Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Selasa, 26 Maret 2013

MAWAR

Engkau mawar berduri, kekasihku
Mekar laksana gelora api membakar basah hutan
Dalam runcing cahaya kau kian asah
Dan sepertinya diriku enggan gelisah mengurung leret senja
Sebab, engkau mawar merah mencakar gairah
Sedang aku malam gelita
Yang tak pandai menari di panggung resah sandiwara
Sedesah ruh kalbuku yang gerimis

Duh, mawar
Biarlah kulunakkan segala duri-durimu
Serta kurontokkan debu di kuntum kelopakmu
Sebelum kau copot biji mataku


Ngawi, 24 Maret 2013
Read More..

Selasa, 19 Maret 2013

YEM




yem,
aku pesan nasi pecelmu
jangan terlampau pedas atau asin
aku tak ingin lidahku marah
melumatmu dengan segala desah
dan segelas air putih saja, yem
pereda dahaga telagaku
menjumpai tengara panjang
lautmu

jangan lupa rempeyek terinya
menambah nikmat lalapan kemangi
pada amis lauk setelah usai merasa
redam dalam kalbu rasa
dan gigi-gigi mencincangmu
dengan rakus

segeralah yem
perutku sudah tersiksa
ribuan hari merindu nasi pecelmu
semenjak seberang samudra menawan beku
dalam gemuruh ombak yang sepi
meniduri bayang-bayang
menjadi pelaut haus daratan
mengecup hujan angin
yang bermesraan

Ngawi, 7 Nopember 2012

Read More..

TEGAK


Danau yang tenang
jumpai aku berenang pada kedalamanmu
menikmati ceruk-ceruk yang tajam
menanam sehelai biji ganggang begitu dalam
lantas esok hari kan tumbuh merambah
dalam erat mata meracaki cahaya
menjadi ranting mengikat taut-menaut
antara ruh dan telaga
saat riuh benar-benar redam
tertidur dipangkuanMu

bukan sekedar menjadi angin gaduh
mengecup saat temaram
seperti api meyala-nyala dalam tungku
menjadi amarah setiap belah
lantas redam jadi bara
namun tegak yang setia membelah muara

tak ingin pula menjadi musafir yang dingin
menjejak perjalanan kekasi
pada gagap tarian rumbainya
hingga kesepian merajut diri
langkah seribu bayang
seperti seorang penyair
terlampau cinta syair
meninggalkan madunya di pengkol jalan
saat malam meraung minta pelukan

"aku ingin berjalan sama rata"

Ngawi, 7 nopember 2012

Read More..

BEKU



pagi mengubur kembaraku dalam sayatan debu
menjadi abu sisa-sisa pembakaran yang tak usai-usai berdendang
menarikan danau bara
dan semesta hujan tiada reda
semenjak senja membungkusnya perlahan-lahan
di balik persidangan malam

gelap mengejar seribu bayang
mengulitiku dalam siluetnya
seperti yang telah terlukis pada arca melumut
menjelaskan cerita akan indahnya bunga tumbuh di taman
sebelum keharumannya usang
di telan sang bayu
bertualang di lebat rimba

lautan telah lama menggenggam kebekuan
pada perahu yang karam saat kembali berlayar
seperti atlantik yang kejam merajam
tempat bercintanya malam dan dingin
dalam keasingan

"pagi, jangan kau bakar diriku dalam tandukmu
sementara senja semusim lagi kan berlalu
sembunyi pada ruang tiada pintu"



Oh...
di mana lagi tempatnya pagi berada
membawa embun menitih dedaunan
sebelum akhirnya sirna pula pada ketajaman


Ngawi, 12 September 2012
Read More..

HUJAN KEMBALI BERCINTA


tak ada yang mengajakku berlarian ditamanmu
mencium keharuman bunga yang baru mekar kuntumnya
terpakan cahaya kemerah-merah mudaan penjarakan setiap sapa
seperti embun yang tumbuh di pagi hari hinggapi lembar dedaunan
sejuk menyayat-nyayat teduh telaga dada saat meretasnya dalam-dalam
seperti pula tangisan bayi yang pecah saat terlahir dari rahim sang ibu
dan sang bapak lantas membisikkan sebait pesan ditelinga
"nak, bercintalah sepertiku kelak engkau masanya tiba"

tak ada kata yang terakit menjadi puisi
karena dalam puisiku tumbuh kedustaan
bahwa kuntum bunga kembali meruncingkan duri-durinya
menusuk tajam hingga urat nadi mengelupas dalam kelu
pada tangkai yang setia menenun kelopak
jadilah badai yang berangsut-angsut tak redam
seperti kebrangusan sang rahwana membakar angkara
menjadi lautan api
saat gagal menculik dewi sinta dari lingkaran magis

tak ada lagi yang bisa terbagi pada hujan dimulut mata
dalam lautan yang menggelorakan gemuruh gelombang merajut
mengawali perjalanan angin mengganti musim
tinggallah bayangan yang sembunyi diselaput cahaya
mengkufuri lukanya sendiri
seperti layang-layang mabuk kehilangan keseimbangan
saat terbang terbengkalai dari benang pemancang
menahannya sudah tak mampukan diri

tak ada lagi cahaya mengkerlip di hamparan langit malam yang kosong
tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali mentakzimi sunyi dalam syahwat yang tak tuntas-tuntas
sebab dunia sudah tanpa alamat.

Ngawi, 09 Oktober 2012
Read More..

