Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Selasa, 30 Juli 2013

Stlistika Puisi



Dalam penciptaannya, puisi disusun pengarang dari sebuah pandangan realita kehidupan pengarang, atau juga bisa dari imajinasi pengarang melihat keadaan yang berkenaan dengan sebuah problematik yang terjadi dalam masyarakat. Apabila penciptaannya mencerminkan masyarakat aslinya, puisi dapat dijadikan sebuah teks masyarakat sebagai catatan karya sastra melalui ciptasastra. Esten (2000:8), menegaskan:

Sebuah ciptasastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup di dalam masyarakat (realitas-objektif). Akan tetapi ciptasastra bukanlah hanya pengungkapan realitas objektif itu saja. Di dalamnya diungkapkan pula nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung dari sekedar realitas objektif itu. Ciptasastra bukanlah semata tiruan dari pada alam (imitation of nature) atau tiruan daripada hidup (imitation of life) akan tetapi ia merupakan penafsiran-penafsiran tentang alam dan kehidupan itu (interpretation of life)

Ciptasastra mengungkapkan tentang masalah-masalah manusia dan kemanusiaan. Tentang makna hidup dan kehidupan. Ia melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangan, kasih sayang dan kebencian, nafsu dan segala yang dialami manusia. Dengan ciptasastra pengarang mau menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung. Ingin menafsirkan tentang makna hidup dan hakekat hidup, salah satunya puisi-puisi dalam buku puisi “Baju Bulan” karya Joko Pinurbo yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, Kompas Gramedia Building Blok I lt. 5, Jl. Palmerah Barat No. 29-37, Jakarta 2013. Kumpulan puisi tersebut tampak sederhana, namun sarat makna, di sana-sini mengandung humor dan ironi yang menyentuh absurditas hidup sehari-hari, dan menarik perhatian karena banyak menyajikan renungan yang intens mengenai tubuh. Dalam puisi-puisinya, tubuh bisa menjelma menjadi berbagai metafor yang menawarkan berbagai kemungkinan makna. Seperti tampak kuat banyak berkisah mengenai hubungan manusia. Melihat perilaku manusia melalui hubungan anak-ibu, anak-ayah, anak-ibu-ayah. Hubungan itu diangkat tidak semata dalam konteks bahasa, psikologis dan hubungan darah, melainkan memainkan banyak metafor untuk membolak-balik pola hubungan itu sehingga mampu mengolah sudut pandang anak dengan permainan waktu yang memikat. Buku puisi tersebut berisi puisi-puisi yang dipilih dari ratusan puisi yang ditulisnya dalam rentang waktu 1991-2012. Melalui buku tersebut dapat dilihat semacam ikhtisar perpuisian Joko Pinurbo dan pada saat bersamaan menikmati tamasya rohani yang mengasyikkan dan sering mengejutkan pembaca. Detil rasio dan urut-urutan panca indra tak perlu dituntut dipersoalkan, yang penting ada yang tertangkap, dialah lanskap yang menyelubunginya, seperti yang ditegaskan oleh pengarang dalam pengantar kumpulan puisinya (Pinurbo, 2013:vii).

Dari dasar ciptasastra merupakan pengungkapan fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan), maka sebuah ciptasastra bernilai apabila adanya keharmonisan antara isi yang baik dengan struktur yang baik pula. Apa yang disajikan dan bagaimana menyajikannya adalah dua hal yang menentukan berhasil tidaknya sebuah ciptasastra yang menghasilkan sebuah keindahan (estetika) karya sastra, sehingga muncul metode dan teori sastra yang menerangkan bagaimana meneliti karya sastra. Endraswara (2008:12), mengungkapkan “penelitian sastra akan mengikuti sistem berpikir ilmiah, menggunakan metode, teori, analitis, dan kreatif”.

Metode sastra adalah cara menilai karya sastra dari bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subyek kajian. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria yang ada pada sastra itu sendiri. Eagleton (2006:263), menerangkan “Kebanyakan teori sastra yang telah kita lihat pun cenderung melihat karya sastra sebagai ‘ekspresi’ atau ‘refleksi’ realitas: sastra mementaskan ulang pengalaman manusia, atau mewujudkan maksud pengarang, atau struktur sastra mereproduksi struktur benak manusia”. Struktur sastra mereproduksi benak manusia, di mana manusia dijadikan sebagai objek kepengarangan oleh pengarang, dikarenakan dalam kehidupan manusia tindakan atau perilaku bermasyarakat dipengaruhi oleh problem sosial, sehingga menjadi sebuah karya sastra yang baik dari segi struktur batin maupun fisiknya, apalagi yang di teliti adalah sebuah puisi yang penuh dengan teka-teki bahasa.
Read More..

Sabtu, 18 Mei 2013

KUPU-KUPU TERBANG, DUH SAYANG




lihatlah ini malam
kupu-kupu terbang warnanya merah
semerah bibir-bibir bunga yang gugur di muara
harum tereja oleh belukar senja
lantas terbawa alir menuju samudra
terbelah oleh angin, membekab dingin
mungkin sedang lapar dari kerinduan
akan haus pelukan kekasih tersayang

saat musim sejenak beku
sulur-sulur pohon rantingnya kelu
diterjang badai yang meledak-ledak
berharap gemuruhnya meluap di jakunmu
menjadi malam angka-angka tinggal
dari lembar sayap melempar mata dajjal
sebab, taburnya laksana bebintang di dinding langit

mengkerlip di antara reruntuhan awan
lantas mengelupas menjadi bulir-bulir hujan
dan jatuh di taman mandalawai
siapalah yang tidak menyemai

"akankah rembulan cahayanya terpinjam ini malam?
ah, betapa kekarnya rimba"


malam kembali hampir pagi
sementara kupu-kupu itu hangus di serambi
mengejar bayang mengubur sunyi
pada bulan-bulan kenangan
duh sayang,
kupu-kupu menjadi arang

"sebelum tasbih berakhir, mari kita rampungkan percakapaan ini...!"

disanalah waktu menjadi kejam
menyambut sungsang, meretas cahaya malam




Grobokan, 21 April 2013
Read More..

Wajah Malam


engkau rembulan berwajah awan
tuntaskan malam mengais fajar
menarilah selembut angin
merintihlah seringkih ranting
sebab rindu enggan berguru syahdu
dari benalu bertaring seribu
jadilah malam itu hujan tumbuh
bersemi menabur keriuhan peristiwa
di atas seru nada menggiring duka
pada cinta tak tau tertinggal di mana
mungkin lusa hari pekan raya



24 April 2013
Read More..

Cahaya Bunga Hitam

sepasang mata itu akhirnya runtuh setelah angin memberi kabar tentang bunga hitam
langit sepi merubah wajahnya menjadi berawan, laun gelap
merembah di atas tanah yang baaunya tak kau inginkan
tiada kau dambakaan dan kalian rencanakan sebelumnya
dan gemuruh tiba-tiba pecah dalam kobar membara
seperti api dari tungku dengan air di dalamnya mendidih
sementara hujan yang tak di undang berdatangan dalam tajamnya
seperti jarum-jarum menyulam kain menjadi sehela pakaian
ya, pakaian kesucian menghantarkannya pada dingin malam sendiri
tiada tembang pun kehangatan kekasih mendekab dengan segala pelukan
yang ada hanya kemiskraman dan suara-suara yanag pecah menambat segala keheningan

"hanya waktu menjadi jawaban di antara kegelisahanmu"


24 april 2013
Read More..

