terindah sepanjang malam
yang telah membakarku menjadi berhelai-helai abu

Cemara Sewu, 13 mei 2012


Mabok


Aku ingin sembuh,
Aku inginkan sembuh.
bila kalian punya obat mujarab, berdosis tinggi, mampu sembuhkan segala penyakit, lepaskan kerak hati, yang tidak berefek samping,
berikan padaku,
akan kuteguk hingga habis
dan tak kusisakan sedikitpun untuk kalian
biar aku lekas sembuh dari penyakit gila menulis, dan berimajinasi ini
yang telah menawanku acap kali memakan hari-hari

seperti penjudi kartu, atau pecandu narkotika
lebur dalam darahku

aku ingin kenormalan
bebas berjalan dengan cinta
bukan perakit kalimat busuk belaka
menjungkir balikkan segala kemuliaan
pula mengutuk segala kenikmatan
yang kalian anggap indah
juga kalian puji layaknya Tuhan

asal kalian tahu
aku lelah, mendera segala kesintingan
menyulam makna-makna cinta atau nestapa, yang tiada arti apa
aku lelah.
jangan salahkan diriku bila sakau
terlalu banyak menghirup morfin kehidupan
salahkan saja waktu yang telah membuatku tak berdaya
melihat kesombongan dunia dimataku dengan rasa

biarkan aku menjadi anjing betina atau babi
daripada menjadi manusia dengki
yang piawai menelan hati dengan kata, menjadi rakitan syair negri
dalam sebongkah mimpi
mabok..

Ngawi, 10 mei 2012


Membuta

aku cemburu,
kuning rembulan tersibak di lembar dedaunan
kian merekah menebar cahaya keemasan
aku malu,
tiada mampu mengukir syair menawan
rajutan binar-binar rindu kasih
layaknya pohon gundul tiba musim semi
aku merana,
akan segala tatapanmu melesat ke langit
tidak padaku yang menggebu

bagaimana bila kutawan saja kau rembulan malam ini
tuk pereda segala kebekuan rasa
biar tiada lagi yang mampu merebutmu acap kali malam tiba
lantas kupasung kau dalam sebuah almari pendingin
kukunci rapat dengan rantai erat
dan kulempar kekedalaman laut curam
kau lenyap tiada pernah lagi ada yang punya
bersamaku,
membuta dalam cinta

Ngawi, 19 mei 2012


Rembulan Pilu


Semesra udara membelai dedaunan layu ditelan sunyi
rembulan merah telungkup dalam tarian hujan diatas permadani lembut
akan panjang perjalanan semasa ia membuka mata
menanam benih-benih bunga dikebun jingga
sesejuk embun menyambut mentari pagi

kemarau datang,
sumur kering tumbuh diladang
selepas cahaya hilang memandang
laun,
reranting kokoh rapuh
tersulut api lebur dalam abu
yang sebentar lagi sirna dihempas sang bayu

langit begitu jauh mengangkasa bersama sang awan bercinta dalam rindu-rindu sepi
hingga tiada ceria bintang mengatap menjaga malam kian panjang
pula tiada tarian senyum lilin bersinar diatas meja ruang terjaga
yang berada tinggal hampa selimuti beranda rumahnya
begitu pula mimpi, larut sirna meski hampir pagi
usang tiada jejak baki

kegelapan telah menanam segala kesombongannya dibumi
tiada punya malu
pasir putih nan indah tak lagi hiasi bibir pantai
kedalaman samudra telah membawa asam dermaga tempatnya menanti
yang tertinggal hanyalah lautan tanpa garam

rembulan pilu
tepaku gubuk abu-abu
karang runtuh menjadi debu
mengadu ia pada kebisuan waktu
yang tidak mahu tahu

semoga langit kan bicara tentang indahnya senja
di musim yang berbeda
atas nama cinta

Ngawi, 19 Mei 2012


Burung Kembali Bersarang

Seekor burung tertawa kerlingkan mata diatas peraduan kata
sembari kembangkan bulu saat melihat bebungaan memerah jambu
lekas membuka baju,
bersarang

langit-langitnya memang telah memutih
apalagi dua kakinya sudah enggan mencengkerama kokoh
namun, kebosanan bercerita layaknya senja lenyap malam

pada bidak baru ia ingin terbang selesat peluru
jauh memburu selongsong baru

awan gelap seketika memendam malam kian kelam
ia tak ingin bermain dengan angin malu
menyusu pada kesamaan bugil baju
menjadikan bebungaan harum layu

menangis membuatnya kian telanjang,
kian memburu pagi buta
dan teriakan pun terdengar kian menderu
dalam sangkar madu

ya, keglobalan telah merata
meminum puting sendiri sudah menjadi kenikmatan cerita
fashion terbaru
tiada hiraukan sapa saudarinya
mana jerami mana bulu baju serasa sama
subur di musim semi renta

begitu pula matahari,
terbit dari barat

memang semuanya begitu berbeda
kecuali dalam cinta mewarna

Ngawi, 09 Mei 2012


Obsesi

Daun melayang tersapu badai terebah di keranda sebuah kandang sapi
tempat di mana sebuah peradaban terajud maradu
kehijauan ranum warnanya entah mengungsi kemana
tiada kan pulang semusim raya
yang tertinggal hanyalah kepekatan dalam kering dan lungset
bersama sisa liur-liur sapi muda kemarin sore mencoba mengunyah
manjakan taringnya yang baru tumbuh
pula sengatkan ingusnya yang masih lentur dan hambar
belum manis ataupun asin, apalagi amis

kerap rintik hujan mengisi kesejukan
seusai bermain dan menari ditempayan cerita
namun wewangian telah tumbuh di balkon warna
jangan lagi pudar penyesalan
tiada kenistaan, dan tiada cerca cerita bila kau tiada
biarkan saja kegusaran berdiri di petak ruas jendela
sudut-sudut dermaga mala petaka

teruslah meresapi tetaan naskah tanpa bait-bait kata
dalam klimak hingga ending cerita
sebagai,
Obsesi..., mu