SOLMISASI



La,
aku menjadikanmu syair butiran rasa
sejak pertama kukenal parasmu setelah sol
di bawah hujan yang menggila kita menikmati dekaban angin
membunuh sepi dengan tarian basah
menjadi sepasang jemari mungil yang erat
yang di ujungnya tersimpul sebuah kata cinta
seperti langit dan awan bermesraan tiada henti
mengusung musim silih berganti

La,
jadikan si sangatlah berarti dalam ruang tapakmu
menikmati setiap langkah-langkah bisu mengeja
merajam jejak-jejak yang menista di balik lipat dada
pula saat engkau memainkan cermin kamarmu
pajanglah selalu bayang-bayang disudutnya
biar rasa akan semestinya saling menjaga waktu
dalam jeda-jeda mendebu

La,
bila nanti do tiba
jangan engkau sembunyi lagi dibaris nada
atau berlari dari oktaf yang telah merindumu
memainkan canda seindah ritme melodi tua
sebab nada akan terhenti tanpamu mengayuh dekaban
mengiring syair lagu cinta muda
seperti kenari dalam sangkar berkicau di pagi hari
memanggil-manggil nama kekasihnya

La,
mari kita saling sempurnakan lagu indah ini
dengan musik mengusung tema cinta
dalam melodi yang mesra dan lembut
aku menjadi syair dan engkau nada
hingga panggung sandiwara usai masa
pulang meninggalkan nama


Ngawi, 11 Oktober 2012
Read More..

Mencari Jalan Mengubur Kegelapan


pagi mengejar mentari
embun merancak di ubun-ubun dedaunan
kuncup-kuncup kerutkan dagunya yang manis
menguliti lembar telagaku dalam setiap sapa
bersama angin menerbangkan sayap patahnya melelah
angslup ke dasar jantungku
menjadi kepingan yang tak usai menjumput bayang-bayang
kelak dimana dunia tempat mengeja jejak-jejak bisu
menyematkan nama bapak Ibu di atas roda

"putarkan rodaku kembali bapak, aku ingin sampai di ujung jalan
menjumpai kekasihku tersayang"


lama kusandarkan pada langit, pada bumi yang asing bulat
tak jua mendapati telaga teduh tempatku membasuh diri
meminum airnya yang keruh dari lumpur merebah
lantas kembali menyisir tiap bulir rambutnya yang mulai tumbuh
dan memberi cahaya pada kutu-kutu berlarian di dedanau merah
saat berenang pada kedalaman yang dangkal
yang dulu sempat menyematkan segelincir debu di sudut mata
indah bah pelangi jiwa

apa semestinya kubungkus saja langit
kutenun malam pada galaksi bintang
sebagai benih-benih kosong yang redup
saat mereka kian melantangkan kakinya yang kuat
seperti bunyi surau memanggil dalam hitungan detik
dan detak jam yang menggantung di atas jendela
melihatku tiada jengah diri merintih
meniduri awan gelap membungkus

kemana lagi kan kucari pintu teduh berada
sementara alir air sungai kian memanjang
dimana samudra kan menyandingkan ceruk-ceruknya
sebagai gugusan-gugusan cerita
dan memilinnya menjadi sepasang kekasih

"tak usar kau keder
cukuplah kan kuretas dalam-dalam
setiap parasmu yang menawan"

Ngawi, 11 Oktober 2012
(puisi buat Imamura Cah Kene)
Read More..

Dik Sri 21

Dik Sri,
andai esok hari mentari telah bermula membawa cerita
menanam embun-embun yang laun redam oleh cuaca
janganlah gelisah mengurai segala desah
mencakarmu seperti rajam

Dik, sebelum esok pagi bermula
marilah kita bawa malam ini dengan segenggam cerita
dalam hujan yang membasahi kelopak mata
mabuk diri tiada tuntas-tuntas
berjatuhan lungsruk kedasar ceruk-ceruk jantungdan memilinnya menjadi sepasang kekasih

andai rerumput yang pernah tumbuh sepanjang perjalanan melayu
biarkan semuanya menjadi batu menghitam di pusara
mengendap dalam sukma mengeja
karena debu pasti tersarang angin berabumenjadi tikaman tiada pintu

Dik Sri,
dekablah renta malam ini
menjadi lautan berapi-api menyalat rupa
akupun merasakan kesamaan warnapada sejumput ruas pertapa

Ngawi, 27 Oktober 2012
Read More..

CAHAYA MALAM



"malam menyanding cahaya keemasan"

melukis kuncup daun ditepian jalan
seperti membaca kembali cerita komik
terbeli dari pengepul buku bekas seharga lima ribu perak
di mana sampulnya masih bening
hanya bercak noda melumuri lipatan-lipatan halaman
akan coretan pena pembaca sebelumnya
yang merasakan keindahan

gerimis yang meruncing kian membekab
memasungnya dalam sejumput epitaf
menunggui musim berbiak perpanjang malam
lantas menariknya dalam leret cahaya bintang
di balik ruas jendela yang terbakar
menghitung kembali tiap helai rambut Ibunya
yang telah terbaring dipangkuan malam

melihatnya seperti membaca lukisan arca-arca
membangun sebuah candi yang kokoh dan melumut
menelanjangi mataku tiada habis-habisnya berbisik
"sehebat apa engkau menari"

dan tiada lagi yang mampu terbaca
selain mengurai kuncup daun ditepian jalan
menawarkan cincinnya di malam rembulan
dalam cahaya malam keemasan

Ngawi, 31 Oktober 2012
Read More..

TARIAN LANGIT


"tak ada garis yang sudi terbaca"
bila kau melihat basahnya hujan
jangan engkau pertanyakan seberapa deras jam-jam memilinnya
pada bumi yang sedang menarikan tarian langit
akan rembulan keasikan memainkan cahaya
seperti aktor dalam panggung yang gagal
memimpikan pengunjung memberi sorai tepuk tangan

bila malam larut panjang
menjadi hujan yang menjarum
dalam syahwat tak tuntas-tuntas
sepantasnya perjalanan asing membekab diri
seperti nahkoda kapal yang berdendang
nabuk menjumpai kedangkalan lautan

dan bila fajar tiba
berharap bening embun mendapati dedaunan
menjadi bidadari menuruni tangga pelangi
dalam kesejukan mentari datang pulang
akan surat cinta yang pernah kehilangan sampulnya
beserta bunga mawar kering di saku kemeja
sebelum senja melilit jagat raya

Ngawi, 04 Nopember 2012
Read More..