Menanti Detik Tanya


kemana lagi kucarai engkau, duh kekasih
semenjak musim lusa yang nampak ringan itu
leret bayangmu mengendap di atas malam-malam buta
menjadi huruf-huruf yang bersiap-siap kan menembus kelu kembara

di ujung jalan itu kita sama-sama tahu
antara mata kemata saling memberi pesan
bahwa ada gejolak yang hendak terpupur menjadi sejengkal kisah indah
layaknya bebunga tumbuh di taman
aromanya mengendap-endap hingga mencuri sehela sadjak
jadilah gairahku mengidap lembar wajahmu

di sinilah kita berjanji menguraii segala kegelisahan malam itu
lantas engkau kan merebahkan segala kerinduan yang selama ini membrangusmu, pun diriku
dan seketika itu terjadi
kita tak lagi menjadi sepasang burung mengerling sebelah mata
namun jelas waktu kan terbaca


24 April 2013
Read More..

Kubaca Jalan

"ini malam menjadi riuh
antara bulan-bulan yang tanggal di atas ubun kota
dan tentang cahaya-cahaya yang tumbuh menelan sukma"


ya, di kota rombong inilah gemuruh itu menjadi biji-biji api
meluap-luap berharap meledak di pucuk bedil
menjadi jejak-jejak keriuhan pada hening yang kembali menghunus gairahku

di sini seakan daun-daun gugur warnanya merah
laun berserakan ditepian jalan dengan meminjam cahaya rembulan
yang bundar seperti route simpang lima dengan di tengahnya nampak tempayan air mencakar langit
inginnya membasuh raga sembari berenang dalam hangatnya perjumpaan
sebab dingin telampau purba melipat-lipat kerinduan
dan inginya melukiskan wajah di dinding-dinding
tapi, hanya bayang-bayang yang bersandaang ria
beriak seperti gelembung-gelembung didih

tahukah kalian,
hendak menegur sepi dengan sederet tembang
tapi belum sampai dilarik nada pertama, tembang itu runtuh setelah bengisnya malam mendekab dinginnya kemiskraman
sementara lampu-lampu yang menarik aura, tiba-tiba saja redam dan kandas terbalut sepi
mungkinkah ini terlampau larut?
ah, aku tak tau
sebab ini kali pertama cemburu

"sedap malam kemana tarian sunsangmu
aku ingin menuntaskan sunyi sepi
seperti kering tanah di telan terik
riuhnya mengambang kegersangan"


kubaca jalan,
hanya bara beku mengkistal di antara lampu-lampu

Grobokan, 21 Maret 2013

Read More..

Menatap Nisan UJE

"mari kita rampungkan percakapan ini"

aku semaput di depan pintumu, setelah kau benar-benar seret diriku pada kesenduan tempat yang teramat kuimpikan. tanggal dari biji bola mata, laun mengendap di antara gersang tandus tanah melahirkan berjuta pejuang di atas-jung-jung perkasa. meski sejarah nampak jauh, namun kurasakan betapa gaduh saat itu. saat dimana petarungMu meninggikan bendera dan mehimpun tiap biji-biji yang kelak terjadikan sekarung saku menemu pintu gerbang perjalanan.

tetap saja udara semakin melarutkan segala kesunyian saat raga ini lungsruk, dan angsup pada suasana yang kini bukan mimpi buta.

"kenangan itu ambyar bersama musim berserakan"




18 april 2013
Read More..

Kekasihku

kekasihku
engkaulah embun itu pagi
menari-nari seranum bunga musim semi
di antara kuntum dan jerami

kekasihku
jadilah aku seperti kicau kenari
saat anggunmu menuntaskan segala tarian sunyi
yang membalutku seperti api

kekasihku
andai engkau benar torehan ilahi
biarlah diriku tak hanya punya mimpi
atau lautan dini hari
yang sepi elegi

kekasihku
meski hujan kembali mengecup dini hari
biarlah aku menjadi sederet pelangi
di atas segala gemuruh negeri
oh, kekasihku
abadi

Ngawi, 14 April 2013

Read More..

Langit Gersang Cahayanya Beku

"kerinduan ini haruskah kandas ditelan hening malam
seperti angin yang perlahan kering mengecup ranting kebekuan"


membaca warna jagat,
di langit bebintang seperti melambai bayang
nampak dinding dangan diam hendak menjadi nada kerinduan
pada hari panjang seletas bulan kenangan
ya, april

di tempat teduh ini sempat kita terduduk berdua
meresapi laman-laman alir air menjamu telaga mesra
menjadi pesona raya pada leret warna bunga
dengan aroma yang dirimu dan aku saling mengerti
saling menuntaskan segala ketiadaan sepi
sembari mendengar deruseru ranting menggunjingkan lapak pengkabaran
antara air dan api yang selalu bertatap ruang
disanalah kita berada
membawa segala torehan pena

detik-detik yang telanjang
tiba-tiba merubah tik-tik hujan tumbuh di lautan
laun bergemuruh dalam terjal riaknya
menjadi gelombang dengan taring yang mencakar
seperti gading retak mencacah kalender tua
dengan meninggalkan angka di setiap bayang sendawa

semestinya perjalanan buta, malam pun menjadi legam
jejak-jejak bisu mengurai kelambu dengan cahayanya abu-abu
lantas berubah menjadi kegelapaan pekat
seperti ladang bara bergairah kemudian padam di hembus angin
tinggallah menjadi abu keusangan musim
dan disitulah kebekuan itu menemu payau takzim

ya, april
cukuplah engkau tau
debu cahayanya menjadi rajam kelabu waktu


Ngawi, 14 April 2013
Read More..

Wajah Taman

kuncup-kuncup mekar di taman malam
mengejar kerlip bintang menarik ruang
menjemput rindu rentang kalbu
yang harinya kering di rudung angin
kembali di serambi beku

dengan cahayanya, siapa hendak bertahta
lantas menari di lautan jingga
sembari menetakan tarian-tarian purnama
seliuk musim-musim pancaroba

dan siapa pula tak merindu kuncup-kuncup itu
sedang rindu kian menggebu-gebu seperti gelombang
meliuk, lantas mencakar karang dengan sederet terjang
ketiadaan bayang-bayang

"aku takkan iba, andai kau menawan sukma"

Ngawi, 13 April 2013
Read More..

Akhir Malam Berjumpa

dan sekirannya ini adalah akhir malam kita berjumpa
biarkanlah rindu ini selayaknya terjaga
menjadi cahaya di antara malam-malam sesungguhnya
antara samar rembulan merundung langit senja

dan sekiranya ini adalah akhir malam kita berjumpa
layaknya purnama pagi mengungkap mimpi
biarlah gelombang-gelombang cinta tanda kebekuan hari
yang kan mengisi ruang pantai menjadi bulir-bulir pasir
di mana jejaknya kan terkenang segeramang angsa di bening telaga

dan sekiranya ini adalah akhir malam kita berjumpa
mengapa hujan begitu tajam
tiada menyisakan sehela keredaan di tabur jalan
perlahan angin surut
bayang-bayang itu semestinya berangsut
menjadi sekedar pelepasan malam angslup

13 April 2013
Read More..

Bronto Sepo

Di tengah tarian malam
Wajah-wajah beku perlahan menghilang
Entah siapa menjemputnya pulang menimbun kenangan
Sedang bayang-bayang kian telanjang dalam dekapan
Seperti gelombang pasang lautan senja
Pastilah gulung deburnya menusuk ruas telaga sukma
dan tuntas menyibak nganga bara

Sekiranya malam larut
Di antara musim bunga membakar gelisah samudera
Tak ada yang mampu kulakukan
Selain meramu sunyi sepi gangsal-gangsal purnama
Menjadi geramang nada yang pecah tak tuntas-tuntas
Sembari membaca kembali rongga-rongga jejak purba
Yang lamat tiada reda menyuluk air mata

Dan kerinduan ini semakin tak bertepi
saat gairahnya melebihi lalat api


Ngawi, 10 April 2013
Read More..

Laman Purba Kembali Berkata

semenjak surya senja tergelam di antara sela-sela karang
serasa kulihat lagi dirimu tumbuh menjumpai ladang
kembali menabur biji-biji bunga
laun dengan lembut kasih kau siram teduh
dan engkau pun tak lupa
memberi sapa pada selarik cahaya yang berkilau di dinding mega
ah, tak kukira
ternyata engkau tiada tuntas-tuntasnya membawaku
berlari di kelambu merah jembu
meski segalanya telah raib ditelan beku waktu

: lautan pecah, jangan kau tarik lagi diriku menekuri terjal gelombang
yang menjadikanku selesu debu melumut kelu

10 April 2013
Read More..

Tetes Gerimis

semestinya bayang-bayang itu tinggal pertanda waktu
lantas mengapa musim serasa masih tetap sama
bahwa leret cahayanya tiada redang mengepul bara
seperti tajam pisau menggores batu
lekang di antara sadjak seribu

dan semestinya bayang-bayang itu sangkar sembilu
izinkanlah lembah madu menemu dangkal alirnya
seperti air mengalir pastilah sampai muara
laun menuju samudra
hingga sirna menjadi sederet bait tua

"bawalah rinduku menuju purnama
sebab bosan telan memenjarakanku
menjadi gugusan-gugusan abu
lebur di antara tetesan-tetesan gerimis senja cemburu"



09 April 2013
Read More..

SANGSI

Merudung bulan purnama
Masihkah aku harus percaya penyair
Kalau di tiap lorong malam masih tersisa sosok jeritan
Dengan kejam mencabik-cabik sepotong kenangan
Telanjang di muka bayang-bayang

Bukankah katamu dulu,
“Puisi adalah nurani. kutukan Ilahi,
labuhan dari beribu gelora sunyi sepi,
pula gairah rindu di atas segala lekuk tarian elegi”

Bagaimana kumampu memahami setiap patah jeritan yang tumbuh merdu itu?
Andai kerap kali waktu menjelma teka-teki baru
Sedang kunang-kunang telah pulang bersama ribuan burung melaknati malam sembilu

Dan semuanya menjadi kegaiban beku
Bagaimana aku bakal memahamimu?
Oh..., telanjang malam
Mata rabunmu merubah dingin rahasia kuburan waktu
Sebab bulan-bulan masih senantiasa berdarah legam lesam
Menyamaki angin merajut gelombang pulang

Tak bolehkah aku sangsi
Kalau penyair tak lagi jujur berpuisi
Merdu hanya di atas segala bunyi

Ngawi, 05 Mei 2013
Read More..

