Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Rabu, 30 Mei 2012

Kekasihku Jangan Serakah

oleh Helin Supentoel pada 30 Mei 2012 pukul 5:01 ·
kekasihku,
jangan menghujat lagi
segemuruh merapi
percikkan lahar, menarikan kemarahan
jangan pula kau tertawa gersang
senyummu dusta, kekasihku
aku tahu engkau hanya cemburu buta
pada kisahku

memang,
dekaban hangatmu kala itu masih jelas kurasa
dalam hujan dipenghujung kota
engkau basah, akupun basah
kita sama-sama basah
sebagai dua angsa menari
begitu mesra kita mengukirnya
sepoi udara pun menulisnya dalam bisu
seindah wajahmu
dalam keharuman cerita
dan bebatuan pun menahanmu
seanggun permata

namun,
tepat semenjak engkau mengarungi lautan raya
menjulang tawa dengan kekasihmu
dalam perahu keemasan
kau telah meninggalkan bui asa padaku
dan gelap menerpa dinding langit

kekasihku,
kini sesosok rembulan mengintipku dalam anggun
menjadi siluet terang dibalik awan
taman pun laun kembali bersemi
dalam cahaya kemerahan senja
memadu mesra
bagaimana bila kujadikan saja demaga bagiku
dahulu tempatmu bersandar
menjadi warna
bukan hitam dan putih belaka

jawablah kekasihku,
jangan serakah
demi kekasihmu yang kau cinta
jangan mendua

Ngawi, 29 mei 2012
Read More..

Taurus Mendesus

oleh Helin Supentoel pada 30 Mei 2012 pukul 3:04 ·
Rembulan


Rembulan,
kulipat kau dalam bait-bait puisi
terangkai disetiap makna merdu kata
karna biji-biji bunga telah tumbuh di ladang
semenjak parasmu terpasung di langit-langit
indah terangi bumi kelam kegelapan

mencurimu itu suatu impian
apalagi mendekabmu seerat malam
sungguh berjuta kali kupikirkan
dan engkau lantas berserah dalam setia
layaknya bumi berputar pada porosnya
kemana kau slalu kan pula mengiringnya

Rembulan,
bila sungguh tambatan rindu sepi itu engkau berada
sebagai penenang resah kalbu mendera
dan engkau bersedia
tunggulah,
kan kubungkus engkau sebelum fajar tiba
tuk kujadikan boneka malam-malamku
meski sang surya kan cemburu
memadamkan cahayanya
dan mati berdiri

, 24 Mei 2012


Fajar


Fajar,
anggun mentari tiada sabar lekas mencubu raya
ternanti dalam suluk-suluk burung menggema
pula jingkrak tupai meloncat galah bambu diatas danau ungu
sembari kerling matanya mencuri sapa si pemilik gaun merah
tertatih,
ya, kedua jemari lekas menenangkan pergunjingan lapak dada
dan lagi bergoyang
tak mau sepi

"bagaimana lagi kan kulakukan"
sebait tanya mengisi
jawaban pun lekas datang bersama lembut udara
"andai langit berbicara
pastilah ia kan menertawakanku begitu hangat
kian meningkat
ah, andai pula langit berbicara lain
cukuplah restu bersemi disepanjang galah bambu
semenjak dahulu"

Duhai fajar penunggu cinta
kulantangkan sapaku padamu bersama sunyi
janganlah engkau cemburu, lantas menjadikanku bajing piaraan
atau pula esok hari menancapkan pisau dibibirku
karna melihatku pagi ini sedang bercinta dengan kekasihku yang telah lama pergi
dalam selebat mimpi

, 21 Mei 2012


Lenyap

Mati saja kau dengan nuranimu
kemudian kubur dalam-dalam
biar samudra haru tak mampu mencarimu lagi
pada hilang jejak
dan setelah putus asa
pasti kau kan mencumbu lautan dinihari
lenyap tak mau kembali