DUA BOLA



JEJAK YANG LAMAT

Duh kekasihku,
bayangmu mengendap-endap sukma
marajam-rajamku menekuri perjalanan
seperti leret matahari di malam purnama
merasuk kedasar samudra
hingga ceruk-ceruknya yang paling dalam
seperti air kali mendapati lautan
dalam keruh dan beningnya
menyatu dalam kilatan melalap
semenjak jagat menarikmu kembali
terbang dengan sayap biadari
lalu redam dibaris warna
pada suara terakhir
pula sayatan yang terakhir

Duh kekasihku,
jadilah hujan meruncingkan diri
membungkus dua mata merasa
bersama bau ampo tanah
yang merangkulmu begitu dalam
begitu erat mesra
dan senyap kamboja mengenang
menahan kisahmu sejenak dalam tawa
dibaringkan jagat

Kekasihku,
memang engkau mentari membawa embun di dedaunan
laun sirna dalam jejak yang masih lamat terbaca

Ngawi, 08 Nopember 2012



Kuthir Kenthir


hahahahaha
hahahahaha

thir, kuthar kuthirrr
kuthar kuthirrr
kuthar kenthirrr
kuthar kenthirrr
kenthar kenthirrr
kenthar kenthirrr
kenthir nyengirrr
nyengir nyengirrr
nyengir nyengirrr
nyengirrr
ngirrr

ngirrr

irrr

irrr

irr

ir

ir

.

.


hah..

khruukk

hah..

khruukk



Ngawi, 8 Nopember 2012
Read More..

BAYANG_BAYANG


saat nanti datang perjumpaan
ada yang menari-nari diantara barisan gigimu
menjadi jam-jam bermain yang panjang
berjalan dilembah mandalawangi
langitpun penuh cahaya
dengan sayap surga

keesokan hari,
saat jam-jam mengudara
aku mulai membaca cahaya matamu
ada barisan warna yang berontak
hendak keluar, tapi tak berdaya
seperti napi dalam lapas
berharap bebas tapi hukuman baru setengah hari
merindu kekasihnya sendiri
seperti pula laut menahan gelombang
menyimpannya pada ceruk-ceruk karang

lalu gerimis pecah di bibir matamu
terjatuh dengan runcingnya menembus ruang
menjadi hujan pertama di musim kemarau mengecup tanah
lumer memeluk ranting
saat bayangku mulai redam ditelan angin
kembali kekeasingan malam

dan di kelu bibirmu
tak ada lagi yang dapat terbaca
selain kalender yang angkanya tetap tanggal
termakan hari-hari mempurba
sebab bukan perpisahan menusuk sukma
namun jejaklah yang lamat terbaca

Ngawi, 11 November 2012
Read More..

KOTAKU TELANJANG




Kotaku masih tetap sama
semenawan pertama berjumpa memainkan angin
melukis bisu langit dengan jemari-jemari halus
dan menyimpuh harum disetiap helaian kabut
dalam corak warna dinding yang sama pula
membekabku mencakar-cakar diri
menjadi cahaya senja diseberang kotamu

Kotaku masih saja sama
menjadikanmu lilin kecil
pada gempita malam telanjang
saat mataku mulai rabun
rambutku kian tak tersusun
dan kakiku merasakan ngelu
terpenjara kebisuan hari
terbrangus derai sepi
yang menyebutku maut
meraut kebengisan

Kotaku masih menjadi nama lagumu
pada sorai kecapimu yang anggun
dan dendang sendumu, meranah lembut sutra
mengurai perjalanan suara
yang terbata-bata membaca cinta
di bulan purnama esok lusa
musim pertama

Kotakupun hanya kisahmu
menakhluk curam-curam hutan
desah tebing-tebing karang
karena di balik kukuhmu aku ingin manari
dalam panggung sandiwara
sembari meliuri sunyi dengan syahwat tak usai-usai
seperti penyair yang mabuk menyair
menunggui tulisannya berdiri di media kabar
bermimpi sorakan pembaca memberi tepuk tangan
kemana-mana menyanggul pena
sebelum akhirnya terbakar

menunggui musim berbiak,
tak ada lagi yang mampu kutuliskan
selain kotaku telanjang


Ngawi, 11 November 2012



Read More..

Dik Sri 22


Dik Sri,
aku pulang
lihatlah, keranjangku tak sepenuh kemarin
hanya ada seikat kardus, botol-botol minuman, dan beberapa kaleng oli
meski telah sehari penuh kususuri jalan hingga tepian sungai
segalanya raib Dik, sebelum aku datang
sekarang jumlah pemulung berlipat ganda dari tahun kemarin
kian meningkat pula tunggangannya, berkuda besi
yang kaki-kakinya kian bersilau, berpiama
jadi lebih cepat memulungnya
tak sepertiku

iya Dik,
tadi aku juga menemukan kemeja yang masih pantas kupakai
pertama melihatnya aku kaget sekali dik, soalnya terbungkus plastik merah
setelah kubuka dengan hati-hati, hatiku baru lega
bahwa di dalamnya hanya lipatan kemeja panjang bercorak daun coklat tua
kubolak-balik dan kuamati hanya hilang kancing no dua dari atas saja kok
nanti kau sulam saja dari kancing baju lamaku yang telah kau pakai lap piring di dapur
beda warnanya pun tak apa
lantas kau cuci bersih, dan kau kasih pengharum lagi biar wangi
biar seperti baru
kau tak malu kan Dik, bila kupakai kemeja itu kekondangan bersamamu?
seperti engkau tak malu setia padaku



Ngawi, 21 November 2012

Read More..

TUHAN




Tuhan,
jadikan saja diriku syahduMu
yang tumbuh dalam tiap resah dan desah kalbuku
atau kembalikan saja diriku
pada nutfah dan tulang belulangMu

Tuhan,
aku ingin menari di punggungMu
kian lembut, dan geramang syahwat menggebu-gebu
seperti darwis dalam rumbai-rumbai gagahnya
bugil di atas kota senja

Tuhan,
aku ingin rajamMu
biar diriku mengerti
seberapa besar cinta-cinta
seberapa tegar rasa-rasa

Tuhan,
sebab aku malu ...

Ngawi, 14 Maret 2013
Read More..