Senin, 08 April 2013

NEON-NEON MALAM DI SURABAYA


Ini Surabaya,
Kota lama lautan harum bunga
Di mana, berjuta air mata tanggal
Berjuta sukma terpenggal
Dengan darah, siap mengepal
Tuk kibar merah putih tetap tinggal

Ini Surabaya,
Bila senja pulang dalam tenang
Gangsal malam pun bersandang rindu
Pijar neon-neon laun dengan sendirinya tumbuh seribu
Termangu-mangu sembilu di balai bambu
Apalagi di ruang beku, kerlip-kerlipnya tak kuasa mengadu-adu
Laksana permata dengan cahaya merah yang tumpah di tengah padang samudra
Lantas menjadi mutiara pada cangkang rona-ronanya
Seperti pula larva-larva lesam yang ambyar dari sarang
Meminjam leret rembulan di malam punama
Laun mengusung haus telaga kecupmu
Meski jari-jari hujan tumbuh seribu
Tetap, sungsang malam tiada sendu meramu kebekuan waktu

Ini Surabaya di malam terjaga
Syahdunya kian menggila, membakar teduh telaga
Nampak butiran-butiran kaca larut di antara bayang-bayang
Pada siapa kan meminta?
Sedang malam kian terbungkus kunang-kunang
Yang gusar menunggu sayang layang-layang
Menyeduh nganga gelora madu
menjadi tarian sandiwara surga lesu

Dan ini kali pertama diriku di Surabaya
Bermanja-manja di antara lautan bunga
Bukan pinta, bukan pula cinta menghanyut lebur kembara
Namun, ini suluk-suluk malam yang tiada reda menjerit-jerit pada rimba
Menjadi nada-nada kejora mencakar gulung gelombang bara
Laun terbawa angin menemu payau airmu

Oh, Surabaya
Sandingmu membawa jejakku telanjang beku
dari kelu dan ngilu jakunku

Ngawi, 07 April 2013
Read More..

PTK Bahasa Indonesia - SMU

Judul Skripsi:
Meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dengan Menggunakan Metode Klos Siswa Kelas XI IPA 2 SMA

ABSTRAK
Kecepatan efektif membaca mempunyai peranan yang sangat penting, karena dengan membaca cepat dan kemampuan memahami bacaan yang berkualitas seseorang bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kebiasaan membaca bahasa Indonesia yang kurang baik berdampak negatif pada tingkat keterbacaan seseorang atau seorang siswa. Untuk mengatasi hal tersebut sangat dibutuhkan usaha dan kreatifitas guru. Penerapan metode Klos dalam pembelajaran membaca merupakan salah satu upaya memecahkan masalah tersebut. Tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu untuk meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dengan menggunakan metode klos siswa kelas XI IPA 2 SMA ...
Penelitian tindakan kelas ini mengambil setting di ... kelas XI IPA 2, dengan jumlah siswa 40 siswa. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui tiga siklus. Sebelum siklus I dilaksanakan perlu adanya pra tindakan yaitu identifikasi tentang metode klos dan Kecepatan Efektif Membaca (KEM), kemudian dilaksanakan siklus I sebagai penerapan metode klos, siklus II sebagai implementasi pelaksanaan metode klos, dan siklus III sebagai tahap pemantapan. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu digunakan terhadap data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan siswa dan guru selama berlangsungnya pembelajaran di kelas, dan analisis kuantitatif yang digunakan terhadap hasil tes Kecepatan Efektif Membaca (KEM) siswa dengan menggunakan metode klos.
Hasil penelitian pada siklus I tingkat keterbacaannya masih rendah, karena kecepatan efektif membaca rata-rata 87 kpm dengan tingkat Independen 18 %, tingkat Instruktional 38 % dan pada frustasi 44 %.
Pada siklus II hasil penelitian mengalami perubahan positif yaitu kecepatan efektif membaca rata-rata 150 kpm dengan tingkat Independen 78 %, tingkat Instruksional 18 %, dan tingkat frustasi 4 %.
Hasil penelitian pada siklus III mengalami pemantapan yaitu rata-rata Kecepatan Efektif Membaca (KEM) 210 kpm dengan tingkat independen 100 %.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran membaca cepat dengan menggunakan metode klos dapat meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) siswa.

Download : Skripsi 1 Skripsi 2 Skripsi 3
Read More..

Skripsi Feminisme

Judul skripsi :
FEMINISME DALAM NOVEL SWASTIKA KARYA MAYA WULAN (Analisis Sosiologi Sastra)

ABSTRAK
Perempuan selalu ditempatkan di bawah laki-laki. Perempuan selalu dianggap sebagai pihak lemah dan harus mengalah kepada laki-laki. Berkuasanya laki-laki sebagai pihak dominan telah mengecilkan peranan perempuan yang berimbas pada citra diri perempuan sebagai pihak yang tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib sendiri. Perempuan selalu berada di bawah bayang-bayang laki-laki.
Novel merupakan gambaran kehidupan yang nyata dari zaman pada saat novel tersebut ditulis. Novel bukan sebagai karya sastra nonfiksi, akan tetapi novel merupakan cerita nyata yang menggambarkan kehidupan para pelaku dari zamannya. Novel bisa juga diartikan sebagai pencatat sejarah pada zamannya.
Sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat sosial yang tidak sepenuhnya pribadi. Permasalahan yang terdapat dalam karya sastra biasanya menyiratkan atau menggambarkan masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, sehingga sastra tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan ilmu yang mempelajari karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek masyarakat, seperti asal usul dan pertumbuhan masyarakat. Hal-hal yang terjadi di masyarakat ditulis dalam karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, puisi atau yang lainnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mendeskripsikan kekerasan psikis yang dialami oleh tokoh perempuan dalam novel Swastika karya Maya Wulan, 2) Mendeskripsikan kekerasan fisik yang dialami oleh tokoh perempuan dalam novel Swastika karya Maya Wulan.
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data utama adalah novel Swastika karya Maya Wulan. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode interaktif yang terdiri atas tiga komponen yaitu : 1) Reduksi data (data reduction), 2) Penyajian data (data display), 3) Penarikan kesimpulan (conclution drawing).
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Kekerasan dibagi menjadi dua, yaitu, kekerasan psikis dan kekerasan fisik. Kekerasan psikis dan fisik dibagi menjadi tiga yaitu : 1) Kekerasan dalam area domestik/hubungan intim personal, 2) Kekerasan dalam area publik, 3) Kekerasan yang dilakukan oleh/dalam lingkup Negara.
Kesimpulan penulis dari penelitian ini adalah kekerasan psikis yang terkandung dalam novel Swastika adalah sebagai berikut : 1) Kekerasan psikis dalam area domestik/hubungan intim personal, 2) Kekerasan psikis dalam area publik. Kekerasan fisik yang terkandung dalam novel Swastika adalah kekerasan fisik dalam area publik.

Download : Skripsi 1 Skripsi 2 Skripsi 3
Read More..

