Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Selasa, 30 Juli 2013

Stlistika Puisi



Dalam penciptaannya, puisi disusun pengarang dari sebuah pandangan realita kehidupan pengarang, atau juga bisa dari imajinasi pengarang melihat keadaan yang berkenaan dengan sebuah problematik yang terjadi dalam masyarakat. Apabila penciptaannya mencerminkan masyarakat aslinya, puisi dapat dijadikan sebuah teks masyarakat sebagai catatan karya sastra melalui ciptasastra. Esten (2000:8), menegaskan:

Sebuah ciptasastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup di dalam masyarakat (realitas-objektif). Akan tetapi ciptasastra bukanlah hanya pengungkapan realitas objektif itu saja. Di dalamnya diungkapkan pula nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung dari sekedar realitas objektif itu. Ciptasastra bukanlah semata tiruan dari pada alam (imitation of nature) atau tiruan daripada hidup (imitation of life) akan tetapi ia merupakan penafsiran-penafsiran tentang alam dan kehidupan itu (interpretation of life)

Ciptasastra mengungkapkan tentang masalah-masalah manusia dan kemanusiaan. Tentang makna hidup dan kehidupan. Ia melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangan, kasih sayang dan kebencian, nafsu dan segala yang dialami manusia. Dengan ciptasastra pengarang mau menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung. Ingin menafsirkan tentang makna hidup dan hakekat hidup, salah satunya puisi-puisi dalam buku puisi “Baju Bulan” karya Joko Pinurbo yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, Kompas Gramedia Building Blok I lt. 5, Jl. Palmerah Barat No. 29-37, Jakarta 2013. Kumpulan puisi tersebut tampak sederhana, namun sarat makna, di sana-sini mengandung humor dan ironi yang menyentuh absurditas hidup sehari-hari, dan menarik perhatian karena banyak menyajikan renungan yang intens mengenai tubuh. Dalam puisi-puisinya, tubuh bisa menjelma menjadi berbagai metafor yang menawarkan berbagai kemungkinan makna. Seperti tampak kuat banyak berkisah mengenai hubungan manusia. Melihat perilaku manusia melalui hubungan anak-ibu, anak-ayah, anak-ibu-ayah. Hubungan itu diangkat tidak semata dalam konteks bahasa, psikologis dan hubungan darah, melainkan memainkan banyak metafor untuk membolak-balik pola hubungan itu sehingga mampu mengolah sudut pandang anak dengan permainan waktu yang memikat. Buku puisi tersebut berisi puisi-puisi yang dipilih dari ratusan puisi yang ditulisnya dalam rentang waktu 1991-2012. Melalui buku tersebut dapat dilihat semacam ikhtisar perpuisian Joko Pinurbo dan pada saat bersamaan menikmati tamasya rohani yang mengasyikkan dan sering mengejutkan pembaca. Detil rasio dan urut-urutan panca indra tak perlu dituntut dipersoalkan, yang penting ada yang tertangkap, dialah lanskap yang menyelubunginya, seperti yang ditegaskan oleh pengarang dalam pengantar kumpulan puisinya (Pinurbo, 2013:vii).

Dari dasar ciptasastra merupakan pengungkapan fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan), maka sebuah ciptasastra bernilai apabila adanya keharmonisan antara isi yang baik dengan struktur yang baik pula. Apa yang disajikan dan bagaimana menyajikannya adalah dua hal yang menentukan berhasil tidaknya sebuah ciptasastra yang menghasilkan sebuah keindahan (estetika) karya sastra, sehingga muncul metode dan teori sastra yang menerangkan bagaimana meneliti karya sastra. Endraswara (2008:12), mengungkapkan “penelitian sastra akan mengikuti sistem berpikir ilmiah, menggunakan metode, teori, analitis, dan kreatif”.

Metode sastra adalah cara menilai karya sastra dari bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subyek kajian. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria yang ada pada sastra itu sendiri. Eagleton (2006:263), menerangkan “Kebanyakan teori sastra yang telah kita lihat pun cenderung melihat karya sastra sebagai ‘ekspresi’ atau ‘refleksi’ realitas: sastra mementaskan ulang pengalaman manusia, atau mewujudkan maksud pengarang, atau struktur sastra mereproduksi struktur benak manusia”. Struktur sastra mereproduksi benak manusia, di mana manusia dijadikan sebagai objek kepengarangan oleh pengarang, dikarenakan dalam kehidupan manusia tindakan atau perilaku bermasyarakat dipengaruhi oleh problem sosial, sehingga menjadi sebuah karya sastra yang baik dari segi struktur batin maupun fisiknya, apalagi yang di teliti adalah sebuah puisi yang penuh dengan teka-teki bahasa.
Read More..