SATU KATA WAKTU




Malam hening menyepuh sepi
rapuh raga seakan tiada mampu menaunginya
dalam gairah rindu,
sukmaku angslup diantara  dataran kalbu
menyulur lidah pada sang kekasih di atas jung-jung perkasa
yang setia memberi gelisah tiada tuntas-tuntas
lantas langit-langit pun runtuh
menjadi butir-butir hujan yang tumbuh 
dan terjatuh membasahi kusut dada
dalam ronta-ronta

pagi sendiri entah kongsikan wajah dimana
saat embun-embun menafaskan aroma bunga merah
saat deru-deru suara beterbangan diantara ujung menara
menjadi tanda, mulanya jejakmu dan jejakku terlahir kembali
seperti tangis bayi yang pecah di pelukan Ibu
meminta susu dari haus jakunnya
dan lapar melubung sukma sebelum cahaya merebut cinta
memancang bendera pada tiang kapal
lekas berjalan melukis jejak lagi

siang laun bertaburan, menjadi bara mengepul di sudut-sudut pintu
menanak liar kembara dari surya membakar cadas tanah
saat sulur-sulur pohon menawarkan aneka jajanan pasar
gethuk lindri yang empuk lezat disantap pelan-pelan
tertata rapi pada nampan sembari memutar bola mata
beserta sari-sari teresan buah ketela menguak dahsyat dinding langit-langit
jadilah awan membubung, lantas terebah pada gulung samodra
dan seribu bintang beterbangan menghantarmu menemu mimpi 

menuju pada senja, tak ada lagi yang dapat dilakukan
selain geramang kian menggeramang,
hujan kian menghujan,
dan rindu semakin menusuk kalbu
seakan tiada jengah menyusun kembali almanak yang rontok ditelan beku awan
pada cermin yang berkali-kali retak tak berpigura,
yang pernah terbuskus oleh kafan hitam di tengah-tengah gurun beku
jauh dari hangat dan syahdu
sebab,
hanya kecintaan tempat sesungguhnya tiap butiran debu

dalam takzim dan gairah resah, disitulah segalanya berakhir
hingga malam kembali menjemputnya pulang
menuju era baru
yang tertinggal hanya sadjak menekuri tajam semesta

Ngawi, 18 Maret 2013


Read More..

Rabu, 13 Maret 2013

EPITAF

Semenjak malam asing menjadi hening,
Diam itu nampak memainkan wajah rembulan
Suara-suara yang pecah mengambang diantara harum pupurnya
Memunguti riuh kabut dalam genggaman samudra
Dan pada langit-langitnya, bulir-bulir embun bermesraan
Seperti menyambut pagi mencahaya
Usai menenggal kelu mimpi
Tapi tak,
Samudra itu belumlah menggulung
Hingga takhlukkan tekluk-teluknya tercuram
Sedang waktu masih jelas terbaca
Melambai-lambai pesona

Dalam sunsang, angin pun menjerit
Meminta kembali tuannya
Berguru pada beku malam
Semenjak jari-jari hujan rontok membasahi nampan
Dan gericik airnya menjadi sungai dangkal
Lantas terurai oleh lebat hutan yang tiba-tiba saja miskram
Dari lengket lumpur yang melilitnya

Pernah seorang bapak berkali-kali menuliskan sepenggal kisah
Dalam kertas lotere habis masa
Tentang jejak perjalanan perompak menakluk luas lautan
Berharap menjadi nahkoda yang haus mengangkat sauh
Menerjang ceruk-ceruk karang
Seperti penangsang mengasah tajam lancip kerisnya
Dan maju ke mendan perang
Berselendang panji-panji kemenangan
Tapi tetap,
Sejarah belum menempatkannya sebagai catatan keabadian
Sebab puncak peradaban belumlah sampai

Menikmati beku malam di atas geladak perahu basah
Dalam hitam dan merah
Tak ada lagi yang dapat dilakukannya
Selain berharap musafir kan datang
Lantas membawanya pada perjalanan yang lebih asing lagi
Singgah di pulau baru
Dengan wajah baru
Hingga musim tak lagi cemburu


Ngawi, 13 Maret 2013
Read More..

Bulan Kuning Sebentar Lagi Kering

Siang panjang itu berakhir dengan bulan kuning
Yang perlahan bangkit diantara pepohonan
Sementara di udara menyerbak dan berkembang:
Bau air bertiduan di langit-langit meleret

Insyafkah kita, bila tertawa di bawah surya Memanggang
Kita siksa tanah merah dan jerami yang memberkah
Tahukah kita, bila kaki menginjak pasir gersang
Ia tinggalkan bekas langkah bagai langkahnya darah
Tahukah kita, bila kasih menyulangkan nyalanya
Di hati kita yang resah dengan siksa putus asa
Tahukah kita, bila padam api yang membakar
Bahwa nanti baranya mesra berasa lidah
Tahukah kita, bila haus kan menelanjang
Pada seka-seka hujan yang ambyar berakhir basah

Dan bahwa hari getir dekat silamnya, di serbak rangsang
Bau air yang kecut termenung diantara pimping basah
Nanti perlahan bulan kuning berakhir dalam kering
Diantara pepohonan meningkat jadi purnama
Dalam aroma bunga dan abjad-abjad tua
Menghunus sepimu

Ngawi, 13 Maret 2013
Read More..

Senin, 11 Maret 2013

KANDANG SADJAK

SADJAK CINTA


Datanglah kekasih,
Kupanggil engkau sedalam rindu
Selamat tilasmu sekalipun
Sesampaimu di sini,
Kan kuajak engkau menari di lembah jingga
Menembus ruang telaga
Lantas engkau kan selalu terbaring,
Dalam tiap nafas puisiku yang tak pernah kering

Ngawi, 01 Maret 2013


KERINDUAN


Memandangi kuntum bunga yang mekar diberanda rumah
Sembari meneguk kopi terseduh hangat
Pula menyematkan lembut tinta dipucuk pena pada selembar kertas
Seakan dunia ini tak bosan-bosannya berbicara padaku
Bercanda dengan hening kalbu
Bahwa warna pelangi menuntaskan setiap patah mata
Melayang di dinding mega

Duh kuntum bunga
Mengapa kau seret diriku dalam kabutmu
Sedang aku tak pandai menari
Seperti ranting kehilangan akar
Terkapar dalam belukar