Jumat, 05 April 2013

SEMALAM DI PALESTINA

Semalam,
Tak ada yang meminta hujan di Palestina
Sedang di langit, matahari tak bosan-bosannya menjerit
Menjadi peluit, dan kaki-kaki lekas berdecit
Lantas redam dalam hitungan detik

Semalam,
Tak ada yang mengundang badai di kota seribu duka
Sangit mesiu menjadi aroma gempita senja
Segalanya terlahir dari musim-musim berburu
Dari rahim-rahim ajal

Semalam,
Di tanah merah itu jam-jam menjadi beku
Detik-detik bermimpi pun kandas bersama mulut meriam
Dan rentetan peluru yang masih hangat menjadi bola mainan
Pada bayi-bayi yang belajar mengokang senapan
Saat bunyi-bunyi pecah menampar pelukan
Dan cahaya mata yang merah menyala-nyala
Menjadi sadjak-sadjak yang tanggal pada angka-angka yang tetap tinggal

Semalam,
Ada yang tertatih-tatih membaca kabar media
Bahwa di Gaza malam berpesta aroma bunga
"Bapa, aku ingin menulis puisi cinta,
seperti palestina tak lelah air mata"

Ngawi, 28/03/13
Read More..

GEISHA



Aku puja engkau cahaya itu pagi
tumbuh di antara bening-bening embun mandalawai
laksana mutiara cangkang merak
pastilah eloknya kan menyeruak pesona perak
saat kubuka daun jendela
harummu semerbak sakura dimusim semi yang tiba
mekar laksana rembulan purnama di atas kota
yang berdesah

aku rindu engkau seperti rindunya malam menuntaskan sepi
saat gairah-gairah samudra terbakar amarah
laun pecah menjadi dangkal gerimis
yang perlahan kering
seiring angin menyimpuh raga
seperti genderang pejuang tertabuh di medan perang
jadilah terjang menerjang sarung pedang melayang

bila ini indahnya senja gila
sebelum kulumat bayangmu yang telanjang di rahim mega
dambaku,
janganlah kau padamkan gelora api sadjak pujangga
menyanjungmu dalam tiap purus-purus kata
setelah kau bakar diriku dilautan asmara
atau kau kuras darah tubuhku yang merah saga
lantas kau sandingkan aku pada malam buta

oh, Geisha...

Ngawi, 27/03/13
Read More..

Sekar Merah Jingga

Sesekali saja nampak tawa itu, sesekali pula awan mengusung kelabu
suram-suram hutan memberi hangat dekapan malam di tengah kebutaan
danau-danau sumbing merubah kering menjadi basah embun
lantas alirnya mengikuti tepi terjal hingga teresap di bebatuan
dan rembulan yang kesakitan
dengan diam-diam membaca wajah di ruas jendela
berharap lekas jumpa senandung lembah jingga

ada resah yang terkapar, ada pula gairah yang terlontar
saat burung-burung lapar terbang menukik lantas membidikkan paruhnya
seperti lebah yang rakus menyengat sekar
meski sayapnya merentang pun telah kelelahan
dan bulu-bulunya yang dahulu masih lebat sekarang tinggal beberapa helai
sebab helai-helai lainnya tanggal di musim-musim yang gangsal
tetap burung-burung itu merasa kekar laksana pilar

bukan pelarungan langit dalam jam-jam setia
seperti roda sepeda yang oleng sebelum lama terputar
lantas rontok dalam beberapa kayuh tercipta
bukan pula suara-suara miskram terdengar cetar layaknya serigala lapar
segalanya lekas tuntas setuntas-tuntasnya
laksana embun dilembar dedauan
perlahan mengkesat tinggal jejak menjadi bayang keabadian

"lembah jingga,
mengapa kau kutuk diriku menjadi meliwis berbulu merah,
sedang diriku sejumput gelisah resah"

30/03/13

Read More..

Dik Sri 24




Dik Sri, aku pulang
tolong ambilkan air di kendi, rasanya hausku tak tahan lagi
seharian matahari terasa membakar tiada punya iba, Dik
meski telah kupakai kaos tebal, jaket berjumbal-jumbal, sepatu, dan caping,
tetap, rasanya seperti telanjang
setelanjang jalan-jalan kota ini, kering tiada pohon memancang lagi
semuanya habis di telan yang katanya pelebaran jalan, bangunan, kabel listrik, bahkan katanya sering tumbang itu!
seperti yang kubaca dari koran bekas tahun lalu, yang sudah jadi sampah pembungkus nasi

Dik Sri,
meski sampah di gerobak baru memuat setengah, tak sebanyak kemarin pun lusa, aku tadi segera pulang lekas-lekas
sebelum surya remang menghilang dari mata, dan mengaburkan tatapan
sebab ini malam minggu, malam yang kita tunggu-tunggu, Dik
seperti janji kemarin, mengajakmu jalan-jalan kepasar malam kampung sebelah yang terdengar sangat ramai
ada komedi putar, tong gila, kereta, mainan air, dan masih banyak lagi
ada pula arum manis, tahu petis, martabak, terang bulan, pun segala cemilan

pokoknya semuanya ada

Dik,
aku ingin mengenang lagi pertemuan kita pertama dahulu
saat naik kuda-kudaan kulihat dirimu tersenyum di pagar
berkali-kali putaran senyuman itu tiada berujung padam
laun kusapa dirimu sesudahnya di penjual kacang rebus tak jauh dari tempat itu
tahukah kau, Dik
saat itu hatiku sangat berdebar sekali, meledak-ledak rasanya, seperti akan copot
tapi aku tetap beranikan diri menyapa
sebab senyumanmu itu, Dik
membuatku penasaran dan runyam gelisah

O... iya Dik,
tadi sewaktu pulang, di tikungan tak jauh dari gubuk kita, kulihat ada penjual parfum
kucium, harumnya semerbak sekali menyulut hati, seperti melati diterpa udara pegunungan yang sejuk
lantas, kuraba di saku celana ada uang lima ribu perak
uang yang kamu kasih tadi pagi untuk membeli air minum bila habis
tapi tak kubelikan
sebab, meski hari ini panas sekali, aku tiada peduli
semuanya untuk kamu,
seperti janji menyuntingmu dari orang tuamu yang membakarku dengan berjuta hambatan, Dik

tahu kan, Dik

bahwa cinta kita ini leburan dari gula dan serbuk kopi menjadi secangkir kopi hangat?

di tambah lagi saat kau menyeduhnya dengan leret senyuman manis dan hangat

ah, aku semakin dalam-dalam sekali mencintaimu


Dik Sri,
nanti saat kita kepasar malam, kamu pakai pakaian yang sama saat pertama kita berjumpa dahulu itu ya, Dik
begitu pula dengan diriku
masih kamu simpan rapi di almari kan pakaian itu, Dik?
jangan lupa pakai pula parfum ini
maaf ya Dik, bila sudah lama tak kubelikan parfum, dan sudah lama pula tak kuhirup harum ditubuhmu
bukan tak sayang padamu, namun mengertilah,
bahwa kesetiaan ialah keharuman itu abadi


lagi, Dik
jangan lupa juga bawa air minum,
jika nanti kita kehausan bertawa-tawa ria lagi

mengenang indahn cinta sanubari


Ngawi, 03 April 2013
Read More..

AROMA BUNGA



Mengapa kau seret diriku sedalam-dalamnya sukma
sekemelut legam dupa
sedang diriku tak pandai memainkan tumpah air mata
seperti tajam gerimis yang pecah di musim kemarau
menggores tanah laun kering dalam kejab detik

Mengapa kau pinjam wajahku untuk kau tawan di pahatan batu
dalam keabadian nama
serta kau bingkiskan pula beku sendu siang itu dengan aroma bunga
lebur di antara keranda
sedang diriku tak pandai meramu gejolak rindu cinta
serta samudera yang memilinmu menjadi kekasih senja

mengapa kali ini benar-benar kau buat diriku cemburu
sangat cemburu sekali
hingga ketakberdayaan itu menjadi api yang tak kunjung padam
pada harum tilasmu
sebelum kucopot biji matamu dalam mimpimu dan ku
serta kurontokkan tawa kalbumu kecup hangat keningku
engkau telah mentertawakanku
diantara bayang-bayang lamat jejakmu
pulang

.....

(Sebuah catatan berharga)

Ngawi, 01 April 2013 
Read More..

Selasa, 26 Maret 2013

MAWAR

Engkau mawar berduri, kekasihku
Mekar laksana gelora api membakar basah hutan
Dalam runcing cahaya kau kian asah
Dan sepertinya diriku enggan gelisah mengurung leret senja
Sebab, engkau mawar merah mencakar gairah
Sedang aku malam gelita
Yang tak pandai menari di panggung resah sandiwara
Sedesah ruh kalbuku yang gerimis

Duh, mawar
Biarlah kulunakkan segala duri-durimu
Serta kurontokkan debu di kuntum kelopakmu
Sebelum kau copot biji mataku


Ngawi, 24 Maret 2013
Read More..

