Facebook Google Plus RSS Feed Email
"Aku Hanyalah Debu Berselimut Nafsu!"
Blog ini adalah serangkaian kumpulan sadjak dan berbagai tulisan sastra, karya Helyn Avinanto (Helin Supentoel)

Kamis, 01 Desember 2011

Si Kambing dan Kutu-kutunya



“Si Kambing dan Kutu-kutunya (1)”
Si kambing mulai mengelus tubuhnya
kala fajar tiba di depan mata
di atas empat roda kandang berjalannya
dia tertawa menatap padang rumput
kutu-kutunya menari-nari dalam lebat bulunya
di antara kebusukan kota

Si kambing pun berkata
sambil membenarkan celananya yang kusut
"ah..., aku tak mengerti gayamu"
rumput mulai dia kunyah
meski warna tak lagi seharum tubuhnya
dia tetap saja semakin mengunyah
menjadi rakus lenyapkan rumput hingga akar

Si kambing cemooh lagi
meski mulutnya terbenam comberan
dan bekatul membayangi kumisnya
"ah..., biarlah dia semakin menarikan bibirnya"
diantara pengap kota yang usang
yang setiap hari mengajaknya berjalan

Si kutu-kutu semakin jingkrakkan kaki
semakin berdiri tegap
semakin menjadi-jadi, beranak lagi dan lagi
banggakan tiangnya tempat berdiri

entah hingga kapan rumput kan bersemi lagi
beranak kaki kembali
bila setiap hari selalu saja lenyap dalam gigi
mungkin semua hanya mimpi...

(bersambung)
Ngawi, 11 september 2011
oleh Helin Supentoel pada 11 September 2011 jam 2:18


“Si Kambing dan Kutu-kutunya (2)”
Si kambing mulai kehausan siang
dua bola matanya melotot menerjang rindang yang jauh
sekejap dia berdiri, menghentakkan kaki,
sorot matanya sekejap berubah bening
sebening saku keranjang siap menampung semua
dari yang ijo, kuning, ataupun merah

Si kambing berkata pada si kutu, sambil duduk manis di sofa kandangnya
ribuan kutunya berbaris dari perut buncitnya
"tu, aku haus..., dan lapar..., coba kamu lihat rindang rumput yang masih hijau disana,
 apa masih segar ber-air dan bisa ku makan,
 biarkan saja yang kering, karena aku tak butuh lagi rumput kering".
padahal di bak comberan masih penuh air bekatul
begitu pula di keranjang makannya

Si kutu anggukkan kepala
segera berjalan tergopoh-gopoh
menerjang panas dari lebat bulu si kambing
siap tertawa serumpun kawan-kawannya
"aku tak pernah peduli pada rumput dan spesiesnya,
 yang ku pedulikan hanya bagaimana tetap berdiri pada bulu tuanku si kambing,
 dan tetap masih bisa menghisap badan si kambing,
biar perutku semakin membuncit".
kata si  kutu sambil nyengirkan bibirnya yang lonjong
sembari membilah rindang rumput santapan si kambing

sementara rumput tak mampu berjalan,
hanya baru bisa merangkat ke samping kanan kiri
yang baru saja kemarin bertunas
butuh air, bukan hanya pupuk kotoran si kambing saja.

bagaimana rumput kan hijau bersemi tanpa air hujan
bila baru tunas saja sudah di injak dan di makan
sedangkan si kambing dan si kutu sudah berlari-lari lintasi pulau dengan kandangnya

apakah ini yang di namakan tumbuh dan berkembang, rumput pun tak memahami
bila setiap hari harus merelakan daunnya untuk si kambing yang buncit
"ya, semua hanya mimpi, mau minum saja sulit, apalagi beranak kembali,
nasip..., nasip..., andai saja aku jadi si kambing dan kutunya,
aku kan membuat balio bertuliskan " di larang menginjak rumput ",
pasti muantap, dan alam di sini kan hijau rindang kembali"

semoga saja kan ada kambing yang mengerti rumput
dan semua bukan hanya mimpi...

(bersambung)
Ngawi, 15 september 2011
(Si kambing dan si kutu jalang, rumput kasihan)
oleh Helin Supentoel pada 15 September 2011 jam 4:43

Tidak ada komentar :

Posting Komentar