Ngawi, 01 Maret 2013


LERET LANGIT SENJA


Senja mempesona melipatkan lapak pigura
Di Tepian pantai putih, memandang hamparan laut luas,
Helaian rambut menyibak keningmu nampak begitu mesra
Tak berbeda dengan hembus udara pasang
Telah mencurimu sebelum kujadikn tulang sulbi
Jadilah buah kasih

Ada gerak yg terjadi di hampir bayang-bayang
Seperti lekuk kerudungmu adalah janji jung-jung perkasa
Yang telah setia berkasih cinta dari beribu gelora
Dan selaksa keindahan berada,
Tak berdaya memapahmu

Di pantai itu, lembut jemari kerincimu semakin memesrakan
Sama-sama memandang leret warna menjalar dinding mega
Menjadi cahaya merona
Engkau lipat segala kebutaan dan pasir-pasir bertaburan menjadi redup
Bahwa disetiap tapak-tapak kaki kita telah tumbuh benih-benih mutiara
Dan pantai yg teduh merubah diri menjadi cangkang keemasan

Tak ada lagi cahaya yg hendak membawaku menempatkan sepenggal nama
Selain senja bersamamu dalam seribu aksara

Ngawi, 13 Februari 2013


OPERA LILIN DI RUANG JENAKA


Susun kardus yg runtuh menjadi suara pecah di tengah keramaian
Lilin-lilin kecil kejar-kejaran meniup seruling
Dengan sederet noda lantas lenyap di telan deru nada
Sedang taring-taring rayap menikmati sajian opera di geladak menara

Nampak tatapan lensa tua buram membayangi siluet lilin-lilin itu
Menjadi lalat api dalam tungku tak berpintu
Mengejakan sandi-sandi yang mencuat dari basah almanak
Seperti perjalanan debu pada kaleng
Terombang-ambing oleh tiupan angin
Lantas terseduh oleh masak air
Jadilah segumpal liat lumpur melekat di dasaran
Dan retak tak berpigura

Benar ini lukisan tajam pedang
Atau memang ladang sadjak belum teramat panjang
Mengokang lancip gerimis
Menjadi catatan sejarah panjang zaman
Dalam tarian ruang jenaka

Ngawi, 07 Februari 2013


SYAIR PAGI


Wahai pagi, mengapa kau bakar diriku dalam api cemburu
Sedangkan aku tak pandai memainkan wajah jagat
Menjadi kepingan-kepingan abjad
Pagi,
Engkau embun yang menuntaskan gempita
Izinkanlah diriku menelanjangimu dalam kalbuku
Biar jalan tak lagi sedangkal musim lalu
Sebab rinduku melebihi panas api
Dan gairahku tiada terurai lagi

Pagi,
Bawalah rinduku dalam sejukmu
Dan biarkan hujan turun basah
Sebab di teluk telah berada sampan
Menantimu merajam

Ngawi, 02 Maret 2013


JARI-JARI TALANJANG


Di persimpangan kota sempat sejenak kita bermesraan
Memunguti sendi perjalanan masa bocah
Sampai suatu hari kita saling mengerti
Sederet makna yang hendak berkibar diantara derai hujan, terik mengambang
Bahwa jari-jari telanjang tak bosan-bosannya berbicara
Tentang angin mengusung nama bapanya
Hilang dihempas kikis masa

Ngawi, 01 maret 2013


BUKAN PAHLAWAN


Jika kali ini memang bidadari menuruti tangga pelangi
Biarlah aku menjadi Jaka Tarup mencuri selandang
Jika kali ini adalah harum melati
Biarkan ranumnya hiasi beranda senjaku
Jika benar diriku terpesona asmara, biarlah
Sebab rupa dupa telah tiada, namun jejak masih lamat terbaca
Jadi, biarlah kali ini aku bukan lagi menjadi Bisma
Yang sirna sebelum purnama
Memilih pengantinnya sendiri
Aku ingin jadi raja pringgodani
Meski kau pilih diriku sengkuni

Ngawi, 01 Maret 2013


JEJAK-JEJAK


Tak ada sadjak bisa di tulis
Sebab tajam gerimis menggores pasir
Menumbuhkan luka
Jadilah sejumput bayang
Tak ada yang dapat dicatat dalam sejarah nampan
Kita telah membikinnya semeriah malam
Jadilah sangit aroma dupa
Yang mencuat diantara mega-mega

Ngawi, 01 Maret 2013


REMBULAN RESAH


Rembulan merah melesat daun jendela
Ada gerak hendak terbaca
Dalam tarian muram durja
Menanti bintang tiada kunjung datang
Seperti bayang dinding basah
Membawanya pada dekapan langit
Yang hangat
Sembari bercanda ria
Sebelum pagi menjemput nirwana

Ngawi, 27 februari 2013


KERELAAN


Wahai mawar,
Andai engkau memintaku baringkan dada
Dengan rela kan kutegahkan kukuh rasa
Andai engkau memintaku menjadi cawan tiap gelombangmu
Aku kan dengan sabar menaunginya
Tapi, jangan engkau meminta
Bawakan senja gelisahku
Yang legam di atas laut biru

Wahai mawar,
Daku nanti engkau seperti fajar
Berharap kan membawa terang
Menyingsingkan redam malam
Seperti sadjakku

Ngawi, 13 Februari 2013


WAJAH HENING


Malam yang rabun
Bawalah rinduku melebat hening
Sementara bayang yang tak kunjung redam itu
Menjadi warna pada kalerder tua
Tak pernah pudar lamat surya fajar
Seperti memandang laman pada arca purba
Pasti terasa ngilu di jakunmu
Meski aksara jelas terbaca
Tetap malam semakin terpesona
Sebab gairah cintaku menyala melebihi lalat api

Ngawi, 23 Februari 2013


DESAH KENARI


Ini cerita seekor burung kenari
Menari-nari dalam sebuah sangkar
Dengan warna bulu ia menawan setiap patah mata
Apalagi kala merdu suaranya mengalun diantara terik kemarau
Membawa kalbu tertatih-tatih mengendap di sebuah dasaran yang di namakan syahdu
Hingga lalu-lalang sepoi udara sejenak diam
Memberi ruang pada rindunya
Jika saja aku dapat membaca teriak kenari itu
Pasti bukan sebuah sapa manja dan kehangatan
Namun sebuah desah ngelu bibirnya teramat kaku
Berharap menakluk curam hutan
Dalam pelukan kekasih diam-diam