Selasa, 19 Maret 2013

YEM




yem,
aku pesan nasi pecelmu
jangan terlampau pedas atau asin
aku tak ingin lidahku marah
melumatmu dengan segala desah
dan segelas air putih saja, yem
pereda dahaga telagaku
menjumpai tengara panjang
lautmu

jangan lupa rempeyek terinya
menambah nikmat lalapan kemangi
pada amis lauk setelah usai merasa
redam dalam kalbu rasa
dan gigi-gigi mencincangmu
dengan rakus

segeralah yem
perutku sudah tersiksa
ribuan hari merindu nasi pecelmu
semenjak seberang samudra menawan beku
dalam gemuruh ombak yang sepi
meniduri bayang-bayang
menjadi pelaut haus daratan
mengecup hujan angin
yang bermesraan

Ngawi, 7 Nopember 2012

Read More..

TEGAK


Danau yang tenang
jumpai aku berenang pada kedalamanmu
menikmati ceruk-ceruk yang tajam
menanam sehelai biji ganggang begitu dalam
lantas esok hari kan tumbuh merambah
dalam erat mata meracaki cahaya
menjadi ranting mengikat taut-menaut
antara ruh dan telaga
saat riuh benar-benar redam
tertidur dipangkuanMu

bukan sekedar menjadi angin gaduh
mengecup saat temaram
seperti api meyala-nyala dalam tungku
menjadi amarah setiap belah
lantas redam jadi bara
namun tegak yang setia membelah muara

tak ingin pula menjadi musafir yang dingin
menjejak perjalanan kekasi
pada gagap tarian rumbainya
hingga kesepian merajut diri
langkah seribu bayang
seperti seorang penyair
terlampau cinta syair
meninggalkan madunya di pengkol jalan
saat malam meraung minta pelukan

"aku ingin berjalan sama rata"

Ngawi, 7 nopember 2012

Read More..

BEKU



pagi mengubur kembaraku dalam sayatan debu
menjadi abu sisa-sisa pembakaran yang tak usai-usai berdendang
menarikan danau bara
dan semesta hujan tiada reda
semenjak senja membungkusnya perlahan-lahan
di balik persidangan malam

gelap mengejar seribu bayang
mengulitiku dalam siluetnya
seperti yang telah terlukis pada arca melumut
menjelaskan cerita akan indahnya bunga tumbuh di taman
sebelum keharumannya usang
di telan sang bayu
bertualang di lebat rimba

lautan telah lama menggenggam kebekuan
pada perahu yang karam saat kembali berlayar
seperti atlantik yang kejam merajam
tempat bercintanya malam dan dingin
dalam keasingan

"pagi, jangan kau bakar diriku dalam tandukmu
sementara senja semusim lagi kan berlalu
sembunyi pada ruang tiada pintu"



Oh...
di mana lagi tempatnya pagi berada
membawa embun menitih dedaunan
sebelum akhirnya sirna pula pada ketajaman


Ngawi, 12 September 2012
Read More..

HUJAN KEMBALI BERCINTA


tak ada yang mengajakku berlarian ditamanmu
mencium keharuman bunga yang baru mekar kuntumnya
terpakan cahaya kemerah-merah mudaan penjarakan setiap sapa
seperti embun yang tumbuh di pagi hari hinggapi lembar dedaunan
sejuk menyayat-nyayat teduh telaga dada saat meretasnya dalam-dalam
seperti pula tangisan bayi yang pecah saat terlahir dari rahim sang ibu
dan sang bapak lantas membisikkan sebait pesan ditelinga
"nak, bercintalah sepertiku kelak engkau masanya tiba"

tak ada kata yang terakit menjadi puisi
karena dalam puisiku tumbuh kedustaan
bahwa kuntum bunga kembali meruncingkan duri-durinya
menusuk tajam hingga urat nadi mengelupas dalam kelu
pada tangkai yang setia menenun kelopak
jadilah badai yang berangsut-angsut tak redam
seperti kebrangusan sang rahwana membakar angkara
menjadi lautan api
saat gagal menculik dewi sinta dari lingkaran magis

tak ada lagi yang bisa terbagi pada hujan dimulut mata
dalam lautan yang menggelorakan gemuruh gelombang merajut
mengawali perjalanan angin mengganti musim
tinggallah bayangan yang sembunyi diselaput cahaya
mengkufuri lukanya sendiri
seperti layang-layang mabuk kehilangan keseimbangan
saat terbang terbengkalai dari benang pemancang
menahannya sudah tak mampukan diri

tak ada lagi cahaya mengkerlip di hamparan langit malam yang kosong
tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali mentakzimi sunyi dalam syahwat yang tak tuntas-tuntas
sebab dunia sudah tanpa alamat.

Ngawi, 09 Oktober 2012
Read More..

SOLMISASI



La,
aku menjadikanmu syair butiran rasa
sejak pertama kukenal parasmu setelah sol
di bawah hujan yang menggila kita menikmati dekaban angin
membunuh sepi dengan tarian basah
menjadi sepasang jemari mungil yang erat
yang di ujungnya tersimpul sebuah kata cinta
seperti langit dan awan bermesraan tiada henti
mengusung musim silih berganti

La,
jadikan si sangatlah berarti dalam ruang tapakmu
menikmati setiap langkah-langkah bisu mengeja
merajam jejak-jejak yang menista di balik lipat dada
pula saat engkau memainkan cermin kamarmu
pajanglah selalu bayang-bayang disudutnya
biar rasa akan semestinya saling menjaga waktu
dalam jeda-jeda mendebu

La,
bila nanti do tiba
jangan engkau sembunyi lagi dibaris nada
atau berlari dari oktaf yang telah merindumu
memainkan canda seindah ritme melodi tua
sebab nada akan terhenti tanpamu mengayuh dekaban
mengiring syair lagu cinta muda
seperti kenari dalam sangkar berkicau di pagi hari
memanggil-manggil nama kekasihnya

La,
mari kita saling sempurnakan lagu indah ini
dengan musik mengusung tema cinta
dalam melodi yang mesra dan lembut
aku menjadi syair dan engkau nada
hingga panggung sandiwara usai masa
pulang meninggalkan nama


Ngawi, 11 Oktober 2012
Read More..

Mencari Jalan Mengubur Kegelapan


pagi mengejar mentari
embun merancak di ubun-ubun dedaunan
kuncup-kuncup kerutkan dagunya yang manis
menguliti lembar telagaku dalam setiap sapa
bersama angin menerbangkan sayap patahnya melelah
angslup ke dasar jantungku
menjadi kepingan yang tak usai menjumput bayang-bayang
kelak dimana dunia tempat mengeja jejak-jejak bisu
menyematkan nama bapak Ibu di atas roda

"putarkan rodaku kembali bapak, aku ingin sampai di ujung jalan
menjumpai kekasihku tersayang"


lama kusandarkan pada langit, pada bumi yang asing bulat
tak jua mendapati telaga teduh tempatku membasuh diri
meminum airnya yang keruh dari lumpur merebah
lantas kembali menyisir tiap bulir rambutnya yang mulai tumbuh
dan memberi cahaya pada kutu-kutu berlarian di dedanau merah
saat berenang pada kedalaman yang dangkal
yang dulu sempat menyematkan segelincir debu di sudut mata
indah bah pelangi jiwa

apa semestinya kubungkus saja langit
kutenun malam pada galaksi bintang
sebagai benih-benih kosong yang redup
saat mereka kian melantangkan kakinya yang kuat
seperti bunyi surau memanggil dalam hitungan detik
dan detak jam yang menggantung di atas jendela
melihatku tiada jengah diri merintih
meniduri awan gelap membungkus

kemana lagi kan kucari pintu teduh berada
sementara alir air sungai kian memanjang
dimana samudra kan menyandingkan ceruk-ceruknya
sebagai gugusan-gugusan cerita
dan memilinnya menjadi sepasang kekasih

"tak usar kau keder
cukuplah kan kuretas dalam-dalam
setiap parasmu yang menawan"

Ngawi, 11 Oktober 2012
(puisi buat Imamura Cah Kene)
Read More..