, 23 Mei 2012


Karena Aku Suamimu


Istriku,
malam ini telah menjadi milik kita
mengadu bulir-bulir kasih
menawan waktu dengan mesra
tiada kecewa

bila dingin menderas kalbu
rebahkan saja segalanya pada langit
pasti dia kan percaya
bahwa engkau tiada pernah berdusta
namun bila kau tak lekas menderakan segalanya
jangan salahkan diriku bila tungku kan terbakar perapian

sambutlah diriku seperti mentari fajar nanti
rinduilah diriku sehangat malammu bercumbu
dan bila suatu kali aku berjalan tiada lurus
luruskanlah
karena aku suamimu

Ngawi, 25 Mei 2012


Bandara


Bandara,
ya, kau tak buta
tempatmu tumbuhkan bunga-bunga merah muda
benih-benih kasih
dalam perjumpaan mata
kaupun tak tuli
mendengar kisahku

Bandara
setelah sekian lama terpana
tetap kau masih setia mengenangku
dalam indahnya kalbu
menepis kelam dan ruang waktu
tetap tiada pernah berubah
meski cinta sudah tiada berbenah

berbeda denganku
yang menjadi bilah debu
semenjak kau memainkannnya
dalam kelambu waktu

, 25 Mei 2012


Dingin Pesanku


Andai dingin mendengar desahku
pastilah ia akan tahu
seberapa dalam hamparan sepi mengisi ruang-ruang
dia pun akan menuliskan pesanku
bersama burung yang mengintip disela-sela dinding rumahnya
kepada kekasih hangat yang jauh melayang
mungkin sedang kedinginan pula
atau sedang meretas kehangatan bersama lautan kasihnya

ah,
pantaskah dingin ini menusuk raga
jawab pesanku
sebelum gelap mengurai air mata

, 27 Mei 2012


Lebih Dari Yang Kau Kira


Sayangku,
lipatlah gundah yang mendera kabumu itu
lantas buang jauh kelangit biru
jangan biarkan sang awan mencumbumu berkali-kali
hingga kau tiada sadar diri dan bercinta lagi
tatap saja cermin mega tempat kau melangkah
dan yakinlah
sekembaliku dari neraka
kita kan bercinta lebih dari yang kau kira
hingga usai masa

Ngawi, 27 Mei 2012


Bercintaku


Ingin rasanya kuceritakah kisah bercintaku pada kalian
dengan rembulan memerah
yang slama ini telah menuangkan anggur padaku
sampai kumabuk meneguknya
apa kalian takkan cemburu berat padaku
lantas berusaha membunuhku perlahan
mencincang ragaku seperti babi guling
dan esok pagi tertulis di media masa yang dgn busuknya
"rembulan menjadi layu semalam
dalam sengatan kesunyian"
dan dihari berikutnya
aku terdekam dalam bui kesombongan
bersama jamur-jamur
sementara itu kalian menggantikanku
menggilirnya berkali-kali
bercinta sepertiku
tiada malu
setelah aku lenyap menjadi tanah leluhurku

Ngawi, 27 Mei 2012


Rusukku


Lama  sudah kudekap engkau dalam sari-sari rindu
harummu telah menebarkan pesona taman senja
aku tiada tahu
aku pun tak amnesia
namun,
di mana lagi kan kuletakkan engkau diantara kujur raga ini
bagaimana bila kujadikan saja engkau penggalan rusukku
biar rusukku kan sempurna sepertimu
kekasih,

Ngawi, 28 Mei 2012


Tinggallah Di Masa Itu


Terlalu panjang buih perjalanan ini tertempuh
aku sudah tiada mampu mengungkapnya satu demi satu
segalanya menyatu dalam hembus raga
bila mampu, kuingin kembali di masa itu
masa di mana kutemukan sebuah keindahan tiada sendu
tiada buih tanya hinggap di ujung fajar
dalam kasih embun

ya, kita duduk berdua di suatu tempat berkali jumpa
lembah beribu harum bunga menerpa
memandang seka-seka balutan cinta kasih
hembus anginpun perlahan mengembang
dalam kisah kasih
kabut tipis turun meretas
memberi kesaksian tanpa tanda
kita saling berdekab erat
sama mengeratkan jemari lembut

terasa rembulan terang tak jauh dari mataku
tiada setebal bulu
melayanglah jauh asmaraku
menjulang di atas dinding-dinding bisu
kusingkap perlahan rambut panjangnya yang harum
sembari mengejakan melodi-melodi semu
sepi pun sembunyi dibaliknya
dalam riuh terjaga
engkau tertawa
aku terpana
dibaris senyummu kulihat sebuah indah dunia
tiada cela
ingin segera kutapaki pergulatan malam
dalam manis madu