Ngawi, 18 Februari 2013


HARAPAN


Sekembalinya pintu mata kembali terbuka
Menatap wajah pagi dengan bening embun mengecup sendu kalbu
Sebutir debu yang larut oleh deburan air itu pun kembali bersolek di muka cermin
Nampak begitu lekat, seperti Arca yang telah mempurba memunguti liar ketajaman
Dan menitipkan sederet pesan
"jangan kau putus layang-layang dari genggaman benang"

Ngawi, 18 Februari 2013


SEMALAM DI NEGERI MESIU


Hujan yang tumbuh di mulut mata,
Menjadi tarian pecah pada keheningan
Saat usai percintaan langit dan matahari ambyar
Melekatlah seurat wajah baru menghiasi pigura
Aroma dupa kembali terkuak
Memunguti liar beku malam
Dan sepi yang tiba-tiba membungkus kalbu
Jadilah selapak cermin ditengah lautan
Dalam bara bayang-bayang

Ngawi, 18 Februari 2013


TEMPAT SEMESTINYA


Di sini,
Tempat di mana tumbuhnya ranting
Kian menjalar menjadi dahan
Yang akhirnya warna itu mencahaya
Di sini,
Ada yang kembali meraba kalender tua
Yang telah usang dan termakan taring rayap
Meski angkanya tetap tinggal
Dan disinilah,
Tawa-tawa kecil itu terdengar begitu kaku
Larut bersama dekapan malam
Menawar lagi bisu yang telah menjadi abu
Terbang tinggi dengan sayapnya yang basah
Menjadi hujan menunggu pagi
Dalam keringnya dahaga
Sedang di samudra telah menempatkan jajaran nama
Yang takkan terkelakkan
Sebab kita kakitangan-kakitangan menanti hangusnya cuaca

Ngawi, 01 februari 2013


AROMA ABADI


Andai engkau bertanya tentang jejak
Jejak itu telah kubungkus dalam ruang beku
Dengan pagar tenang
Dan disampingnya telah kutanam hutan lebat
Sebagai penghias ketajaman
Cukuplah harum itu berada pada bunga merah
Yang meranjah taman malam

Ngawi, 28 Januari 2013


SILUET LANGIT SENJA


Senja yang sama kembali menjadi butiran kaca
Lantas kupanggil namamu Nur
Wajah itu yang mengkedip selayaknya siluet
Menjadi cahaya lilin di tengah gempita ruang
Saat mata mulai terjaga dalam keasingan

Angin pun kembali mengajakku melaut
Mencakar luas samudra menelanmu
Seribu camar mengiring badai dengan sayapnya
Melambai-lambai seperti hendak membelai
Merangkai seikat ganggang merah
Lantas membungkus wajah senja
Yang menari dalam derai hujan tua
Dan tak henti-hentinya bersendawa: tepiskan dukamu sebelum laut menjemputmu

Meski jemari tak kuasa membelai
Namun seribu candaku menghantarkan malam
Dalam purnama mengitari langit senja
Nur..

Ngawi, 28 Januari 2013


PERJALANAN MUSIM


Sepanjang musim membelai telapak mata
Tumbuh bunga-bunga mekar merundung kekar
Memberi tajam lembah taman dengan segumpal warna
Dan lebat hutan seperti hendak mengangkat kemiskraman
Setajam mata menerjang badai
Memenjarakan baris pelangi dalam dekaban malam

Seandainya engkau mawar yang hendak mempesona malam
Pastilah kan kuculik engkau dibalik kelambu dingin
Biar malam tak henti-hentinya riuh
Bersamamu yang sedia menabur keruh
Meski kita sebenarnya tahu
Danau apa yang kan menjemput kita

Inilah perjalanan riak meniduri musim
Sebelum benar-benar bunga tumbuh di ladang sayang

Duh mawar,
Dendang senduku teriring bersamamu
Meriuhkan senja kelabu

Ngawi, 16 Januari 2013
Read More..

Gersang Selegam Arang


ARANG


Katupkan bibirmu keduanya, diam dan tegas
Serapat hatimu tercengkerama bidikan
Nyaris kikis pada leburan bayang
Yang dipisah oleh impian lembut bercampur manis
Tiap kata mesti berakhir dalam madu membius
Di zaman kabur ini, penuh bimbang dan ragu

Dengan kata-kata hidup kau ditebus
Seindah sadjak kapujanggan
Hilanglah rusuk jauh dipandang
Jika mungkin bergemuruh pada angin tak sedap
Menelanmu laksana api membakar tulang
Dan seluruh bangsamu malang berkhubur di bawahnya
Sehangus arang

Ngawi, 11 Maret 2013


KEMBANG MAWAR


Aku mau bawakan dikau kembang mawar itu pagi
Tapi berlebihan kau taruh di pigura kamar terkunci
Hingga lantaran sendat,
Kancing tak tahan mengikat
Putuslah itu kancing
Mawarpun berberai diterbangkan angin
Ke laut semua perginya
Mereka ikut bersama air untuk tak berdermaga
Dan gelombang kelihatan merah
Seakan api menyala
Jadilah malam itu bajuku basah
Wahai,
Hirupkan padaku kenangan yang wangi
Seperti pertama tumbuhnya musim semi

Ngawi, 10 Maret 2013


MUSIM GUGUR


Malam perak bangun di tengah dingin yang sedap
Suara gadis-gadis dilemparkannya kepada angin
Sabit dari bulan membungkuk untuk mengusap
Rambut yang ditaburi gelap dengan sedikit embun

Ombak yang kecimpung,
Suara-suara dalam gelita,
Suatu bayang terjatuh dibalik tabir cahaya,

Suatu cermin,
Pada mukanya musim gugur seakan menafaskan abu-abu
Perak dari mimpi-mimpiku

....................