Dik Sri 21

Dik Sri,
andai esok hari mentari telah bermula membawa cerita
menanam embun-embun yang laun redam oleh cuaca
janganlah gelisah mengurai segala desah
mencakarmu seperti rajam

Dik, sebelum esok pagi bermula
marilah kita bawa malam ini dengan segenggam cerita
dalam hujan yang membasahi kelopak mata
mabuk diri tiada tuntas-tuntas
berjatuhan lungsruk kedasar ceruk-ceruk jantungdan memilinnya menjadi sepasang kekasih

andai rerumput yang pernah tumbuh sepanjang perjalanan melayu
biarkan semuanya menjadi batu menghitam di pusara
mengendap dalam sukma mengeja
karena debu pasti tersarang angin berabumenjadi tikaman tiada pintu

Dik Sri,
dekablah renta malam ini
menjadi lautan berapi-api menyalat rupa
akupun merasakan kesamaan warnapada sejumput ruas pertapa

Ngawi, 27 Oktober 2012
Read More..

CAHAYA MALAM



"malam menyanding cahaya keemasan"

melukis kuncup daun ditepian jalan
seperti membaca kembali cerita komik
terbeli dari pengepul buku bekas seharga lima ribu perak
di mana sampulnya masih bening
hanya bercak noda melumuri lipatan-lipatan halaman
akan coretan pena pembaca sebelumnya
yang merasakan keindahan

gerimis yang meruncing kian membekab
memasungnya dalam sejumput epitaf
menunggui musim berbiak perpanjang malam
lantas menariknya dalam leret cahaya bintang
di balik ruas jendela yang terbakar
menghitung kembali tiap helai rambut Ibunya
yang telah terbaring dipangkuan malam

melihatnya seperti membaca lukisan arca-arca
membangun sebuah candi yang kokoh dan melumut
menelanjangi mataku tiada habis-habisnya berbisik
"sehebat apa engkau menari"

dan tiada lagi yang mampu terbaca
selain mengurai kuncup daun ditepian jalan
menawarkan cincinnya di malam rembulan
dalam cahaya malam keemasan

Ngawi, 31 Oktober 2012
Read More..

TARIAN LANGIT


"tak ada garis yang sudi terbaca"
bila kau melihat basahnya hujan
jangan engkau pertanyakan seberapa deras jam-jam memilinnya
pada bumi yang sedang menarikan tarian langit
akan rembulan keasikan memainkan cahaya
seperti aktor dalam panggung yang gagal
memimpikan pengunjung memberi sorai tepuk tangan

bila malam larut panjang
menjadi hujan yang menjarum
dalam syahwat tak tuntas-tuntas
sepantasnya perjalanan asing membekab diri
seperti nahkoda kapal yang berdendang
nabuk menjumpai kedangkalan lautan

dan bila fajar tiba
berharap bening embun mendapati dedaunan
menjadi bidadari menuruni tangga pelangi
dalam kesejukan mentari datang pulang
akan surat cinta yang pernah kehilangan sampulnya
beserta bunga mawar kering di saku kemeja
sebelum senja melilit jagat raya

Ngawi, 04 Nopember 2012
Read More..

DUA BOLA



JEJAK YANG LAMAT

Duh kekasihku,
bayangmu mengendap-endap sukma
marajam-rajamku menekuri perjalanan
seperti leret matahari di malam purnama
merasuk kedasar samudra
hingga ceruk-ceruknya yang paling dalam
seperti air kali mendapati lautan
dalam keruh dan beningnya
menyatu dalam kilatan melalap
semenjak jagat menarikmu kembali
terbang dengan sayap biadari
lalu redam dibaris warna
pada suara terakhir
pula sayatan yang terakhir

Duh kekasihku,
jadilah hujan meruncingkan diri
membungkus dua mata merasa
bersama bau ampo tanah
yang merangkulmu begitu dalam
begitu erat mesra
dan senyap kamboja mengenang
menahan kisahmu sejenak dalam tawa
dibaringkan jagat

Kekasihku,
memang engkau mentari membawa embun di dedaunan
laun sirna dalam jejak yang masih lamat terbaca

Ngawi, 08 Nopember 2012



Kuthir Kenthir


hahahahaha
hahahahaha

thir, kuthar kuthirrr
kuthar kuthirrr
kuthar kenthirrr
kuthar kenthirrr
kenthar kenthirrr
kenthar kenthirrr
kenthir nyengirrr
nyengir nyengirrr
nyengir nyengirrr
nyengirrr
ngirrr

ngirrr

irrr

irrr

irr

ir

ir

.

.


hah..

khruukk

hah..

khruukk



Ngawi, 8 Nopember 2012
Read More..

BAYANG_BAYANG


saat nanti datang perjumpaan
ada yang menari-nari diantara barisan gigimu
menjadi jam-jam bermain yang panjang
berjalan dilembah mandalawangi
langitpun penuh cahaya
dengan sayap surga

keesokan hari,
saat jam-jam mengudara
aku mulai membaca cahaya matamu
ada barisan warna yang berontak
hendak keluar, tapi tak berdaya
seperti napi dalam lapas
berharap bebas tapi hukuman baru setengah hari
merindu kekasihnya sendiri
seperti pula laut menahan gelombang
menyimpannya pada ceruk-ceruk karang

lalu gerimis pecah di bibir matamu
terjatuh dengan runcingnya menembus ruang
menjadi hujan pertama di musim kemarau mengecup tanah
lumer memeluk ranting
saat bayangku mulai redam ditelan angin
kembali kekeasingan malam

dan di kelu bibirmu
tak ada lagi yang dapat terbaca
selain kalender yang angkanya tetap tanggal
termakan hari-hari mempurba
sebab bukan perpisahan menusuk sukma
namun jejaklah yang lamat terbaca

Ngawi, 11 November 2012
Read More..

KOTAKU TELANJANG




Kotaku masih tetap sama
semenawan pertama berjumpa memainkan angin
melukis bisu langit dengan jemari-jemari halus
dan menyimpuh harum disetiap helaian kabut
dalam corak warna dinding yang sama pula
membekabku mencakar-cakar diri
menjadi cahaya senja diseberang kotamu

Kotaku masih saja sama
menjadikanmu lilin kecil
pada gempita malam telanjang
saat mataku mulai rabun
rambutku kian tak tersusun
dan kakiku merasakan ngelu
terpenjara kebisuan hari
terbrangus derai sepi
yang menyebutku maut
meraut kebengisan

Kotaku masih menjadi nama lagumu
pada sorai kecapimu yang anggun
dan dendang sendumu, meranah lembut sutra
mengurai perjalanan suara
yang terbata-bata membaca cinta
di bulan purnama esok lusa
musim pertama

Kotakupun hanya kisahmu
menakhluk curam-curam hutan
desah tebing-tebing karang
karena di balik kukuhmu aku ingin manari
dalam panggung sandiwara
sembari meliuri sunyi dengan syahwat tak usai-usai
seperti penyair yang mabuk menyair
menunggui tulisannya berdiri di media kabar
bermimpi sorakan pembaca memberi tepuk tangan
kemana-mana menyanggul pena
sebelum akhirnya terbakar

menunggui musim berbiak,
tak ada lagi yang mampu kutuliskan
selain kotaku telanjang


Ngawi, 11 November 2012



Read More..

Dik Sri 22


Dik Sri,
aku pulang
lihatlah, keranjangku tak sepenuh kemarin
hanya ada seikat kardus, botol-botol minuman, dan beberapa kaleng oli
meski telah sehari penuh kususuri jalan hingga tepian sungai
segalanya raib Dik, sebelum aku datang
sekarang jumlah pemulung berlipat ganda dari tahun kemarin
kian meningkat pula tunggangannya, berkuda besi
yang kaki-kakinya kian bersilau, berpiama
jadi lebih cepat memulungnya
tak sepertiku

iya Dik,
tadi aku juga menemukan kemeja yang masih pantas kupakai
pertama melihatnya aku kaget sekali dik, soalnya terbungkus plastik merah
setelah kubuka dengan hati-hati, hatiku baru lega
bahwa di dalamnya hanya lipatan kemeja panjang bercorak daun coklat tua
kubolak-balik dan kuamati hanya hilang kancing no dua dari atas saja kok
nanti kau sulam saja dari kancing baju lamaku yang telah kau pakai lap piring di dapur
beda warnanya pun tak apa
lantas kau cuci bersih, dan kau kasih pengharum lagi biar wangi
biar seperti baru
kau tak malu kan Dik, bila kupakai kemeja itu kekondangan bersamamu?
seperti engkau tak malu setia padaku



Ngawi, 21 November 2012

Read More..