"mari kita arungi lautan ini"
ucapnya begitu tiba-tiba
hatiku tersentak
serasa benih-benih jarum menusukku tiada henti
dan aku mati lagi

"bukankah belum ada bait janji
lantas mengapa sudah kita awali perjamuan"
sanubariku berkata
meretas syairnya yang begitu menarik
lama diam menerpaku dalam pucat
menjauh dari pusaran raga
diapun tersenyum tipis, dan merangkai baris kata lagi
"ternyata, kamu memang pantas mendampingiku
hingga bumi melenyapkan satu sama lain,
karna kokoh karangmu tiada mampu retak,
tiada goyah meski kuterjang dengan badai semu,
maafkan aku membuatmu jadi boneka,
keindahan satu malam,
akulah sebenarnnya muara keruh"

waktu telah usai
tinggallah kesucian di masa itu
ya, kala itu bersamanya

Ngawi, 28 Mei 2012

Kaki-kaki Mungil


Kaki-kaki mungil tiada lelah menjejak sapuan waktu
melawan gelombang samudra
dalam kabut gelap mendekab, dan deru glamor sebuah era muda
meski hujan basah
meski terik surya menyengat dahaga
tetap kokoh jejakkan kaki mungilnya
tepiskan nyeri luka
lesatkan nyata
tuk segudang mimpi-mimpi
yang menjulang setinggi gunung
meski terjal lembah melambai slalu

senyumnya indah, berkilau bah permata elok
mutiara-mutiara lautan harapan
ia berselimut langit, berkasur bumi,
tlah lama ia maknai
dengan lembut
sebagai ibu dan bapak mengadu
pula menjajaki ilmu
berkawan buku-buku tahun lalu

kerap ludah busuk memandikannya dalam tepis mata
sesampah belaka
tarian jemari pun kerap melayang pedas
namun tiada mampu buatnya jera
menuding ketidakadilan
sebaliknya,
dari bekal itu
kian melesatkan makna penantian
akan sebuah metamorfosa
sehebat dunia yang kian tua

kaki-kaki mungil tetap melangkah kekokohan
keras menatap mega
tiada retak,
ataupun enggan berdiri
melawan derai air mata sembilu
dan badai-badai biru

setajam laju busur panah melesat ia menerjang
dari mentari mencumbu bumi
hingga sunyi mengabdi mimpi

barangkali suatu hari waktu kan berganti
tak lagi nyeri

Ngawi, 24 Mei 2012


Sombong


Manusia, sombong
hewan, sombong
tumbuhan, sombong
hantu, sombong
bintang, sombong
bulan, sombong
matahari, sombong
lagit, sombong
bumi, sombong
api, sombong
air, sombong
udara, sombong
pagi, sombong
siang, sombong
senja, sombong
malam, sombong
musim pun ikutan sombong
segalanya sombong
sebenarnya apa yang tidak dalam kesombongan?

bagaimana dengan Kematian..!