LEMBAB


Kian fajar rinduku menajam arang
Seperti mentari pagi yang hendak memberi cahaya
Sementara embun lelah kejar-kejaran
Jadilah lembab telanjang

Telah kupenjarakan wajahku pada dinding kesunyian
Begitu padat, seperti padatnya kalbumu mengendap dalam ruhku
Telah pula tiada lelah kukejar hujan
Dan menjadikannya sederat jejak bisu
Yang kelak kan tertulis serbagai sebuah almanak merah
Saat masanya tiba

Ngawi, 10 Maret 2013


GERSANG


Dalam tegunmu,
Telah kubariskan sekuntum bunga
Seperti kuncup mekar, saat pagi mengurai teduh embun
Sedang aku terlampau bosan dalam pengembaraan bumi
Bersama langit-langit menggulung
Sebab, lamat jejakku menjadi asing dalam gairahmu

Ingin kuteguk airmu
Lelapkan segala haus setia
Seperti Darwis dalam geramang tahlil tak usai-usai
Berharap lekas sampai di sebuah pulau
Menidurkan rontok almanaknya

Dan malam yang asing
Jangan kau tawan diriku lagi di lembahmu
Atau kau copot biji mataku
Sebab aku semakin tak berdaya
Saat kau bawa bidadari itu dalam kelambuku

Biarkanlah diriku telanjang malam ini
Memunguti dingin dan sepi
Sebab, puisi telah membuatku tak berdaya
Merebutku dari wajah kekasih tercinta

Ngawi, 11 Maret 2013
Read More..

Minggu, 10 Maret 2013

Antologi Puisi Bait Kata Suara 2013

Bismillahirrohmanirrohim.

Berbahagialah Nusantara menyambut bahasa yang memartabatkan Bangsa. Ratusan penyair dari berbagai Negara yakni, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Taiwan telah mengirimkan karya terbaiknya, selama dua bulan proses penyeleksian akhirnya kurator yang terdiri dari  Mahbub Junaedi,  Noor Aisya, Kameelia Kameel dan Muhammad Rois Rinaldi menentukan pilihannya. Berbagai aspek membidani penyeleksian ini, lantaran masing-masing kurator memiliki takaran serta pandangannya tersendiri dalam membaca puisi.

Jika Mahbub Junaedi menitikberatkan pada soal-soal yang sangat dekat dengan kedirian penyair seperti Suara hati yang murni: dapat diartikan sebagai kejujuran penyair dalam menulis karyanya, Keindahan suara batin: lebih lekat pada nuansa ruh yang ditangkap dari sebuah teks puisi, Perlambangan alam: sesuatu yang membumi—alami dan  Keberanian dalam pengungkapan kata baru yang berbeda dari setiap puisi, yang tidak latah atau pengekor, tetapi sama sekali baru dan mengandung sentuhan estetika yang murni dari penulisnya. (Eksploratif).  Berbeda dengan Noor Aisya yang memandang dari segi Kreativiti (baca: kreativitas), Originaliti (baca: orisinalitas), Estetika, Penyampaian pesan bahasa.  Hampir senada dengan Mahbub Junaedi, Kameelia Kameel memfokuskan penilaian pada Pesan yang terkandung dalam puisi dan Rasa yang menghidupi jiwa saat membacanya. Sedang Muhammad Rois Rinaldi melihat dari aspek Orisinalitas & Kebaruan ungkapan, Kepaduan & Musikalitas, Ke-intensif-an , serta Ruang jelajah puisi. Dari perbedaan itu, menghasilkan pertimbangan dari berbagai hal sehingga muncullan nama-nama yang lolos dalam penerbita Antologi Puisi Bait Kata Suara, yang Insya Alloh akan launching di Kuala Lumpur pada Juni 2013.  Berikut ini adalah nama-nama penyair yang lolos: 
  1. ABDILLAH MUBARAK NURIN (Indonesia)
  2. ABDULLAH TAHIR  (Brunei Darussalam)
  3. AFIQ IKRAM MUSLIMIN (Malaysia)
  4. AHMAD SIRAJUDDIN MOHD TAHIR (Malaysia)
  5. AKANG BAGJA (Abu Dhabi)
  6. ARAS SANDI (Indonesia)
  7. ARTHER PANTHER OLII (Indonesia)
  8. AYANO ROSIE (Indonesia)
  9. ADI ROSADI (Indonesia)
  10. ADY HARBOY (Indonesia)
  11. ANDRIAN DWI ZULIANTO (Indonesia)
  12. ANGIN RETAK (Malaysia)
  13. ANJAR TRI (Indonesia)
  14. ARI WITANTO (Indonesia)
  15. AZIE NASRULLAH (Indonesia)
  16. BAMBANG IRIANTO (Indonesia)
  17. BUDI SYUHANDI (Indonesia)
  18. BUYAH AZMI (Indonesia)
  19. BIDADARI SENJA (Indonesia)
  20. DENIN ALKANGAEN (Indonesia)
  21. DIEN MAKMUR (Indonesia)
  22. DIDI PENGEJA ADABI (Malaysia)
  23. DIMAS ARIKA MIHARDJA (Indonesia)
  24. DIN KELATE (Malaysia)
  25. DITA IPUL DUA (Taiwan)
  26. DM NINGSIH (Indonesia)
  27. EKO ROESBIANTONO (Indonesia)
  28. FAHD RAZY (Malaysia)
  29. FAZIZ AR (Malaysia)
  30. FENDI KACHONK (Indonesia)
  31. GATOT NANO SURYATNO (Indonesia)
  32. HAFNEY MAULANA  (Indonesia)
  33. HANNE DZ (Malaysia)
  34. HAQ QIMI (Malaysia)
  35. HELMI JUNED (Indonesia)
  36. HELIN SUPENTOEL (Indonesia)
  37. IBNU DIN ASSINGKIRI (Malaysia)
  38. GINA AISYA (Indonesia)
  39. JAY WIJAYANTI (Taiwan)
  40. LODY BOYAN (Indonesia)
  41. MALIQUE KANDAYAS (Malaysia)
  42. MALHIS TOMPANG (Malaysia)
  43. MAZNI AYUB (Malaysia)
  44. MAMU HASNY (Malaysia)
  45. M. ABD. RAHIM (Malaysia)
  46. MH. RAMDHAN (Indonesia)
  47. MOHD AYADI HJ MAT JUSOH (Malaysia)
  48. MOHD FAIZAL BABH (Malaysia)
  49. MOH. FAUZAN (Indonesia)
  50. MOH. GHUFRON CHOLID (Indonesia)
  51. MUHAMMAD 'ALDY' RINALDI (Indonesia)
  52. MUHAMMAD RAIN (Indonesia)
  53. MUHAMMAD JAHIDIN (Indonesia)
  54. MURNI SARI AHMAD MASHRI (Malaysia)
  55. NENNY MAKMUN (Indonesia)
  56. NOREZAH BT ISMAIL  (Malaysia)
  57. NORJANNAH MA (Malaysia)
  58. NOVA LINDA (Indonesia)
  59. OSCAR AMRAN (Indonesia)
  60. ÖNALD ÄNOLD (Indonesia)
  61. RATU AYU (Indonesia)
  62. RICKY KOMARA PUTRA (Indonesia)
  63. SANG BAYANG (Indonesia)
  64. SOETAN RADJO PAMOENTJAK (Indonesia)
  65. SRIKANDI DARMA ALOENA (Indonesia)
  66. SRI MAWAR (Malaysia)
  67. SUSILANING SETYAWATI (Indonesia)
  68. SRI NURHAYATI (Taiwan)
  69. SYAFREIN  EFFENDI USMAN (Malaysia)
  70. SYARIFUDDIN ARIFIN (Indonesia)
  71. TABIR ALAM (Malaysia)
  72. TOKBATIN SHAM (Malaysia)
  73. TOK DEHASMARA (Malaysia)
  74. TOSA POETRA (Indonesia)
  75. USUP SUPRIYADI (Indonesia)
  76. VANERA EL ARJ (Indonesia)
  77. WAHYU TOVENG (Indonesia)
  78. WINDU MANDELA (Indonesia)
  79. WIDI PRASETIO (Indonesia)
  80. YESSIKA SUSASTRA (Indonesia)
  81. YUDA APRIANSYAH (Indonesia)
  82. YUDI DAMANHURI (Indonesia)
  83. YUSSOF ABDULLAH (Malaysia)
  84. YUSTI APRILINA (Indonesia)
  85. ZAWAWI AZIZ (Malaysia)