Ngawi, 08 Mei 2012


Do'a

Duh Yang Agung
betapa sempurna kelengkapan tercipta berada
keelokan yang tiada mampu terduakan
bagaimana aku harus bicara lagi
mencela lembut debu pun tiada ada
semua Engkau serahkan sempurna
tuk segala arah kemana harus berjalan
maafkan,
maafkan atas segala kesombongan ini
dari segala ikhlasMU

bila suatu hari langit kan runtuh dikeningku
melenyapkan keberadaanku sekarang mengukir penjejakan
teriring dalam do'a dan air mata,
hanya satu pintaku,
berilah kembali segala kemegahan kedua padaku,
dinegri sana
meski aku semasa raya tertumpuk segudang dosa

Ngawi, 18 mei 2012

Musnah

Di serambi itu aku pernah menjadi tokoh sebuah lakon operet
bercerita di atas panggung dengan cahaya lampu terang
bebagai bedak, lipstik, pula celak sudah lama mencium muka
entah berapa kali-kalinya penonton bersorak, saat kumulai canda
bangku-bangku bau pantat pun turut bergoyang
menari tiada bosan gerak
bersamaku
teriring nada seruling mengaung-ngaung

entah mengapa seketika lekas lenyap
musnah tanpa secarik naskah
tinggal bercak-bercak saja di altar tua
mungkinkah danau sunyi telah menelan bumi dan tenang dalam samudra
semenjak jari-jari hujan mengambang di beranda masa
membawa akhir sebuah pencitraan cerita
tiada kutahu

kali ini,
masihkah kukan mampu merakit kembali kata-kata menjadi bait cerita
dan gerak untuk kalian tersenyum tersipu
masihkah pula kumampu menarikan bidak peradaban
pula setitik kewajaran mendera kalbu
menjadi peluru dan mesiu
aku tidaklah tahu
mata syairku telah hanyut, musnah ditelan waktu
pada hujan sepekan lalu dibalai batu
tanpa sebaris debu

10 Mei 2012


Ikhlas



Ya, inilah rasanya menelan lautan bunga membawa gerimis panjang
kian sunyi, sepi
tiada baris kata tiap lipat sapa
segalanya sembunyi
menelan ludahnya sendiri

mendekap jantungmu kira aku tiada kan bosan-bosan
apalagi bila suatu kata sembunyi disenyum nan menawan
beserta candamu mengerlingkan mata
ah, tiada terkira kutelah terpesona
yang kini memberi teka-teki bisu
setelah engkau pulang panen raya
dengan harum

jika suatu hari aku kan kehilangan imajinasi
mungkin mereka juga merasakan kesamaan yang kudera
raga serasa terhimpit bumi dan matahari
sesak.
sudah, itu kataku
segalanya kan terurai bersama tua waktu
dan kembali seperti semula
dalam keabadian cinta
selama langit masih rindu berawan

duhai pemilik uban, bahagialah
kuikhlaskan kau terbang dengan kuda putih
bekalmu semasa perjuangan

Ngawi, 05 Mei 2012
*) Sadjak untuk sang kakek yang telag terbang

Read More..

Duhai Penimbun Surga

 

Duhai Penimbun Surga

oleh Helin Supentoel pada 19 Mei 2012 pukul 6:33 ·
kutuliskan segala rasa dalam syairku pagi ini
bersama mentari menyibak dedaunan bersimbah embun suci
dan sejuk udara meretas ruang-ruang beku di dada
dengarlah,
duhai pemilik bibir ranum merekah dalam kerudung putih santun
yang tiada satu cerah dan wangi bunga menandingimu dalam mekar
apalagi bidadari-bidadari, kan meraung pada ibunya dirumah
karna cemburu melihatmu meronce kecantikan alam raya
menawarkan cahaya surga kelangkaan
dan pelabuhan akhir bagi perompak lautan
kau telah merenggutku dari pertapaan
pesona kesetiaanku pudar sederas mata air gunung turun keparit
menyuburkan tetanaman semasa kemarau melanda

duhai penimbun surga
kali ini kumaafkan kau dalam dosaku
dalam harummu
namun, bila esok hari kau memainkan canda indahmu padaku lagi,
menjadikan darahku kembali mendidih,
membakar kebekuan luh rasaku,
menumbuhkan kedua tanduk dikepalaku,
sayap di dadaku, lantas mengajakku terbang ke awan putih,
jangan salahkan aku
bila aku terlampau tega menculikmu dari kekasih yang kau cinta


Ngawi, 19 Mey 2012
Read More..