Ngawi, 28 Mei 2012


Letak Kebenaran Sesungguhnya


Bagaimana ya?
Disini ngomong benar,
disana juga ngomong benar,
dimeja,
dikursi,
dijalan,
dibui,
dilembar-lembar,
dikendaraan,
dibendera,
dilalap api,
diair,
dihujan,
diranjang,
dimusim,
dikotoran,
dan disegala betuk nyata dan maya yang masih buanyak lagi,
bahkan dicelana dalam pesing pun selalu ngomong benar
sebenarnya dimanakah letak kebenaran itu sesungguhnya

kenyataannya tak pernah ada yang ngomong salah
meski dalam kesalahan
atau menyalahkan dirinya sendiri
semuanya ngomong benar saja
dan saling menyalahkan itulah kebenaran yang ada

bila saja ada yang bicara salah
pasti, cepat sekali kian lebih disalahkan
ditenggelamkan,
dikucilkan,
dihantui,
diobrak-abrik hingga lenyap tiada udara

lantas, bagaimana dengan kebenaran?
apa memang selalu benar,
tanpa segelincir ksalahan sperti Tuhan mencipta,
atau memang sebenarnya kesalahan dan kebenaran itu dapat diperjual belikan seperti barang asongan
ah,
bikin tambah pusing aja, pusing..!

aku kok kian ngawur, ngelantur, gak bisa nahan busuk mulut
kayak aku ini udah benar aja
sudah,
aku tak mau panjang lebar lagi
aku tak ingin menjadi iri
yang pasti sekarang ini kebenaran tinggal direceh-receh pengemis
dipiawai jemari pengamen
dikemeja mewah
bersama dasi mahal
yang dipakainya
dan disegala-galanya

mungkin, kematianlah ngomongin kebenaran itu kan ada, dan kesalahan kan tiada

Ngawi, 28 Mei 2012


Manisnya Empedu Kasihmu


Duh Sang Pujangga segala rupa
yang teragung tiada sama
betapa indah bait-bait sadjakMu
buatku cemburu
memaknainya dalam sepi

Engkau suguhkan
taman terindah
buatku menanam biji-biji bunga
dalam harum
lantas aku berlarian seperti dua angsa menari disebuah danau biru
sesekali memainkan tarian angin dan hujan

aku terlena,
saat kutahu putih cintanya padaMU terurai dalam air mata
seputih salju turun dipohon kokoh
dalam dingin, sepi, ataupun riuh menjejak langkah
tiada mampu melepasnya dari belengguMU
tetap setia memandang altar-altar rumah seribu impian

gempa bandang, angin ribut, bhkan samudra meluap menghujat layaknya perahu terperangkap kedangkalan
pemilik paras sejuk itu tetap tiada peduli
tetap menimbun jejak akan sbuah kenikmatan emas dan berlian kelak

suatu kali aq bermimpi
menyambutnya dgn hangat dekaban mesraku
sehangat dekabanMu padaku
membelainya dgn lembut kasih
dalam halal cintaMU
salahkah?

namun,
apalah daya bila engkau tiada sebait restu menyambut
menyatukan ujung penantian yang slama ini kurangkai
sebagai buah kerinduan

jika benar ini goresan tintaMU
dalam lembar perjalanan hangatku
aku bersyukur
dan kan kujadikan saja dia tiraiku melangkah dijalanMU
dan biarlah ceritanya mengisi ceritaku
dalam manisnya empedu
kasihMU

Ngawi, 25 Mei 2012


Tiang Retak


Tiang retak ditepian jalan
memandang kakinya lelah menjejak waktu
sekujur bidaknya pula mulai berkarat
menahan badai terlampau kencang
porak-porandakan pintalan benang sutra merah muda tertenun
jadilah tiada rupa
corak belaka
dalam kering mengantongi purnama senja

semua itu berawal semenjak lambai daun kelapa muda mengitari gubuk tua
di mana pernah tertimbum biji-biji bunga
menari-nari di rentang pintu dan di bingkai-bingkai berita
bahwa dusta sudah usai masa menanam benihnya
terjaga tinggal rasa daun pepaya

binar terang seketika lesat meremang dibalik bejana, lantas lenyap termakan awan
jadilah tirai hujan mengguyur basah
bersama rintih nada
pada batu-batu bisu

rindang yang terjaga telah runtuh terhempas jauh
membawa kesejukannya dalam sumur tetangga
lambat laun cawan merah gersang
jadilah kemarau menggebu

sapa demi sapa kerap letas merebah kesekian kali
lukiskan warna mentari di langit gelap
biar lekas terang
entah glamor
juga anggun
hingga lentik bintang pun turut serta mengisi blangko
membawa cahya keemasan menantang surya
namun, tetaplah tiada mampu beradu
meski hanya segelincir debu