Alhamdulillahirobbilalamin.
Bagi yang telah lolos kurasi, kami ucapkan selamat dan bagi yang belum lolos tentu ini bukan alasan untuk berhenti berkarya. Salam takzim dari segenap admin: Bintang Kartika (Malaysia), Comic Comot (Malaysia), Bard Vilanova (Malaysia), Ezah Nor Ismail (Malaysia), Fahmi Mcsalem (Indonesia), Luluk Andrayani (Indonesia), Mahbub Junaedi (Indonesia), Melinda Nour (Malaysia), Noor Aisya (Singapura), Muhammad Rois Rinaldi (Indonesia), Sonny H. Sayangbati (Indonesia) dan Yatim Ahmad (Sabah).
Read More..

Jumat, 08 Maret 2013

Dik Sri 23

Dik Sri,
Malam telah larut, rebahkan tubuhmu sebentar
Jangan engkau paksakan lagi lelah bibir matamu itu
Aku tak rela, Dik
Andai sebelum fajar kita ketinggalan kereta
Mengecup bening embun percintaan dengan sang kekasih
Sebab lelah memenjarakan ragamu, pula ragaku!

Dik Sri,
Aku tahu, hari ini aku pulang memulung dengan gerobak penuh sampah
Dan sampah-sampah itu menunggu sapa lembut jemarimu
Aku pula mengerti, kerelaanmu mencintaiku dalam putih kasih
Tiada resah pun gelisah
Dan aku sangat-sangat mengerti Dik,
Esok hari menanak nasi
Namun,
Bukankah kita lebih mengerti lagi
Bahwa percintaanlah yang lebih abadi

Dik Sri,
Mari, lekas rebahkan lesu raga ini
Biar sebelum fajar tiba,
Kereta kan tepat membawa kita dari stasiun yang sama
Dalam percintaan yang lebih hangat dan lebih mesra lagi
Dari sebelum-sebelumnya

Ngawi, 08 Maret 2013
Read More..

Jumat, 01 Maret 2013

Puisi Buat Kekasih

Ingin kulantunkan selarik puisi untukmu kekasih
Datang dari degaban ruas dadaku
Yang tak berdaya lagi diterpa kabut asmara
Bah tatapan musim semi
Di mana bunga-bunga bermekaran penuhi ladang
Menyibak ranum keharuman merah,
Pun semerah bibirmu itu

Kekasih,
Bila kau mendengar bisik burung-burung
Tak usah kau masak itu
Mereka hanya burung yang linglung kehilangan sarung
Seperti tempurung kelapa yang gabuk
Berharap lekas menjelma menjadi pemabuk
Namun bila kau bertanya ada yang terlena menantimu, kan kujawab: pasti itu aku
Sebab solek rembulan kan tiada berdaya dalam leretnya
Andai kau,
Telah mengangkat panji di ubun-ubun malam purnama
Sembari menitipkan pesan pada Tuhan,
"Biarlah kutelisik JahannamMu"

Ingin kulantunkan selarik puisi untukmu kekasih,
Setangguh mantra-mantra kutukan penyihir yang kejam merajam putri cantik pada kastilnya
Sebab mendapati malam tiada pungkasan,
Indahmu nadamu melarik dalam tiap ruas pusiku

Tahukah engkau kekasih,
Saat kita sama malu-malu pandang, saat itulah kutemukan rindu membara
Yang lalatnya menjulang melebihi api
Apalagi saat kita selayang pandang
Engkau layaknya pengantin yang kuculik di depan pintu kekasihmu tercinta
Saat pengiring masih kelabakan mengganjal perutnya
Sembari menjejal-jejalkan cemilan pada piama
Meski dikeningnya berkata,
"Semoga Tuhan tidur"

Ingin kulantunkan selarik puisi untukmu kekasih,
Sebelum malam terjemput pagi
Dan
Kembali

Ngawi, 01 Maret 2013
Read More..