TUHAN




Tuhan,
jadikan saja diriku syahduMu
yang tumbuh dalam tiap resah dan desah kalbuku
atau kembalikan saja diriku
pada nutfah dan tulang belulangMu

Tuhan,
aku ingin menari di punggungMu
kian lembut, dan geramang syahwat menggebu-gebu
seperti darwis dalam rumbai-rumbai gagahnya
bugil di atas kota senja

Tuhan,
aku ingin rajamMu
biar diriku mengerti
seberapa besar cinta-cinta
seberapa tegar rasa-rasa

Tuhan,
sebab aku malu ...

Ngawi, 14 Maret 2013
Read More..

SATU KATA WAKTU




Malam hening menyepuh sepi
rapuh raga seakan tiada mampu menaunginya
dalam gairah rindu,
sukmaku angslup diantara  dataran kalbu
menyulur lidah pada sang kekasih di atas jung-jung perkasa
yang setia memberi gelisah tiada tuntas-tuntas
lantas langit-langit pun runtuh
menjadi butir-butir hujan yang tumbuh 
dan terjatuh membasahi kusut dada
dalam ronta-ronta

pagi sendiri entah kongsikan wajah dimana
saat embun-embun menafaskan aroma bunga merah
saat deru-deru suara beterbangan diantara ujung menara
menjadi tanda, mulanya jejakmu dan jejakku terlahir kembali
seperti tangis bayi yang pecah di pelukan Ibu
meminta susu dari haus jakunnya
dan lapar melubung sukma sebelum cahaya merebut cinta
memancang bendera pada tiang kapal
lekas berjalan melukis jejak lagi

siang laun bertaburan, menjadi bara mengepul di sudut-sudut pintu
menanak liar kembara dari surya membakar cadas tanah
saat sulur-sulur pohon menawarkan aneka jajanan pasar
gethuk lindri yang empuk lezat disantap pelan-pelan
tertata rapi pada nampan sembari memutar bola mata
beserta sari-sari teresan buah ketela menguak dahsyat dinding langit-langit
jadilah awan membubung, lantas terebah pada gulung samodra
dan seribu bintang beterbangan menghantarmu menemu mimpi 

menuju pada senja, tak ada lagi yang dapat dilakukan
selain geramang kian menggeramang,
hujan kian menghujan,
dan rindu semakin menusuk kalbu
seakan tiada jengah menyusun kembali almanak yang rontok ditelan beku awan
pada cermin yang berkali-kali retak tak berpigura,
yang pernah terbuskus oleh kafan hitam di tengah-tengah gurun beku
jauh dari hangat dan syahdu
sebab,
hanya kecintaan tempat sesungguhnya tiap butiran debu

dalam takzim dan gairah resah, disitulah segalanya berakhir
hingga malam kembali menjemputnya pulang
menuju era baru
yang tertinggal hanya sadjak menekuri tajam semesta

Ngawi, 18 Maret 2013


Read More..

Rabu, 13 Maret 2013

EPITAF

Semenjak malam asing menjadi hening,
Diam itu nampak memainkan wajah rembulan
Suara-suara yang pecah mengambang diantara harum pupurnya
Memunguti riuh kabut dalam genggaman samudra
Dan pada langit-langitnya, bulir-bulir embun bermesraan
Seperti menyambut pagi mencahaya
Usai menenggal kelu mimpi
Tapi tak,
Samudra itu belumlah menggulung
Hingga takhlukkan tekluk-teluknya tercuram
Sedang waktu masih jelas terbaca
Melambai-lambai pesona

Dalam sunsang, angin pun menjerit
Meminta kembali tuannya
Berguru pada beku malam
Semenjak jari-jari hujan rontok membasahi nampan
Dan gericik airnya menjadi sungai dangkal
Lantas terurai oleh lebat hutan yang tiba-tiba saja miskram
Dari lengket lumpur yang melilitnya

Pernah seorang bapak berkali-kali menuliskan sepenggal kisah
Dalam kertas lotere habis masa
Tentang jejak perjalanan perompak menakluk luas lautan
Berharap menjadi nahkoda yang haus mengangkat sauh
Menerjang ceruk-ceruk karang
Seperti penangsang mengasah tajam lancip kerisnya
Dan maju ke mendan perang
Berselendang panji-panji kemenangan
Tapi tetap,
Sejarah belum menempatkannya sebagai catatan keabadian
Sebab puncak peradaban belumlah sampai

Menikmati beku malam di atas geladak perahu basah
Dalam hitam dan merah
Tak ada lagi yang dapat dilakukannya
Selain berharap musafir kan datang
Lantas membawanya pada perjalanan yang lebih asing lagi
Singgah di pulau baru
Dengan wajah baru
Hingga musim tak lagi cemburu


Ngawi, 13 Maret 2013
Read More..

Bulan Kuning Sebentar Lagi Kering

Siang panjang itu berakhir dengan bulan kuning
Yang perlahan bangkit diantara pepohonan
Sementara di udara menyerbak dan berkembang:
Bau air bertiduan di langit-langit meleret

Insyafkah kita, bila tertawa di bawah surya Memanggang
Kita siksa tanah merah dan jerami yang memberkah
Tahukah kita, bila kaki menginjak pasir gersang
Ia tinggalkan bekas langkah bagai langkahnya darah
Tahukah kita, bila kasih menyulangkan nyalanya
Di hati kita yang resah dengan siksa putus asa
Tahukah kita, bila padam api yang membakar
Bahwa nanti baranya mesra berasa lidah
Tahukah kita, bila haus kan menelanjang
Pada seka-seka hujan yang ambyar berakhir basah

Dan bahwa hari getir dekat silamnya, di serbak rangsang
Bau air yang kecut termenung diantara pimping basah
Nanti perlahan bulan kuning berakhir dalam kering
Diantara pepohonan meningkat jadi purnama
Dalam aroma bunga dan abjad-abjad tua
Menghunus sepimu

Ngawi, 13 Maret 2013
Read More..

Senin, 11 Maret 2013

KANDANG SADJAK

SADJAK CINTA


Datanglah kekasih,
Kupanggil engkau sedalam rindu
Selamat tilasmu sekalipun
Sesampaimu di sini,
Kan kuajak engkau menari di lembah jingga
Menembus ruang telaga
Lantas engkau kan selalu terbaring,
Dalam tiap nafas puisiku yang tak pernah kering

Ngawi, 01 Maret 2013


KERINDUAN


Memandangi kuntum bunga yang mekar diberanda rumah
Sembari meneguk kopi terseduh hangat
Pula menyematkan lembut tinta dipucuk pena pada selembar kertas
Seakan dunia ini tak bosan-bosannya berbicara padaku
Bercanda dengan hening kalbu
Bahwa warna pelangi menuntaskan setiap patah mata
Melayang di dinding mega

Duh kuntum bunga
Mengapa kau seret diriku dalam kabutmu
Sedang aku tak pandai menari
Seperti ranting kehilangan akar
Terkapar dalam belukar

Ngawi, 01 Maret 2013


LERET LANGIT SENJA


Senja mempesona melipatkan lapak pigura
Di Tepian pantai putih, memandang hamparan laut luas,
Helaian rambut menyibak keningmu nampak begitu mesra
Tak berbeda dengan hembus udara pasang
Telah mencurimu sebelum kujadikn tulang sulbi
Jadilah buah kasih

Ada gerak yg terjadi di hampir bayang-bayang
Seperti lekuk kerudungmu adalah janji jung-jung perkasa
Yang telah setia berkasih cinta dari beribu gelora
Dan selaksa keindahan berada,
Tak berdaya memapahmu

Di pantai itu, lembut jemari kerincimu semakin memesrakan
Sama-sama memandang leret warna menjalar dinding mega
Menjadi cahaya merona
Engkau lipat segala kebutaan dan pasir-pasir bertaburan menjadi redup
Bahwa disetiap tapak-tapak kaki kita telah tumbuh benih-benih mutiara
Dan pantai yg teduh merubah diri menjadi cangkang keemasan

Tak ada lagi cahaya yg hendak membawaku menempatkan sepenggal nama
Selain senja bersamamu dalam seribu aksara

Ngawi, 13 Februari 2013


OPERA LILIN DI RUANG JENAKA


Susun kardus yg runtuh menjadi suara pecah di tengah keramaian
Lilin-lilin kecil kejar-kejaran meniup seruling
Dengan sederet noda lantas lenyap di telan deru nada
Sedang taring-taring rayap menikmati sajian opera di geladak menara

Nampak tatapan lensa tua buram membayangi siluet lilin-lilin itu
Menjadi lalat api dalam tungku tak berpintu
Mengejakan sandi-sandi yang mencuat dari basah almanak
Seperti perjalanan debu pada kaleng
Terombang-ambing oleh tiupan angin
Lantas terseduh oleh masak air
Jadilah segumpal liat lumpur melekat di dasaran
Dan retak tak berpigura