"sebenarnya dimanakah keteduhan kan berada"
tanyanya pada semilir angin menyapa
kala hening terjadi menahan malam
"pada sekejap berdiri,
hingga di balai tabur bunga tempat mengabdi"

ya,
itulah jawaban terjaga
karena karat sudah membabi
relakan segalanya terbui
retak tiada mampu kembali terkunci
Illahilah yang tahu kemana penjejakan ternanti

Ngawi, 23 Mei 2012


Sunyi Sepi


Sepi,
semenjak remang senja lenyap terbalut gelap raya
seakan tiada cahaya lagi menjadi penerang perjalanan malam panjang selanjutnya
yang kian renta, kian menjamu pertikaian semata

sunyi,
bertirai awan gelap
tiada sosok bebintang berpijar diberanda mega
hanyut terlahap gelap
meski bisikan-bisikan membuncah telinga dan
terdekab dalam hilir udara sentuhkan cinta diskujur raga
tetap semikan butir-butih kasih merayap dipantai keabuan

berkali harum bunga tawarkan sapa sejuk nan anggun
sembari melambaikan harapan-harapan jingga
atau sedang menertawakanku memangku kerinduan sejuta kisah usang
dan suara-suara cocak, kian mendesahkan buaian gundah samudra petaka
mengiring bidak-bidak kesendirian bersama rinai hujan menggebu
basahi kemarau panjang
tetap juga tiada mampu redakan buncah kalbu

sunyi sepi tetap menanam cumbuannya kesekian kali
tiada seekor lemut mendecit
apalagi meliwis, telah tertidur pulas bersama kekasih muda
lantas, mengapa tak izinkan kemeriahan merebah dilembab rasa
sedetik pijar warna
mungkinkah memang sunyi sepi tiada mati
hingga senja dan malam-malam selanjutnya
putaran roda

Ngawi, 21 Mei 2012


Arca-arca dan batu membisu


Di sebuah tempat tak jauh dari gerumul kota, telah terurai cerita menawan
seperti penari ronggeng menggoyang pantatnya teriring oleh kendang dan kelengkapan dialtar sebuah kerajaan
seperti pula sepi sunyi yang dingin berada disebuah ketinggian tempat jauh dari kemeriahan
itulah segalanya bila mampu dilukiskan
namun tidak seperti penjejakan membatu itu
dua pasang mata mengukir bait suci penetaan kelak yang ingin tersemayam diakhir percoban sempurna
seperja janji gajah mada menyatukan nusantara dalam cinta
namun, belum tiba masanya
hujan badai menerjang kota terlarang beberapa waktu lalu
sgalanya runtuh menghujam tertimbun pada tanah ampau dalam puing-puing batu berserakan menjadi sebuah hamparan kering
tanyakanlah pada arca-arca tua termakan renta usai
yang tiada bosan mencengkerama cakrawala itu
pastilah kan terjawab sesungguhnya cerita
meski sembari menangisi sepenggal tubuhnya yang telah terhelai menjadi debu pula

memang sekujurnya sama
seperti lambang-lambang peradaban
berada yang tinggal mitos usang belaka
semuanya lenyap dalam makna
dalam lembar buku-buku pengetahuan sekolah
yang nanti setelah dibaca kan ditertawakan, atau pula kan ditepiskan pada kebosanan
seperti itulah jalannya

Tiada tahu, mengapa segalanya diwariskan dalam sebuah cerita
segalanya diumbarkan sebegitu mesra dan syahdu haru
menjadi adat perbincangan hujan dan angin
yang pasti, batu runtuh dan arca-arca itu telah mengadu pada setapak layu
akan memori kelabu berdebu
hingga hujan menghapus jejaknya yang bisu
disebuah negri lama,
ya, negri hantu
seperti cerita itu


Kediri, 21 Mei 2012
Read More..