Benar ini lukisan tajam pedang
Atau memang ladang sadjak belum teramat panjang
Mengokang lancip gerimis
Menjadi catatan sejarah panjang zaman
Dalam tarian ruang jenaka

Ngawi, 07 Februari 2013


SYAIR PAGI


Wahai pagi, mengapa kau bakar diriku dalam api cemburu
Sedangkan aku tak pandai memainkan wajah jagat
Menjadi kepingan-kepingan abjad
Pagi,
Engkau embun yang menuntaskan gempita
Izinkanlah diriku menelanjangimu dalam kalbuku
Biar jalan tak lagi sedangkal musim lalu
Sebab rinduku melebihi panas api
Dan gairahku tiada terurai lagi

Pagi,
Bawalah rinduku dalam sejukmu
Dan biarkan hujan turun basah
Sebab di teluk telah berada sampan
Menantimu merajam

Ngawi, 02 Maret 2013


JARI-JARI TALANJANG


Di persimpangan kota sempat sejenak kita bermesraan
Memunguti sendi perjalanan masa bocah
Sampai suatu hari kita saling mengerti
Sederet makna yang hendak berkibar diantara derai hujan, terik mengambang
Bahwa jari-jari telanjang tak bosan-bosannya berbicara
Tentang angin mengusung nama bapanya
Hilang dihempas kikis masa

Ngawi, 01 maret 2013


BUKAN PAHLAWAN


Jika kali ini memang bidadari menuruti tangga pelangi
Biarlah aku menjadi Jaka Tarup mencuri selandang
Jika kali ini adalah harum melati
Biarkan ranumnya hiasi beranda senjaku
Jika benar diriku terpesona asmara, biarlah
Sebab rupa dupa telah tiada, namun jejak masih lamat terbaca
Jadi, biarlah kali ini aku bukan lagi menjadi Bisma
Yang sirna sebelum purnama
Memilih pengantinnya sendiri
Aku ingin jadi raja pringgodani
Meski kau pilih diriku sengkuni

Ngawi, 01 Maret 2013


JEJAK-JEJAK


Tak ada sadjak bisa di tulis
Sebab tajam gerimis menggores pasir
Menumbuhkan luka
Jadilah sejumput bayang
Tak ada yang dapat dicatat dalam sejarah nampan
Kita telah membikinnya semeriah malam
Jadilah sangit aroma dupa
Yang mencuat diantara mega-mega

Ngawi, 01 Maret 2013


REMBULAN RESAH


Rembulan merah melesat daun jendela
Ada gerak hendak terbaca
Dalam tarian muram durja
Menanti bintang tiada kunjung datang
Seperti bayang dinding basah
Membawanya pada dekapan langit
Yang hangat
Sembari bercanda ria
Sebelum pagi menjemput nirwana

Ngawi, 27 februari 2013


KERELAAN


Wahai mawar,
Andai engkau memintaku baringkan dada
Dengan rela kan kutegahkan kukuh rasa
Andai engkau memintaku menjadi cawan tiap gelombangmu
Aku kan dengan sabar menaunginya
Tapi, jangan engkau meminta
Bawakan senja gelisahku
Yang legam di atas laut biru

Wahai mawar,
Daku nanti engkau seperti fajar
Berharap kan membawa terang
Menyingsingkan redam malam
Seperti sadjakku

Ngawi, 13 Februari 2013


WAJAH HENING


Malam yang rabun
Bawalah rinduku melebat hening
Sementara bayang yang tak kunjung redam itu
Menjadi warna pada kalerder tua
Tak pernah pudar lamat surya fajar
Seperti memandang laman pada arca purba
Pasti terasa ngilu di jakunmu
Meski aksara jelas terbaca
Tetap malam semakin terpesona
Sebab gairah cintaku menyala melebihi lalat api

Ngawi, 23 Februari 2013


DESAH KENARI


Ini cerita seekor burung kenari
Menari-nari dalam sebuah sangkar
Dengan warna bulu ia menawan setiap patah mata
Apalagi kala merdu suaranya mengalun diantara terik kemarau
Membawa kalbu tertatih-tatih mengendap di sebuah dasaran yang di namakan syahdu
Hingga lalu-lalang sepoi udara sejenak diam
Memberi ruang pada rindunya
Jika saja aku dapat membaca teriak kenari itu
Pasti bukan sebuah sapa manja dan kehangatan
Namun sebuah desah ngelu bibirnya teramat kaku
Berharap menakluk curam hutan
Dalam pelukan kekasih diam-diam

Ngawi, 18 Februari 2013


HARAPAN


Sekembalinya pintu mata kembali terbuka
Menatap wajah pagi dengan bening embun mengecup sendu kalbu
Sebutir debu yang larut oleh deburan air itu pun kembali bersolek di muka cermin
Nampak begitu lekat, seperti Arca yang telah mempurba memunguti liar ketajaman
Dan menitipkan sederet pesan
"jangan kau putus layang-layang dari genggaman benang"

Ngawi, 18 Februari 2013


SEMALAM DI NEGERI MESIU


Hujan yang tumbuh di mulut mata,
Menjadi tarian pecah pada keheningan
Saat usai percintaan langit dan matahari ambyar
Melekatlah seurat wajah baru menghiasi pigura
Aroma dupa kembali terkuak
Memunguti liar beku malam
Dan sepi yang tiba-tiba membungkus kalbu
Jadilah selapak cermin ditengah lautan
Dalam bara bayang-bayang

Ngawi, 18 Februari 2013


TEMPAT SEMESTINYA


Di sini,
Tempat di mana tumbuhnya ranting
Kian menjalar menjadi dahan
Yang akhirnya warna itu mencahaya
Di sini,
Ada yang kembali meraba kalender tua
Yang telah usang dan termakan taring rayap
Meski angkanya tetap tinggal
Dan disinilah,
Tawa-tawa kecil itu terdengar begitu kaku
Larut bersama dekapan malam
Menawar lagi bisu yang telah menjadi abu
Terbang tinggi dengan sayapnya yang basah
Menjadi hujan menunggu pagi
Dalam keringnya dahaga
Sedang di samudra telah menempatkan jajaran nama
Yang takkan terkelakkan
Sebab kita kakitangan-kakitangan menanti hangusnya cuaca

Ngawi, 01 februari 2013


AROMA ABADI


Andai engkau bertanya tentang jejak
Jejak itu telah kubungkus dalam ruang beku
Dengan pagar tenang
Dan disampingnya telah kutanam hutan lebat
Sebagai penghias ketajaman
Cukuplah harum itu berada pada bunga merah
Yang meranjah taman malam

Ngawi, 28 Januari 2013


SILUET LANGIT SENJA


Senja yang sama kembali menjadi butiran kaca
Lantas kupanggil namamu Nur
Wajah itu yang mengkedip selayaknya siluet
Menjadi cahaya lilin di tengah gempita ruang
Saat mata mulai terjaga dalam keasingan

Angin pun kembali mengajakku melaut
Mencakar luas samudra menelanmu
Seribu camar mengiring badai dengan sayapnya
Melambai-lambai seperti hendak membelai
Merangkai seikat ganggang merah
Lantas membungkus wajah senja
Yang menari dalam derai hujan tua
Dan tak henti-hentinya bersendawa: tepiskan dukamu sebelum laut menjemputmu

Meski jemari tak kuasa membelai
Namun seribu candaku menghantarkan malam
Dalam purnama mengitari langit senja
Nur..

Ngawi, 28 Januari 2013


PERJALANAN MUSIM


Sepanjang musim membelai telapak mata
Tumbuh bunga-bunga mekar merundung kekar
Memberi tajam lembah taman dengan segumpal warna
Dan lebat hutan seperti hendak mengangkat kemiskraman
Setajam mata menerjang badai
Memenjarakan baris pelangi dalam dekaban malam

Seandainya engkau mawar yang hendak mempesona malam
Pastilah kan kuculik engkau dibalik kelambu dingin
Biar malam tak henti-hentinya riuh
Bersamamu yang sedia menabur keruh
Meski kita sebenarnya tahu
Danau apa yang kan menjemput kita

Inilah perjalanan riak meniduri musim
Sebelum benar-benar bunga tumbuh di ladang sayang

Duh mawar,
Dendang senduku teriring bersamamu
Meriuhkan senja kelabu

Ngawi, 16 Januari 2013
Read More..